KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Wednesday 22 April 2015

WAFATNYA HABIB ALI KWITANG, DIHADIRI RASULULLAH SAW



Kisah Nyata,
Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang) sebelum tiba akhir hayatnya pada tahun 1968 mengalami pingsan selama kurang lebih 40 hari. Beliau hanya berbaring di tempat tidurnya tanpa sadarkan diri. Dalam keadaan itu beliau senantiasa disuapi air zam-zam oleh putranya sebagai pengganti makanan yang masuk ke dalam tubuhnya.
Empat puluh hari kemudian, akhirnya Habib Ali al-Habsyi mulai sadar. Dipanggillah putranya, “Ya Muhammad, antar Abah ke hammam (kamar mandi) untuk bersih-bersih diri.”
Mendengar ucapan ayahandanya seperti itu, Habib Muhammad merasa sangat senang karena ayahnya sudah berangsur sembuh. Diantarlah ayahnya oleh Habib Muhammad ke kamar mandi untuk bersih-bersih diri. Usai Habib Ali al-Habsyi mandi dan berwudhu, beliau duduk di tempat tidurnya dan meminta dipakaikan pakaian kebesarannya yaitu jubah, imamah dan rida’nya. Lalu beliau meminta putranya untuk membacakan qashidah “Jadad Sulaima” yang menjadi kegemaran beliau. Qashidah tersebut adalah karangan guru beliau, yaitu al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi (Shahib Simthud Durar).
“Ya Muhammad, aku lihat Rasulullah sudah hadir. Bacalah qashidah Jadad Sulaima. Lekaslah baca, ayo Bismillah!”, seru Habib Ali.
Mendengar ucapan ayahnya, segera Habib Muhammad membacakan qashidah tersebut sambil menangis dan tidak mampu menyelesaikan qashidah tersebut. Akhirnya yang melanjutkan qashidahnya adalah Habib Husein bin Thaha al-Haddad (ayah dari Kak Diding al-Haddad).
Setelah selesai pembacaan qashidah tersebut, Habib Ali al-Habsyi berkata, “Ya Muhammad, hari apakah ini?”
Habib Muhammad menjawab, “Hari Ahad ya Abah. Jamaah sudah penuh hadir di Majelis.”
Kemudian Habib Ali al-Habsyi kembali berkata, “Ya Muhammad, kirimkan salamku pada seluruh jamaah. Dan pintakan maaf atas diriku pada seluruh jamaah. Pintakan maaf untukku pada mereka. Sesungguhnya diri ini tidak lama lagi, karena sudah datang Rasulullah dan datuk-datuk kita.”
Dengan perasaan sedih yang mendalam, Habib Muhammad pun akhirnya menyampaikan pesan ayahnya pada semua jamaah yang hadir di Majelis Ta’lim Kwitang hari Ahad pagi itu. Tidak lama setelah itu, Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi menghembuskan nafasnya yang terakhir. Sebelum wafatnya, beliau mengajak kepada jamaah yang berada di sekitarnya untuk membaca talqin dzikir “La Ilaha Illallah ”.
Semua yang hadir, termasuk Habib Ali bin Husein Alattas (Habib Ali Bungur), Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, dan para keluarga mengikuti ucapan Habib Ali al-Habsyi yang semakin lama semakin perlahan hingga hembusan nafasnya yang terakhir kali.
Akhirnya al-Habib Ali al-Habsyi wafat di pangkuan al-Habib Ali bin Husein Alattas dalam keadaan berpakaian kebesarannya.
Al-Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi lahir di Jakarta pada hari Ahad 20 Jumadil Ula 1286 H/ 20 April 1870 M, dan wafat hari Ahad 20 Rajab 1388 H/ 13 Oktober 1968 M.

(Kisah ini bersumber dari Ustadz Antoe Djibrel/ Khadim Majelis Ta’lim Kwitang Jakarta yang beliau dapatkan dari Alm. al-Habib Muhammad bin Ali al-Habsyi. Ditulis oleh Muhammad Shafa)
Kisah Nyata: Wafatnya Habib Ali Kwitang yang Dihadiri Rasulullah SAW 

KOTBAH JUM'AT : CARA MENCEGAH MUSIBAH









Hadirin, rohima kumullah.

Allah swt, menganugrahkan kita dengan berpasang - pasangan, ada anugrah namun ada juga musibah.Kedua-duanya diberikan untuk menguji kita, apakah kita kufur atau kita bersyukur, apakah akan menambah iman atau justru berujung pada kekufuran?.
Berbeda dengan anugrah, maka musibah atau bencana pasti kita tidak akan menyukai dan kita akan  berusaha menjauhi.  Bahkan hampir semua doa yg diajarkan oleh Nabi adalah agar kita terhindar dari bencana malapetaka baik yg kecil apalagi yang besar. Rosulullah dalam banyak hadits membimbing dan mengarahkan agar umatnya bisa  menjauhi atau menolak bencana. Andakata pun bencana atau musibah itu tetap kita alami, mudah2an dampaknya tidak sampai menggoncangkan jiwa kita, bahkan sekiraanya bencana itu sampai merenggut nyawa kita, mudah2an keimanan kita tidak ikut sirna.
Diantara amal-amal yang disebut oleh Rosulullah saw. al :

Pertama : adalah Shodaqoh : Ketika Allah swt menciptakan bumi maka bumi ini terus menampakkan kegoncangannya, kalau bumi terus bergoncang, maka tidak ada harapan bumi ini akan bisa dihuni oleh mahluk. Lalu Allah swt menciptakan Gunung sebagai patok dan bumipun tenang. Begita dahsyatnya guncangan bumi ini, maka Malaikat terkagum-kagum dengan gunung yang bisa membuat tenang bumi dari kegoncangan . 
Kemudian bertanya pada Allah, Ya Rab, apakah ada yang lebih hebat dari gunung, ada jawab Allah, itulah besi. Lalu malaikat bertanya lagi, apakah diantara makluk2mu ada yang lebih hebat dari besi? Allah menjawab ada, itulah Api. Apakah ada yang lebih hebat dari Api? ada kata Allah, itulah air, Masih juga para Malaikat bertanya, Adakah diantara mahlukmu ada yang lebih hebat dari air? Allah menjawab ya, Angin. 
Adakah dari mahlukmu yang lebih hebat dari angin? Ya ada, dialah mahluk yang paling gagah diseluruh jagad raya ini, paling kuat, mahluk yang lebih hebat dari gunung, dari besi, dari api, lebih hebat dari air dan lebih hebat dari angin, siapa itu, dialah seseorang yang bersodaqoh dengan ikhlas, ia digambarkan seperti tangan kanan yang memberi sedangkan  tangan kirinya tidak mengetahuai berapa yang telah dia berikan. Demikian yang telah dikabarkan dari Hadits Rosulullah yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi. Syekh Mubarok dalam kitabnya .... menerangkan apabila disuatu kaum atau tempat akan ditimpa bencana, tapi ada orang yang bersedekah dengan ikhlas maka kampung itu akan Allah akan batalkan untuk menurun bencananya. 

Hadirin, rohima kumullah,
dikalangan para ulama terkenal ada pepatah, sodaqotul karim ... tadfangunganil,bala ..  sodaqoh yang sedikit saja akan mampu menghalau begitu banyak musibah, bala, apalagi sodaqoh yang banyak atau sodaqoh yang besar. insyaallah akan menghalau bencana sebesar apapun 

Kedua Sholat ; Ada sahabat Nabi seorang pria tunanetra memohon pada Nabi untuk mendoakan kesembuhan penyakit matanya, lalu Nabi menuntun dan mengarahkan pria tersebut untuk berwudhu dengan benar dan sempurna, lalu sholat wudhu 2 rokaat,  kemudian Nabi mengajarkannya sebuah doa khusus. Setelah beberapa waktu matanya sembuh bisa melihat kembali. Doa itu adalah, doa yang di jadikan dalil oleh ulama2 sebagai kebolehan bertawasul kepada Baginda Rosulullah saw. Allahumma inni Asaluka, watawajahu 

Ketiga, Zikir pada Allah swt; Dalam hadits Imam al-Misry dikatakan manzakarolloha hafidzohulloha mingkulli syaiin... barangsiapa yng berzikir pada Allah, maka akan dilindungi dia dari segala petaka dan bencana
Ke empat, menjauhi maksiat dan taat pada Allah swt. menjaga batas batas yang Allah tetapkan dan tidak melanggarnya. Sayidina Abbas bercerita bahwa Rosulullah bersabda “ wahai anakku, Jaga seluruh larangan-larangan allah laksanakan seluruh perintah2nya, maka engkau akan di jaga dilindungi oleh allah swt, jaga semua perintah allah laksanakan perintah allah dan jauhkan larangan allah, maka semua itu akan mampu mengnghalau musibah dan petaka.

Kelima, Bersholawat pada baginda Rosul, ada Ubay, seorang sahabat yang punya rutinitas berdoa, dalam satu kali duduk ia bisa berdoa selama satu jam. kemudian di berkonsultasi pada Rosulullah saw. memohon bimbingan Nabi, beliau memohon untuk memasukkan unsur sholawat dalam rangkaian doa2nya, ketika dia bertanya ya Rosulullah bolehkan aku memasukkan sholawat 1/4 dari doa2ku? Nabi menjawab, baik. Tapi bila engkau tambah, itu akan lebih baik. 
Kalo begitu aku masukan sholawat 1/2 dari doaku bagaimana ya Rosulullah? Jawah Raosulullah, baik, tapi kalau engkau tambah, itu akan lebih baik lagi. ,Kalau begitu 2/3 doaku isisnya sholawat padamu, bagaiman ya Rosulullah? Jawab nabi Baik, tapi kalau kau tambah, akan jauh lebih baik. 
Maka si Ubah itu mempunyai kesimpulan dan berkata, Kalau begitu akan aku jadikan dseluruh doa2ku adalah sholawat kepadamu Lalu nabi menjawab, “ karena kau jadikan doa2mu itu bersholawat kepadaku, Maka engkau akan dilindungi dari malapetaka dan bahaya, doa2mu dikabul oleh allah swt, dan dosa2mu akan dampuni oleh allah swt.
Ke enam, Terakhir, Berdoa pada Allah semampu yang kita bisa dan sekhusyu yang bisa kita lakukan, kanjeng Rosul menganjurkan agar kita berdoa dengan penuh keyakinan bahwa Allah akan mengabulkan doa-doa kita. udngunii astajib laqum. Mintalah padaku, pasti aku kabulkan. dan salah satu doa kita adalah agar dijauhkan dari malapetaka dan bencana. 
Ibnu Qayyim al jauzi sebagaimana dikutip dalam La Tahzan oleh ... ketika bicara tentang doa,memaparkan ada seorang shaleh dimasa Tabiin, beliau akan mengadakan perjalan ke negeri Syam, pulang dari negri Syam dihadang oleh perampok yang bukan hanya mengambil harta bendanya tapi juga akan mengambil nyawanya. 
Beruntung ketika perampok memberinya izin untuk menunaikan sholat, dia sholat 4 rokaat, lalu dia memohon kepada Allah dengan sedikit memaksa dalam doanya ia kutip dari surat an-Naml 86 : .... tiba tiba datang seseorang dengan berkuda berpakaian putih dan begitu cepat menghunus kan pedangnya ke perampok tadi maka matilah perampok itu, lalu pria yang berkuda itu turun dan menghapiri pria yang shaleh tadi, lalu berkata bahwa aku adalah malaikat yang diutus oleh Allah untuk menolong hambanya yang sedang kepepet yang sedang dihadang oleh persoalan berat.  

Hadirin Rohima kumullah

Dalam al Quranul karim, banyak ditemukan keterangan bahwa para Nabi memohon pada Allah saat menghadapi kesusahan dan banyak persoalan, salah satu yang sering dikemukakan oleh para ulama dan ustadz adalah  doanya Nabi Yunus as. Ketika beliau berada dalam kegelapan di dalam perut ikan, lalu beliau memohon pada Allah, dengan membaca Laa ilaha ila anta, subhaanak inni kuntu, minadzoolimin. 
Lalu Allah selamatkan. dan Allah menjamin siapa yang memohon pada Allah dengan membaca doa itu, dengan khusyu, dan tanpa memasukkan makanan haram dalam perutnya, pasti allah kabulkan dan diselamatkan dari kesulitan2, wakazalika munzil muminiin. Mudah2an memberikan kekuatan lahir bathin pada kita, Allah limpahkan anugrah pada kita dengan limpahan anugerah yang barokah, dalam hidup kitan semoga allah menghindari kita dari segala macam bencana, baik bencana lahir maupun bathin, jasmani maupun rohani. Allah kuatkan iman kita untuk menghadapi bencana yang  sehebat apapun, 

Amin ya Robbal alamin.








Thursday 16 April 2015

CARA SHOLAT TOLAK BALA



Shalat sunnah Lidaf’il Bala’ artinya adalah shalat sunnah untuk menolak atau mencegah dari berbagai bala yang akan menimpa kita. Oleh karena itu setiap hari kita dianjurkan untuk melakukannya pada waktu yang tidak ditentukan atau kapan saja selain pada waktu karahah (waktu yang dilarang untuk melakukan shalat sunnah).
Dalam Kitab Khozinatul Asror halaman 39, terdapat hadist shahih dari Abi Ali Hasim bahwa Rasulullah saw bersabda,
“idzaa ashobatkum mushibatun aw najalat bikum faaqotun fatawadhouu wa sholuu arbaa rakaatin wayaquulu ba’dahaa ad-du’a faraja Allahu bikum..”
Artinya : “Apabila menimpa kamu semua suatu musibah atau bala maka berwudlulah dan shalatlah 4 rakaat dan setelahnya berdoalah maka Allah akan melepaskan dari semua itu..”
Di dalam kitab Al-Jawahir al-Khomsi dan juga kitab Kanzunnajah, Syekh al-Kamil Fariduddin Sakarjanji menyatakan,
“Saya telah melihat dalam aurad Al-Khawaja Mu’inuddin qs, sesungguhnya dalam tiap tahun Allah swt menurunkan 320.000 bala’ penyakit dan seluruhnya pada hari Rabu akhir di bulan Shafar. Maka hari tersebut merupakan hari yang tersusah dari hari-hari yang lain dalam satu tahun”.
Maka berdasarkan hadits nabi diatas, serta referensi dari para ulama ‘arif billah yang terdapat dalam kitab-kitab mu’tabarah tersebut, syaikh mursyid kita kemudian mengeluarkan bimbingan irsyad berupa Shalat Sunnah Lidaf’il Bala setiap hari Rabu terakhir di bulan Shafar. Pada tahun ini pelaksanaannya insya Allah bertepatan pada tanggal 17 Desember 2014.
Tata cara shalat sunnah Lidaf’il Bala berdasarkan keterangan yang tercantum dalam kitab al-Jawahir al-Khomsi halaman 51-52, dilaksanakan pada waktu pagi hari Rabu terakhir di bulan Shafar (setelah shalat sunnah Isyraq, Isti’adzah dan Istikharah), sebanyak 4 rakaat 2 kali salam. Niatnya:
niat lidafilbala
Setiap rakaat ba’da Al-Fatihah membaca:
– Surat al-Kaustar 17 kali,
– Surat al-Ikhlash 5 kali,
– Surat al-Falaq dan an-Nas masing-masing 1 kali
Setelah salam lalu membaca istighfar berikut ini:
istighfar1
Artinya:
Saya memohon ampun kepada Allah Yang Maha Agung. Saya mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah. Tuhan Yang Hidup terus dan berdiri dengan sendiri-Nya. Saya mohon taubat selaku seorang hamba yang banyak berbuat dosa, yang tidak mempunyai daya upaya apa-apa untuk berbuat mudharat atau manfaat untuk mati atau hidup maupun bangkit nanti.
Dilanjutkan dengan membaca Do’a Lidaf’il Bala berikut ini:
doa1
Artinya:
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Wahai Yang Maha Kuat, wahai Yang Maha Menempatkan. Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dengan kalimat-Mu yang sempurna dari angin merah dan dari penyakit yang besar di jiwa, darah, daging, tulang dan urat. Maha Suci Engkau apabila memutuskan sesuatu hanyalah berkata kepadanya, “Jadilah” maka “jadilah ia”, Allah Maha Besar…3x…, dengan rahmat-Mu wahai Yang Maha Penyayang diantara penyayang.

KESABARAN ULAMA YANG MENAKJUBKAN



Diterjemahkan oleh Abu Hudzaifah Al Atsary dari kitab: ‘Aasyiqun fi Ghurfatil ‘amaliyyaat, oleh Syaikh Muh. Al Arify.
Abu Ibrahim bercerita:
Suatu ketika, aku jalan-jalan di padang pasir dan tersesat tidak bisa pulang. Di sana kutemukan sebuah kemah lawas… kuperhatikan kemah tersebut, dan ternyata di dalamnya ada seorang tua yang duduk di atas tanah dengan sangat tenang…
Ternyata orang ini kedua tangannya buntung… matanya buta… dan sebatang kara tanpa sanak saudara. Kulihat bibirnya komat-kamit mengucapkan beberapa kalimat..
Aku mendekat untuk mendengar ucapannya, dan ternyata ia mengulang-ulang kalimat berikut:
الحَمْدُ لله الَّذِي فَضَّلَنِي عَلَى كَثِيْرٍمِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً ..الحَمْدُ لله الَّذِي فَضَّلَنِي عَلَى كَثِيْرٍمِمَّنْ خَلَقَ تَفْضِيْلاً .. ..
Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia… Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia…
Aku heran mendengar ucapannya, lalu kuperhatikan keadaannya lebih jauh… ternyata sebagian besar panca inderanya tak berfungsi… kedua tangannya buntung… matanya buta… dan ia tidak memiliki apa-apa bagi dirinya…
Kuperhatikan kondisinya sambil mencari adakah ia memiliki anak yang mengurusinya? atau isteri yang menemaninya? ternyata tak ada seorang pun…
Aku beranjak mendekatinya, dan ia merasakan kehadiranku… ia lalu bertanya: “Siapa? siapa?”
“Assalaamu’alaikum… aku seorang yang tersesat dan mendapatkan kemah ini” jawabku, “Tapi kamu sendiri siapa?” tanyaku.
“Mengapa kau tinggal seorang diri di tempat ini? Di mana isterimu, anakmu, dan kerabatmu? lanjutku.
“Aku seorang yang sakit… semua orang meninggalkanku, dan kebanyakan keluargaku telah meninggal…” jawabnya.
“Namun kudengar kau mengulang-ulang perkataan: “Segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia…!! Demi Allah, apa kelebihan yang diberikan-Nya kepadamu, sedangkan engkau buta, faqir, buntung kedua tangannya, dan sebatang kara…?!?” ucapku.
“Aku akan menceritakannya kepadamu… tapi aku punya satu permintaan kepadamu, maukah kamu mengabulkannya?” tanyanya. “Jawab dulu pertanyaanku, baru aku akan mengabulkan permintaanmu” kataku.
“Engkau telah melihat sendiri betapa banyak cobaan Allah atasku, akan tetapi segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia… bukankah Allah memberiku akal sehat, yang dengannya aku bisa memahami dan berfikir…? Betul” jawabku. lalu katanya: “Berapa banyak orang yang gila?”
“Banyak juga” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas banyak manusia” jawabnya. “Bukankah Allah memberiku pendengaran, yang dengannya aku bisa mendengar adzan, memahami ucapan, dan mengetahui apa yang terjadi di sekelilingku?” tanyanya.“Iya benar”, jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tsb” jawabnya.
“Betapa banyak orang yang tuli tak mendengar…?” katanya. “Banyak juga…” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tsb”, katanya. “Bukankah Allah memberiku lisan yang dengannya aku bisa berdzikir dan menjelaskan keinginanku?” tanyanya.
“Iya benar” jawabku. “Lantas berapa banyak orang yang bisu tidak bisa bicara?” tanyanya. “Wah, banyak itu” jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tsb” jawabnya.“Bukankah Allah telah menjadikanku seorang muslim yang menyembah-Nya… mengharap pahala dari-Nya… dan bersabar atas musibahku?” tanyanya.
“Iya benar” jawabku. lalu katanya: “Padahal berapa banyak orang yang menyembah berhala, salib, dan sebagainya dan mereka juga sakit? Mereka merugi di dunia dan akhirat. ”Banyak sekali”, jawabku. “Maka segala puji bagi Allah yang melebihkanku di atas orang banyak tsb” katanya.
Pak tua terus menyebut kenikmatan Allah atas dirinya satu-persatu… dan aku semakin takjub dengan kekuatan imannya. Ia begitu mantap keyakinannya dan begitu rela terhadap pemberian Allah…
Betapa banyak pesakitan selain beliau, yang musibahnya tidak sampai seperempat dari musibah beliau… mereka ada yang lumpuh, ada yang kehilangan penglihatan dan pendengaran, ada juga yang kehilangan organ tubuhnya… tapi bila dibandingkan dengan orang ini, maka mereka tergolong ‘sehat’. Pun demikian, mereka meronta-ronta, mengeluh, dan menangis sejadi-jadinya… mereka amat tidak sabar dan tipis keimanannya terhadap balasan Allah atas musibah yang menimpa mereka, padahal pahala tersebut demikian besar…
Aku pun menyelami fikiranku makin jauh… hingga akhirnya khayalanku terputus saat pak tua mengatakan: “Hmmm, bolehkah kusebutkan permintaanku sekarang… maukah kamu mengabulkannya?”“Iya.. apa permintaanmu?” kataku.
Maka ia menundukkan kepalanya sejenak seraya menahan tangis.. ia berkata: “Tidak ada lagi yang tersisa dari keluargaku melainkan seorang bocah berumur 14 tahun… dia lah yang memberiku makan dan minum, serta mewudhukan aku dan mengurusi segala keperluanku… sejak tadi malam ia keluar mencari makanan untukku dan belum kembali hingga kini. Aku tak tahu apakah ia masih hidup dan diharapkan kepulangannya, ataukah telah tiada dan kulupakan saja… dan kamu tahu sendiri keadaanku yang tua renta dan buta, yang tidak bisa mencarinya…”
Maka kutanya ciri-ciri anak tersebut dan ia menyebutkannya, maka aku berjanji akan mencarikan bocah tersebut untuknya… Aku pun meninggalkannya dan tak tahu bagaimana mencari bocah tersebut… aku tak tahu harus memulai dari arah mana…
Namun tatkala aku berjalan dan bertanya-tanya kepada orang sekitar tentang si bocah, nampaklah olehku dari kejauhan sebuah bukit kecil yang tak jauh letaknya dari kemah si pak tua. Di atas bukit tersebut ada sekawanan burung gagak yang mengerumuni sesuatu… maka segeralah terbetik di benakku bahwa burung tersebut tidak lah berkerumun kecuali pada bangkai, atau sisa makanan.
Aku pun mendaki bukit tersebut dan mendatangi kawanan gagak tadi hingga mereka berhamburan terbang.
Tatkala kudatangi lokasi tersebut, ternyata si bocah telah tewas dengan badan terpotong-potong… rupanya seekor serigala telah menerkamnya dan memakan sebagian dari tubuhnya, lalu meninggalkan sisanya untuk burung-burung… Aku lebih sedih memikirkan nasib pak tua dari pada nasib si bocah…Aku pun turun dari bukit… dan melangkahkan kakiku dengan berat menahan kesedihan yang mendalam…
Haruskah kutinggalkan pak Tua menghadapi nasibnya sendirian… ataukah kudatangi dia dan kukabarkan nasib anaknya kepadanya? Aku berjalan menujuk kemah pak Tua… aku bingung harus mengatakan apa dan mulai dari mana?
Lalu terlintaslah di benakku akan kisah Nabi Ayyu ‘alaihissalaam… maka kutemui pak Tua itu dan ia masih dalam kondisi yang memprihatinkan seperti saat kutinggalkan. Kuucapkan salam kepadanya, dan pak Tua yang malang ini demikian rindu ingin melihat anaknya… ia mendahuluiku dengan bertanya: “Di mana si bocah?”
Namun kataku: “Jawablah terlebih dahulu… siapakah yang lebih dicintai Allah: engkau atau Ayyub ‘alaihissalaam? “Tentu Ayyub ‘alaihissalaam lebih dicintai Allah” jawabnya. “Lantas siapakah di antara kalian yang lebih berat ujiannya?” tanyaku kembali. “Tentu Ayyub…” jawabnya.
“Kalau begitu, berharaplah pahala dari Allah karena aku mendapati anakmu telah tewas di lereng gunung… ia diterkam oleh serigala dan dikoyak-koyak tubuhnya…” jawabku.
Maka pak Tua pun tersedak-sedak seraya berkata: “Laa ilaaha illallaaah…” dan aku berusaha meringankan musibahnya dan menyabarkannya… namun sedakannya semakin keras hingga aku mulai menalqinkan kalimat syahadat kepadanya… hingga akhirnya ia meninggal dunia. Ia wafat di hadapanku, lalu kututupi jasadnya dengan selimut yang ada di bawahnya… lalu aku keluar untuk mencari orang yang membantuku mengurus jenazahnya…
Maka kudapati ada tiga orang yang mengendarai unta mereka… nampaknya mereka adalah para musafir, maka kupanggil mereka dan mereka datang menghampiriku… Kukatakan: “Maukah kalian menerima pahala yang Allah giring kepada kalian? Di sini ada seorang muslim yang wafat dan dia tidak punya siapa-siapa yang mengurusinya… maukah kalian menolongku memandikan, mengafani dan menguburkannya? “Iya..” jawab mereka.
Mereka pun masuk ke dalam kemah menghampiri mayat pak Tua untuk memindahkannya… namun ketika mereka menyingkap wajahnya, mereka saling berteriak: “Abu Qilabah… Abu Qilabah…!!”
Ternyata Abu Qilabah adalah salah seorang ulama mereka, akan tetapi waktu silih berganti dan ia dirundung berbagai musibah hingga menyendiri dari masyarakat dalam sebuah kemah lusuh… Kami pun menunaikan kewajiban kami atasnya dan menguburkannya, kemudian aku kembali bersama mereka ke Madinah…
Malamnya aku bermimpi melihat Abu Qilabah dengan penampilan indah… ia mengenakan gamis putih dengan badan yang sempurna… ia berjalan-jalan di tanah yang hijau… maka aku bertanya kepadanya: “Hai Abu Qilabah… apa yang menjadikanmu seperti yang kulihat ini?” Maka jawabnya: “Allah telah memasukkanku ke dalam Jannah, dan dikatakan kepadaku di dalamnya:
( سلام عليكم بما صبرتم فنعم عقبى الدار )
Salam sejahtera atasmu sebagai balasan atas kesabaranmu… maka (inilah Surga) sebaik-baik tempat kembali
Kisah ini diriwayatkan oleh Al Imam Ibnu Hibban dalam kitabnya: “Ats Tsiqaat” dengan penyesuaian.
Abdul Latif

KH. HASYIM ASY'ARI MENGGENDONG NABI HIDIR AS.



KH. Hasyim Asy'ari Jombang

KH. HASYIM ASY'ARI MENGGENDONG NABI HIDIR AS.
Suatu ketika Mbah Yai Kholil Bangkalan berada di dalam Ponpes yang diasuhnya, dan pada saat itu hujan turun dengan derasnya di daerah Bangkalan kota..
Tampak dari kejauhan seseorang tua lumpuh yang berada ditengah hujan dan terlihat dari mukanya orang tersebut hendak menemui Mbah Yai Kholil, karena seperti yang kita ketahui kediaman Mbah Yai Kholil tidak pernah sepi dari tamu yang hendak mengambil berkah kepada beliau.
Melihat dan mengetahu hal tersebut, bertanyalah Mbah Yai Kholil kepada para santrinya;
“Wahai santriku adakah diantara kalian yang mau menggendong dan membawa tamu diluar tersebut menemui diriku?”.
“Biar Saya saja Mbah Yai “ Jawab seorang santri dengan takdzimnya.
Mbah Yai Kholil :“Baiklah cepat kamu bawa orang orang tua itu kesini”
(santri muda tersebut dengan patuh keluar membawa tamu Mbah Yai Kholil, karena terlihat lemah, santri muda tersebut menggendong tamu tua tersebut menemui Mbah Yai Kholil dengan menerobos hujan dan susah payah tamu itu di gendongnya).
Mbah Yai Kholil menemui tamu tua tersebut entah apa yang di bicarakannya dan terlihat sangat akrab seperti teman lama. Selang tidak berapa lama rupanya percakapan mereka telah usai sudah, Mbah Yai Kholil datang dan bertanya lagi.
“Wahai santriku siapakah diantara kalian yang mau membantu orang tua ini untuk kembali pulang?”
Biar saya Mbah Yai : jawab santri yang membawa orang tua tersebut dengan takdzim, mendahului kawan2 santrinya yang lain.
(Santri muda tersebut dengan patuh mengendong orang tua tersebut keluar pondok dengan hati-hati sesuai dengan perintah Mbah Yai Kholil)
Setelah santri tersebut keluar pondok Mbah Yai Kholil berkata:
“Wahai santri-santriku saksikanlah bahwa ilmuku telah di bawa santri itu (santri yang membawa dan mengendong orang tua renta tsb).
(Ternyata yang di bawa oleh santri tersebut adalah Nabiyullah Khidir yang sowan dan bersilaturahim kepada Mbah Yai Kholil Bangkalan Madura, dan santri yang menggendong Nabiyullah Khidir tersebut adalah KH. Hasyim Asy’ari Jombang, yang mewarisi keilmuam Mbah Yai Kholil Bangkalan).
Wallahua'lam