Aku berlindung dari bujuk rayuan iblis yang menyesatkan |
BAHAYA PAHAM SALAFI & WAHABI
Pembahasan kali ini berkenaan dengan dampak-dampak negatif yang disinyalir bersumber dari ajaran atau fatwa-fatwa kaum Salafi & Wahabi yang penulis nilai sangat membahayakan bagi keselamatan aqidah dan keutuhan ukhuwah Islamiyah. Dampak-dampak negatif tersebut telah dirasakan oleh umat Islam di hampir setiap wilayah atau negeri di dunia Islam di mana terdapat kaum Salafi & Wahabi di tengah-tengah mereka. Di antara hal-hal yang mendorong timbulnya dampak-dampak negatif tersebut adalah doktrin-doktrin buruk yang biasa diberikan kepada para pengikutnya, sebagaimana akan disebutkan berikut ini.
1. Menanamkan Kebencian & Memecah Belah Ukhuwah Islamiyah
Tentunya lagi-lagi ini hanya karena fatwa-fatwa yang tidak berdasar seperti di bawah ini:
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan berkata, “Seorang ahli bid’ah wajib untuk diwaspadai dan wajib untuk dijauhi meskipun dia memiliki sedikit sisi kebenaran” (Ensiklopedia Bid’ah, hal. 125).Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata, “Al-Hajran: mashdar dari kataHajara yang secara bahasa berarti taraka (meninggalkan). Dan yang dimaksud dengan meninggalkan atau menghajr ahli bid’ah adalah menjauhi mereka, tidak mencintai, tidak berloyal kepada mereka, tidak mengucapkan salam, tidak mengunjungi atau menengok mereka, dan perbuatan yang semisal itu. Menghajr ahli bid’ah adalah wajib berdasarkan firman Allah,“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya” (QS. Al-Mujadilah: 22) . (Lihat Ensiklopedia Bid’ah, hal. 123).
Fatwa seperti ini sungguh menyesatkan, karena:
a) Orang-orang yang mereka tuduh sebagai ahli bid’ah adalah umat Islam yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
b) Amalan-amalan yang dilakukan para tertuduh yang mereka vonis sebagai bid’ah, adalah amalan yang tidak ada larangannya di dalam agama, sehingga tidak bisa dihukumi sebagai bid’ah sesat. Bahkan para ulama telah membahas hukum kebolehannya dengan gamblang berdasarkan dalil-dalil serta kebaikan-kebaikan yang terkandung di dalamnya.
c) Ayat di atas bukan berisi perintah untuk menjauhi ahli bid’ah, tetapi hanya menyampaikan berita tentang orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat yang tidak akan berkasih sayang dengan orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya.
d) Ayat di atas tidak menjelaskan bahwa maksud dari “Orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya” adalah orang-orang Islam yang dituduh oleh kaum Salafi & Wahabi sebagai ahli bid’ah.
e) Ayat tersebut juga tidak menjelaskan bahwa melakukan amalan seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tawassul kepada para wali, tahlilan, ziarah kubur shalihin, dan lain sebagainya adalah merupakan perilaku “memusuhi Allah dan Rasul-Nya”.
Bila dalil yang dijadikan dasar ternyata tidak berhubungan konteksnya dengan fatwa tentang kewajiban menghajr, meninggalkan, menjauhi, dan tidak mencintai orang-orang yang dituduh sebagai ahli bid’ah,mengapakah kaum Salafi & Wahabi seperti al-Utsaimin dan al-Fauzan ini begitu berani meyakinkan orang untuk membenci saudaranya bahkan keluarganya sendiri tanpa alasan yang jelas? Bukankah ini bisa dikatakan sebagai upaya memecah belah persatuan umat Islam?!!
Lebih buruknya lagi, sudah diracuni dengan fatwa tentang “kewajiban menjauhi ahli bid’ah” yang tidak jelas alasan dan sasarannya, para pengikut Salafi & Wahabi juga diracuni dengan sikap antipati terhadap kebaikan dan kebenaran apapun yang datang dari orang yang dituduh sebagai ahli bid’ah itu. Perhatikan pula fatwa al-Utsaimin berikut ini:
Termasuk dalam kategori hajr ahli bid’ah adalah tidak membaca buku-bukunya karena khawatir terkena fitnahnya, atau tidak mempromosikannya kepada khalayak. Karena menjauhkan diri dari tempat-tempat kesesatan adalah wajib, berdasarkan sabda Nabi Saw. tentang Dajjal,
مَنْ سَمِعَ بِهِ فَلْيَنْأَ عَنْهُ، فَوَاللهِ إِنَّ الرَّجُلَ لَيَأْتِيْهِ وَهُوَ يَحْسِبُ أَنَّهُ مُؤْمِنٌ فَيَتَّبِعُهُ مِمَّا يَبْعَثُ بِهِ مِنَ الشُّبُهَاتِ (رواه أبو داود وأحمد)“Barangsiapa mendengar tentangnya (dajjal) maka hendaklah dia menjauh darinya, maka demi Allah, sesungguhnya seorang akan didatangi dajjal, dan dia mengira bahwa dajjal itu seorang mu’min, lalu orang tersebut mengikutinya karena syubhat-syubhat yang ia tebarkan”(HR. Abu Dawud & Ahmad). (Ensiklopedia Bid’ah, hal. 123).
Bisa dibayangkan, jika seseorang terkena pengaruh paham Salafi & Wahabi, lalu diracuni oleh fatwa yang menyesatkan seperti di atas, di mana orang-orang Islam yang melakukan peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw., tawassul, ziarah kubur para wali, tahlilan, dan lain sebagainya dituduh sebagai ahli bid’ah yang harus dijauhi karena dianggap sama bahayanya dengan Dajjal, lalu ia juga harus mencampakkan segala macam penjelasan tentang dalil atau kebaikan dari para tertuduh ahli bid’ahtersebut baik berupa buku-buku bacaan maupun penyampaian lisan tanpa peduli tentang kebenaran yang ada di dalamnya, maka pastilah orang yang terpengaruh paham Salafi & Wahabi itu akan menjadi seperti “Kerbau yang dicocok hidung” atau “Kuda delman berkacamata”.
Betapa jahatnya doktrin Salafi & Wahabi ini; tidak cukup dengan hanya membuat orang menjadi sombong karena menganggap diri benar dan yang lain salah, bahkan juga menutup setiap peluang orang itu untuk menyadari kesombongannya. Adakah yang lebih buruk dari keadaan seseorang yang merasa benar dalam melakukan kesombongan, dan merasa beramal shaleh dalam melakukan dosa??!
Pengikut Salafi & Wahabi dengan keadaan seperti itu akan dengan suka rela membenci dan menjauhi saudaranya sendiri; tutup mata dan telinga dari kebaikan dan kebenaran apapun yang datang dari saudaranya itu; sebab yang ia tahu hanyalah, dirinya benar dan yang tidak seperti dirinya adalah sesat. Jika para pengikut Salafi & Wahabi ini masih berjumlah sedikit, entah sendiri atau minoritas, mereka rela menjalani hidup terkucilkan karena mengucilkan diri dari aktivitas masyarakat, dan jika mereka sudah mencapai jumlah banyak, mereka akan tega mengucilkan bahkan membatasi ruang gerak orang-orang yang tidak sejalan dengan faham mereka, dan ini sudah terjadi berdasarkan laporan-laporan yang penulis dapatkan.
Pantas saja, ekses-ekses yang muncul dari sikap-sikap seperti ini menjadi sangat banyak, dan ini adalah berdasarkan fakta dan laporan-laporan yang terjadi di beberapa wilayah masyarakat dan perkantoran, di antaranya:
a) Terganggunya hubungan silaturrahmi antara kerabat atau tetangga karena tuduhan bid’ah.b) Rusaknya kebersamaan dalam berkegiatan, baik di masyarakat, masjid, mushalla, atau di lingkungan pengajan.c) Terhambatnya perkembangan pemikiran umat Islam karena disibukkan dengan perkara-perkara lama yang sesungguhnya sudah tuntas dibicarakan dan difatwakan oleh para ulama sejak berabad-abad yang lalu.d) Perpecahan di kalangan masyarakat karena adanya upaya “perebutan” lahan-lahan dakwah seperti masjid, mushalla, atau sarana pengajian seperti kelompok ta’lim di kantor-kantor atau yang lainnya.e) Munculnya sikap-sikap usil dari orang-orang yang selalu mempermasalahkan amalan orang lain dan menganggap dirinya paling benar.f) Semakin terbukanya peluang bagi setiap orang untuk berijtihad sendiri mengenai al-Qur’an & hadis, sehingga semakin terbuka pula peluang bagi setiap orang untuk berfatwa atau bahkan memiliki mazhab sendiri.g) Munculnya upaya-upaya “menunggangi” umat dalam keadaan konflik seperti ini oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan, baik kepentingan ekonomi, jabatan, maupun politik.h) Kelalaian umat Islam akan hal-hal yang lebih prinsip dan lebih berbahaya seperti: Pornografi & pornoaksi, berkembangnya aliran sesat, perjudian, maksiat & perzinahan, program-program televisi yang merusak mental & moral, serta gaya hidup selebriti yang semakin gencar dibicarakan.i) Munculnya kebencian terhadap para ulama yang telah mengabdikan hidup mereka dengan ikhlas untuk menulis ilmu dalam bentuk “kitab-kitab kuning” demi kemaslahatan umat. Karya-karya mereka hanya dianggap sebagai pendapat-pendapat manusia yang tidak berdasar kepada al-Qur’an & hadis.
No comments:
Post a Comment