Bismillaahirrohmaanirrohim
Allah Swt menciptakan alam semesta, menciptakan bumi dengan keaneka ragaman hayati. Allah Swt menciptakan bukit dan gunung, menciptakan pepohonan yang mempunyai jenis yang bermacam-macam; berkulit halus, kasar, berduri, berwarna-warni dengan segala bentuk dan rasa buah-buahannya. Satu sama lain mempunyai perbedaan, ada yang serupa tapi tak sama; manis, pahit, asam, ketir, dan lainnya. Bumi dihiasi pula dengan aliran-aliran sungai besar dan sungai yang kecil memancang, berupa-rupa kelokan, panjang dan luasnya, airnyapun mempunyai banyak kandungannya. Gunung-gunung tegak-tegap memancang, ada yang aktif berapi ada yang tidak.
Laut terhampar diatas bumi adakalanya tinggi lautnya disuatu daerah lebih tinggi dari daratan seperti yang terjadi di beberapa daerah. Walaupun sama asinnya jelas berbeda, penghuni lautan dan daratan juga beraneka ragam. Semua itu bukan sebatas hiasan pemandangan alam, tetapi juga untuk direnungkan dan di pikirkan. Karena ilmu Allah yang diberikan pada makhluknya berbeda-beda dan memiliki keutamaan yang berbeda pula. Pertanyaannya sejauhmana kita bisa menggapai ilmu yang ada pada setiap yang diciptakan oleh Allah. Kita hanya mampu berucap Subhanallah.
Apalagi kita mau melihat lebih jauh aau mengerti lebih jauh apa yang ada dalam perut bumi. Secara kasat mata kita tidak bisa melihatnya dimana didalamnya (peut bumi) terdapat palung-palung, gunung-gunung kecil didalamnya tedapat kantong-kantong gas, minyak dan kekayaan alam lainnya. Dengan ilmullah (ilmu Allah yang diberikan pada manusia) serta mendapat kemampuan yang dengannya kita dapat menguak apa yang ada dalam perut bumi, bahkan bisa kita ambil seperti minyak, biji besi, tembaga, kuningan, emas, perak dan bau-batu berharga.
Dan bagaimana peranan gunung berapi yang bersumberkan dari sekian kilometer yang menghubungkan daratan dengan lautan. Dan mampu menyedot air laut melalui lapisan-lapisan bumi yang sangat rapi yang dikelola oleh gunung berapi tersebut memproduksi air tawar, belerang, kandungan besi adapula yang memproduksi lumpur yang cukup mempunyai kandungan garam seperti di Purwodadi. Tak salah ini menjadi nilai tambah bagi pendapatan penduduk sekitar.
Sekali lagi saya ucapkan Subhanallah (Maha Suci Allah).
Akan tetapi kita mengerti dan meyakini selain Yang Maha dalam segalasifatNya dan tiada sekutu BagiNya, selain Dia adalah makhluk, tempatnya segala kekurangan. Sadar atau tidak.
Kita semua (yang bernyawa ataupun tidak) berikhtiar untuk mengurangi segala kekurangan, pohon-pohon dengan akarnya berusaha untuk menghidupi dirinya begitu pula makhluk lainnya selain ppepohonan. Dan banyak sekali diantara satu sama lain yang terkait dalam menjalani kehidupan. Ketika kita kepanasan ingin mencari penyejuk –semisal ketika kita ditengah pesawahan- mencari peneduh seperti pohon yang rindag serta lebat daunnya serta dahannya, banyak rantingnya dan rindang daunnya.
Dengan langkah kaki kita, kita mau tidak mau dengan suka rela datang ke pohon tersebut. Demikian pula pohon yang kita teduhi tersebut ingin berteduh (perlindungan) pada manusia; ingin diramut, dipelihara dan disirami air. Namun apabila bumi ini menjadi pereka diantara satu sama yang lain. Umpamanya manusia, pohon atau makhluk hidup lainnya memerlukan menu yang cukup untuk memenuhi kebutuhan asupan giji.
Kita jarang atau bahkan tidak menyadari keadaan saling membutuhkan itu, dari sebab kesalahan itu akan menambah kerapuhan bumi. Dan membuka pori-pori daya serap yang lebih tertutup sehingga filter yang ada dalam tubuh bumi tiada mampu mengantisipasi.
Maka efeknya adalah tumbuhan atau ekosistem yang ada diatasnya akan mengalami kerusakan, tak ubahnya bilamana lapisan ozon telah rusak maka kebocoran ozon itu akan menyebabkan tumbuhan akan menimbulkan panas yang tidak normal. Dari akibat itu daya tarik matahari yang meningkat terhadap air lau bisa lebih tinggi disamping akan semakin cepat mencairnya gunung-gunung es di kutub.
Maka untuk mengantsipasi sepaya daya serap bumi terhadap air laut perlu dijaga kebersihan panai-pantai. Kebersihan pantai dari sampah-sampah akan membantu pertumbuhan butir-butir bumi serta akan menyebabkan bumi semakin sehat.
Begitupula curah hujan lebih dari hitungan masa kemarau atau musim hujan. Dengan menjaga bumi dari segala kotoran atau limbah, akan sangat membantu, pohon-pohonan dan mentralisir daya serap daun-daunan dari pengaruh ultraviolet. Maka termasuk ikhtiar secara batiniyyah adalah dengan mengembangkan dzikir dan tasbih dengan cara penghijaun atau reboisasi bumi. Karena setiap tumbuhan khususnya dedaunan membaca tasbih kepada Allah. Tasbihnya tersebut menjadi sebab turunnya rahmat dari Allah kepada lingkungannya dimana pohon atau tumbuhan itu berada.
Dari itu yang bertasbih bukan saja pohon-pohonan, batu kerikil, pasir, semua bertasbih kepada Allah Swt.
Saya mengambil satu hadis riwayat Ibnu Abbas yang disepakati kesahihannya. Redaksi hadisnya demikian:
أنه مر بقبرين يعذبان فقال : إنهما ليعذبان وما يعذبان في كبير أما أحدهما فكان لا يستتر من البول وأما الآخر فكان يمشي بالنميمة ثم أخذ جريدة رطبة فشقها نصفين ثم غرز في كل قبر واحدة فقالوا : يا رسول الله لم صنعت هذا ؟ فقال : لعله يخفف عنهما ما لم ييبسا .
متفق عليه رواه البخاري ومسلم وغيرهما
ketika baginda Nabi Muhammad Saw melewati pekuburan Nabi mendengar dua penghuni kubur sedang menangis, lalu Rasulullah menebas pelapah kurma, pelapah itu kemudian ditancapkanoleh Rasulullah Saw diatas pusara kedua kubur tersebut. Kemudian yang menangis didalam kubur tersebut diam. Bertanya sahabat; ‘apakah maksudnya pelapah kurma ditancapkan dipusara tersebut. Rasulullah menjawab; ‘selagi pelapah kurma iu belum kering, pelapah it uterus membaca tasbih kepada Allah. Dari sebab tasbihnya, Allah Taala menurunkan rahmat’.
Maka dari sebab tasbihnya pelapah dan dedaunan yang ada pada pelapah tersebut orang yang didalam kubur telah mendapat rahmatnya Allah Taala, tiada musibah yang paling besar untuk setiap manusia, sebelum dipadang makhsar selain adzab kubur.
Dari sebab daun tersebut bisa meringankan siksa kubur, ini yang membuat saya takjub, subhanallah!
Kita kembali kepada diri kita kalau mau bertafakur; seandainya penghijauan dari mulai tepian pantai dan mau mengerti apa yang senarnya ada pada pohon-pohonan tersebut insya Allah kita akan dijauhkan dari segala cobaan, terutama diakhirat nanti. Tapi tidak bisa dielakan dan dipungkiri ladang untuk akhirat nanti adalah didunia ini. Ternyata yang memerlukan kebersihan batin, bukan manusia saja, akan tetapi termasuk juga bumi, dan ekosistem diatasnya. (18/01) [Tsi]
Mengenal Sifat Para Kekasih Allah
Wali adalah hamba-hamba yang dicintai oleh Allah Swt. Mereka diangkat menjadi wali bukan karena ibadah mereka ditujukan untuk itu, akan tetapi karena ketaatan dan keiklasannya dalam beribadah. Mereka melakukan ibadah semata-mata karena kesadaran sebagai hamba Allah. Maka mereka mengerti maqomat ubudiyah, dan mengerti ilmu ke-Tuhanan.
Dengan semakin meningkatnya mereka mengenal Allah maka mereka semakin sadar akan kehambaan mereka. Mereka adalah teladan bagi kita semuanya. Sifat-sifat mereka disebutkan oleh Allah dalam Al Quran (Yunus: 62-63):
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ * الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ
“Ketahuilah sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran pada mereka dan tidak pula mereka bersedih hati, iaitu orang-orang yang beriman dan mereka senantiasa bertaqwa”
Ketahuilah bahwa Aulia (para Wali Allah), tidak punya rasa takut kecuali terhadap Allah ta'alaa, karena tidak sekedar kadar keimanannya, dan tidak pula setengah-setengah keimanan dan keyakinannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Tadhoru-nya, ibadahnya, syukurnya, roja’nya itulah yang menjadikan mereka sempurna dalam kehambaannya. Yang kedua mereka tidak mempunyai rasa takut selain pada Allah Swt, karena mereka itu adalah الَّذِينَ آمَنُوا وَكَانُوا يَتَّقُونَ , orang-orang yang beriman.
Tidak sedikitpun mengambil atsar (merasa ada yang bisa member efek psoitif danalam mendatangkan kebaikan atau menolak keburukan) dari sesuatu selain Allah. Beliau-beliau bisa membedakan mana dorongan nafsunya, mana dorongan imannya. Beliau-beliau tidak tertipu dengan nafsunya sendiri, apalagi oleh Syaithan,
Beliau-beliau sangat menjauhi kesyirikan, syirik kecilpun sangat mereka hindari. Misalkan disuatu subuh turun hujan, adzan berkumandang hingga sholat tidak ada yang keluar untuk berjamaah. Setelah selesai sholat dia ngomong; ‘subuh-subuh di undang sholat sama Allah malah pada tidur’. Tanpa dia sadari dia sudah terperosok pada syirik kecil, bangga dengan amalnya dan mengecilkan yang lain. Padahal yang lain ada yang bekerja hingga larut malam, ada yang sakit, berat untuk bangun subuh awal.
Demikian pula ketika kita datang kesuatu daerah untuk ceramah, tuan rumah mengatakan kalau di daerah itu masih banyak orang yang meminum minuman keras. Pada waktu naik ke panggung dia ngomong; ‘ masa disini masih banyak orang minum..’ dengan nada marah. Dia naik ke podium dengan amarah bukan dengan kasih sayang untuk menyadarkan orang lain. Tanpa sadar dia telah mendahulukan amarahnya. Ibarat seorang tuan rumah yang menyuruh atau mempersilahkan minum kopi yang dihidangkan padahal kopinya sangat panas. Tapi jika mubaligh itu bisa memahami dan menguasai nafsunya maka akan menyampaikan dengan lemah lembut. Ibarat menyuruh minum kopi itu, menunggu setelah dingin dahulu. Karena dalam al Quran sendiri pelarangan dan penyadaran minum khomer itu secara bertahap. Tapi jika panas (mubaligh) dan panas (pendengar; karena tersinggung) apa jadinya dakwah itu.
Nah para wali-wali Allah Swt tidak mungkin seperti itu. Para beliau paham mana dorongan nafsu dan mana dorongan kasih sayang atau niatan taat kepada Allah. Nafsu itu menurut imam Qusyairi ibara anak kecil, waktu masih kecil kencing sembarangan tetap lucu dan menggemaskan, membuat kita tertawa tetapi ketika makin tumbuh besar usia 6 tahun kencing sembarangan kan membuat ibunya marah.
Selanjutnya yang membuat mereka diangkat oleh Allah menjadi wali karena mereka selalu ingat pada Allah Swt. Nafsu itu jika dituruti akan terus meminta lebih. Jadi para wali-wali Allah sangat menjauhi ajakan nafsu itu.
Nah para wali Allah itu sendalnya saja tidak pernah maksiat apalagi kakinya, kalau kita kaki kita terperosok kejurang maksiat apalagi sendalnya. Itu pengandaian saja bagaimana beliau-beliau bisa menahan diri dari menuruti nafsu.
Para aulia menjaga matanya karena merasa disaksikan terus oleh Allah Swt, hatinya tidak pernah suudzon. Para wali-wali Allah lalai lupa sama Allah sekejap saja belia-beliau wajib taubat. Mata dan mulut itu yang pertam kali busuk saat orang meninggal dunia.
Kunci berikutnya adalah taat kepada orang tuanya, sekalipun orang tua kita bodoh, beda agama sekalipun selama memberitahukan yang baik, ya ikuti. Jangan mentang-mentang beda agama kita bertindak sembarangan. Walaupun beda agama orang tua yang melahirkan kita tetap harus kita hormati. Lebih-lebih seagama. Termasuk mertua sekalipun.
Lihat seperti kisah Uwaisy Al Qarny, kenapa beliau di angkat menjadi wali. Karena taatnya beliau pada orang tua samapai beliau itu hidup pada jaman Nabi tapi beliau tidak pernah bertemu dengan Nabi Saw, karena kesibukannya mengurus ibunya yang sakit, dan siangnya beliau menggembala kambing. Bahkan beliau pernah menggendong ibunya dari Yaman sampai baitillah Al Haram untuk melakukan ibadah haji. Ditempat yang lain Rasulullah Saw, mewasiatkan kepada Sahabat Abu Bakar untuk menyampaikan salam dan memberikan gamis dan mengamanatkan Sahabat Abu Bakar untuk memintakan doa dari Uwais. Bayangkan Rasulullah Saw sangat tawadhu’nya meminta doa dari Uwais, seoang makhluk paling utama, dan para penghulu dari para Nabi. Meminta doa yang hakikatnya untuk umat, karena beliau sendiri sudah lebih-lebih. Ini pelajaran untuk kita agar rendah hati.
Pada masa Sahabat Abu Bakar belum bisa ditemukan, dan amanat Rasulullah Saw itu baru bisa disampaikan pada masa Sahabat Umar menjadi Khalifah, beliau sendiri dan Sayidina Ali yang menyampaikan salam dan titipan Rasulullah Saw itu. Karena dalamnya ma’rifatnya Uwais Al Qarni beliau mengenal siapa saja yang datang menghapirinya; katanya: Asalam Alaik Umar bin Khatab amirul mukminin, asalam alaika Amirul Mukminin Arabi’ Ali bin Abi Thalib. Itu Karena dalamnya ma’rifatnya beliau padahal belum pernah saling bertemu. Karena taatnya pada orang tua Uwais kenal dengan Allah. Karena taatnya pada orang tua Uwais diangkat menjadi wali, bahkan sayid at tabiin. Karena taat dan hormatnya Uwais sampai mendapatkan gamisnya (pakaian) dari Rasulullah Saw Padahal tidak pernah bertemu Beliau SAW
Yang kedua adalah taat Uwais kepada gurunya yang mengenalkan dirinya kepada Allah Ta'alaa. Guru yang menuntuk menjauhkan dari kesyirikan. Mana yang menjadi sifat Allah dan mana yang bukan, dan guru yang mengenalkan pada mana yang halal dan mana yang haram. Dan beliau khidmah pada gurunya sehingga menjadi wali. Kita membaca dan mengaji tentang wali dalam kitab ini bukan untuk menjadi wali tapi untuk meniru mereka, dalam tingkah laku. Mudah-mudahan kita mendapatkan keberkahan doa belia-beliau, dan juga keturunan-keturunan kita semua. Inysa Allah doa yang kita mohonkan pada Allah pada akhir majlis akan di Ijabah oleh Alla Swt. Wallah A’lam. (Fdi/Tsi)
Peran Thoriqoh Dalam Membersihkan Hati
Bila kita mau melihat lebih jauh tentang filosofis atau makna‘ Al Mudghoh’ yang di sebutkan pada bahasan sebelumnya ((ألا إن في الجسد مضغة إذا صلحت صلح الجسد كله، وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب) [البخاري ومسلم]). Hati sering digunakan dengan maksud makna jiwa, dan hati yang bermakna liver. Untuk menggambarkan betapa pentingnya menjaga hati yang bermakna jiwa manusia saya akan menguraikan mudhgoh atau hati dalam hadis tersebut dengan makna liver. Ini analog saja untuk memudahkan pemahaman pada tujuan dari pembahasan kita ini.
Mudghoh atau hati letaknya di dalam tubuh manusia. Tubuh manusia membutuhkan perhatian yang serius. Perlu kita ketahui bahwa penyakit-penyakit manusia bersumberkan dari hati . baik dan tidaknya metabolism tubuh seseorang tergantung pada baik dan tidaknya darah darah orang tersebut. Dan darah itu akan menjadi baik dan tidak tergantung dua hal:
Pertama; apa yang dimakan dan yang dan bagaimana cara memperoleh makanan itu. Apa yang dimakan adalah harus sehat, seperti buah-buahan, sayur-sayuran, daging-dagingan yang memperkuat stamina. Kemudian darimana yang kita makan atau bagaimana cara mendapatkan makanan itu. Yang jelas makanannya harus halal, halal disini sudak mencakup pengertian makanan itu diperoleh dengan cara yang benar.
Kedua; darah itu baik dan tidaknya adalah bersumber dari pencernaan. Pencernaan yang berfungsi dengan baik akan membuat darah baik dan begitu juga sebaliknya; jika pencernaannya tidak berfungsi dengan baik maka darah yang dihasilkannya juga tidak baik.
Upaya untuk membantu memperbaiki pencernaan biasa kita lakukan paling tidak satu tahun sekali; yaitu puasa Ramadhan. Puasa Ramadhan diantara manfaatnya adalah membersihkan semua organ-organ manusia. Panasnya pencernaan orang-orang yang berpuasa akan membakar hal-hal yang negative dalam pencernaan seperti bachsil dan bakteri. Dan lain sebagainya. Dengan demikian pencernaan dapat kita analogikan seperti bejana yang kita gunakan untuk memasakn segala sesuatu.
Kita bayangkan seandainya bejana itu tidak pernah dicuci. Setalah kita gunakan untuk memasak ikan laut, kita gunakan untuk memasak telur, terus demikian silih beganti sehingga menimbulkan kerak pada bejana itu. Demikian pula pencernaan, kerak-kerak, imbas daripada yang kita makan lambat atau cepat mempengaruhi proses kerja perncernaan atas makanan yang kita konsumsi.
Sangat jelas sekali bahwa pencernaan tidak bisa bekerja sendiri. Hasil proses pencernaan dilimpahkan ke ginjal, pancreas sampai pada liver. Dari kerja sama yang kompak menghasilkan beberapa hal, diantaranya darah putih, darah merah, sperma, keringat, air kencing dan kotoran.
Dari hasil kerja sama yang baik antara organ tubuh manusia tersebut akan menghasilkan lima hal di atas yang baik pula. Bila akibat proses kerja pencernaan yang kurang baik sehingga terjadi darah kotor dalam tubuh manusia, maka sangat diperlukan sekali pembersih. Yang pertama untuk membersihkan pencernaan yang menjadi sumber pengelola makanan dalam tubuh. Kedua membersihkan apa yang telah di olah.
Tugas liver adalah menjatah atau menyalurkan darah ke jantung, ke otak kecil. Apakah tidak mungkin apabila darah atau kotoran akan mempengaruhi fisik otak manusia serta sarafnya. Sehingga kurang mampu untuk berfikir baik, membuka wawasan, dan pandangan yang jauh. Apalagi jelas kita tidak menginginkan pola fikir-pola fikir yang kurang baik. Yang tidak menguntungkan bagi pribadi kita, baik dalam urusan dunia dan maupun akhirat kita.
Dengan hasil darah yang baik, sehat, akan sangat membantu dalam kecerdasan; dari kecerdasan hati sampai kecrdasan akal. Sehingga menumbuhkan pola fikir dan wawasan serta pandangan yan jernih. Bisa memilah mana yang menguntungkan dalam dunia dan akhiratnya. Dan mana yang merugikan dalam kedua hal tersebut.
Secara fisik saja sangat memerlukan kesehatan dan kebersihan. Hati adalah bagian tubuh manusia yang sangat berperan dalam memberikan atau dalam mensuport pola fikir, wawasan dan pandangan manusia, karena hati adalah tempatnya iman dan tempatnya nafsu. Lalu apa yang terjadi jika kita tidak mempunyai alat untuk membersihkannya.
Kita harus memberikan makanan hati serta pembersihnya seperti ilmu ma’rifat dan lain sebagainya, yang terkait dengan keimanan serta pertumbuhannya. Paling tidak kita bisa memilih mana yang di dorong oleh imannya dan mana yang didorong oleh nafsunya.
Seperti masalah pencernaah diatas bukan sesuatu hal yang mustahil bilamana kita mendiamkan kotoran-kotoran hati maka akan mempengaruhi pola fikir yang pada dasarnya akan merugikan diri sendiri. (tobe continu [Tsi])
Keteladanan Dalam Totalitas Sahabat Abu Bakar
Sebelumnya sudah di jelaskan bahwa anatara satu sahabat dan sahabat yang lainnya memiliki keutamaan yang berbeda-beda. Tapi pasti masing-masing sahabat mempunyai sirrul A’dzom, keutamaan yang luar biasa. Keutamaan sahabat Abu Bakar, Sahabat Umar, Sahaba Utsman, Sahabat Ali semuanya hakikatnya adalah untuk umat. Bahkan kelemahan mereka adalah untuk umat. Mohon sampai sini tidak disalah pahami.
Pada uraian sebelumnya saya membahas tentang sahabat Abu Bakar. Sahabat Abu Bakar ini adalah sosok yang pengabdiannya pada agama dan pada Nabi Saw sangat total. Sebagai ilustrasi kita merujuk pada peristiwa Hijrah Nabi Saw. Bermula ketika di Gua Tsur Sayidina Abu Bakar Sidiq menutup lubang-lubang yang ada di gua itu dengan pakaian beliau, ketika masih ada lubang yang tersisa, terpaksa lubang tersebut beliau tutup dengan jempol kaki beliau.
Sebab biasanya lubang-lubang di Gua di huni oleh hewan-hewan berbisa, seperti ular, kala jengking dan binatang lainnya. Kehawatiran Sayidina Abu Bakar terjadi, jempol beliau dipatuk ular (menurut pendapat lain oleh kala jengking). Beliau menahan sakit yang luar biasa itu sampai tubuhnya gemetar, keringat bercucuran. Beliau tahan agar tidak mengganggu Nabi Saw yang sedang tidur, sedang isirahat.
Demikian akhlak, pengorbanan Sayidina Abu Bakar Sidiq terhadap Nabi Saw, sampai seperti itu. Kalau kita ke kiai kita sendiri ketika kiai kedatanga tamu, padahal kiai sedang tidur, kita berani menetuk pintu kamarnya. Anak terhadap orang tuanya juga demikian. Adab atau tatakrama Sahabat Abu Bakar pada Rasulullah Saw seperti itu. Teladan Sahabat Abu Bakar itu sangat luar biasa, teladan pengabdian umat pada Nabinya.
Ini sebenarnya teladan bagi kita semua untuk mengabdi pada guru, sesuai kemampuan kita. Pengabdian pada guru bisa mengantarkan pada futuh (dibuka pemahaman terhadap ilmu dan diberikan taufiq untuk mengamalkannya), sebab manfaatnya ilmu tidak terkait dengan kepintaran pelajar sendiri. Umpanya kalau di pesantren tidak sedikit santri yang hafal kitab Ibnu Aqil, Amrithi nya luar biasa, penguasaan ilmu alatnya tidak diraukan, tapi ilmunya tidak manfaat.
Keistimewaannya Sahabat adalah mereka memiliki Akbarul Mafatih, sahabat mempunyai kunci futuh yang sangat sangat isimewa, sangat luar biasa. Sebab itu alimnya tidak seberapa tapi manfaatnya luar biasa. Kita sekarang mempunyai kitab menumpuk, tafsir Al Quran ada ribuan jilid dengan judul dan pembahasan yang beraneka ragam, adapaun sahabat pengetahuan agamanya hanya menunggu dari apa yang disampaikan Nabi Saw, menunggu wahyu turun. Ilmunya pasa-pasan.
Tapi maqomah (kedudukan) ilmu yang sedikit itu bisa menjadi luas luar biasa. Seperti garam yang menyebar dan menyatu di lautan luas. Makanya sebodoh-bodoh-nya Sahabat tetep alim, sebodoh-bodohnya sahabat adalah seorang ‘Arif. Se-agung dan setinggi-tinggi-nya pangkat wali pada umat ini tidak dapat mengalahkan keutamaan sahabat yang sangat bodoh. Sahabat itu demikian adanya dan diberi futuh yang sangat besar oleh Allah Swt.
Kembali ke kisah tadi di atas. Setelah Nabi terjaga dan tahu apa yang terjadi pada Sayidina Abu Bakar, Nabi Saw mendoakan Sayidina Abu Bakar. Nabi Saw membacakan fatihah, setelah di bacakan fatihah jempolnya Sayidina Abu Bakar yang membengkak pulih seperti semula. “Abu Bakar Sidiq, kamu akan mati syahid sebab kejadian ini, dan keturunanmu akan menjadi para syuhada...”. Doa Nabi ini terbukti. Saya kasih contoh dua saja. Pertama Sayidi Syaikh Muhyidin Ibnu ‘Arobi, beliau ini keturunannya Sayidina Abu Bakar, yang kedua Sayid Bakri yang mempunyai Sholawat Fatih; Allahumma Sholi ‘Ala Sayidina Muhammad Al Fatiihi lima ugliq, wal Khotimi lima sabaq, nashiril Haq bil Haq walhadi ila Sirotil Mustaqim Sholollahu alaihi wa ala alihi wa ashabibi haqqo qodrihi wamiqdarihil al Adzim.
Di Mesir, Yaman dan dibelahan bumi manapun siapa yang tidak kenal kebesaran Sayid Bakri siapa. Wali Agung, Mursyid Thoriqoh Kholwatiyyah. Dan siapa yang tidak tahu akan kehebatan Syaikh Muhyidin Ibnu ‘Arobi. Kitab-kitabnya sangat banyak, seperti Futuhat Al Makiyyah yang berjilid-jilid, al Washoya dan lain-lain. Selain banyak, karang beliau terkenal sulit, seperti Futuhat Al Makiyyah. Karena itu tidak sedikit para ulama demi kehati-hatian melarang orang yang belum mumpuni ilmunya membaca kitab itu. Karena untuk memhami kitab itu perlu menguasai perangkat ilmu-ilmu alat dan syari’at yang cukup.
Sayidina Umar juga demikian, wafatnya dibunuh, seperti sebab wafatnya Sayidina Abu Bakar adalah terkena racun waktu di gua Hiro itu. Kenapa ulama, aulia yang pangkatnya sedemikian besar seperti beliau wafatnya mengenaskan seperti itu. Itu bukti pengabdian beliau-beliau untuk umat ini, untuk Rasulullah Saw. demikian juga dengan wafatnya Sayidina Utsman, Sayidina Ali, Sayidina Hasan, dan Sayidina Husain serta ulama-ulama lainnya.
Oleh sebab itu kita jangan sekali-kali membenci salah satu dari para Sahabat. Banyak yang wajahnya bercahaya kemudian wajahnya menjadi butek, karena berkomentar tentang kejadian yang terjadi diantara para sahabat Nabi, yang kita sama sekali tidak tahu kejadian sebenarnya bagaimana. Wallah ‘A’lam. [Tsi]
No comments:
Post a Comment