REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA
Gerakan Wahabi yang berkembang di Indonesia perlu diwaspadai. Hal itu karena tujuan gerakan yang berasal dari Arab Saudi itu adalah ingin mengajarkan pemurnian Islam versi mereka. Adapun ajaran Islam di luar Wahabi, dianggap tidak benar dan harus diperangi.
"Wahabi atau salafi itu gerakan radikal, satu grade lagi itu mereka menjadi teroris," kata Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj dalam seminar Deradikalisasi Agama Berbasis Kyai/Nyai dan Pesantren di Jakarta, Sabtu (3/12).
Hadir sebagai pembicara adalah Ketua Badan Nasional Penanggulan Teroris (BNPT) Ansyad Mbai dan Pimpinan Muslimat NU Mahfudoh Aly Ubaid.
Menurut Said, doktrin gerakan Wahabi itu selalu mencatut nama Islam. Sayangnya, tindakannya kadang tidak islami, sebab sering menganggap umat lain menjalankan tradisi bidah yang tak diajarkan agama. Karena itu, pihaknya menegaskan jika ajaran model seperti itu harus diperangi. "Mereka ngakunya gerakan purifikasi Islam," kata Said.
Ketua BNPT Ansyad Mbai mengatakan, radikalisme masih mengancam keamanan NKRI. Pasalnya kader gerakan radikal akibat salah mendapat doktrin ajaran Islam saat ini jumlahnya terus berkembang.
Atas dasar itu, pihaknya menegaskan tindakan deradikalisasi sangat mendesak dijalankan oleh para kyai atau nyai kepada umat. Karena posisi BNPT hanya sebagai fasilitator dan yang para ulama yang bisa membendung ajaran Islam menyimpang. "Peran kyai dan nyai sangat besar untuk mencegah aksi teror di Indonesia. Peran ini yang harus dilakukan melalui pengajaran di pesantren," kata Ansyad.
Ia menerangkan, perkembangan aksi teror di Tanah Air semakin menonjol sejak peristiwa Bom Bali I pada awal 2000. Pelaku pemboman itu adalah pengikut Jamaah Islamiyah yang mengusung gerakan Wahabi, beraliran radikal. "Kerasukan paham itu dan merasa diri beragama mereka mewakili Tuhan di muka bumi ini sedang mewabah di kalangan pemuda," ujarnya
No comments:
Post a Comment