KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Monday, 6 July 2015

KETUA PCNU BEKASI : NABI TIDAK PERNAH TARAWEH 11 RAKAAT


Hadits Aisyah Sholat Sunah 11 Rakaat, Adalah Sholat Witir bukan Sholat Taraweh

KH. Zamaksyari Abd Majid

Saat sekarang banyak orang mengerjakan shalat Tarawih dengan cara 4 rakaat sekali salam, dengan dalil hadits Siti ‘Aisyah sebagai berikut: “Rasulullah tidak pernah melakukan shalat malam (sepanjang tahun) pada bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 rakaat. Beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. Kemudian beliau shalat 4 rakaat jangan engkau bertanya tentang bagus dan panjangnya. 
Kemudian beliau shalat 3 rakaat. Kemudian aku bertanya: “Ya Rasulullah apakah Engkau tidur sebelum shalat Witir?” Kemudian beliau menjawab: “’Aisyah, meskipun kedua mataku tidur, hatiku tidaklah tidur.” Demikian Dr. KH. Zamakhsyari Abdul Majid, MA-Ketua Tanfidziyah PCNU Kota Bekasi menyampaikan kutipan sebuah Hadist dari Siti A'isyah ra, pada Ceramah Ramadhan di Masjid Jami' At-Taubah Perumahan Margahayu Jaya, Bekasi Timur semalam Minggu, 5 Juli 2015.
Hadits yang dijadikan dalil, bukan hadits tentang shalat Tarawih. Hadits tersebut adalah hadits pada pekerjaan shalat malam Rasulullah pada umumnya, yakni shalat Witir. Karenanya para Fuqaha (ahli Fiqh) tidak menyetujui untuk menjadikan hadits tersebut sebagai dalil shalat Tarawih. Dengan alasan shalat Tarawih merupakan ibadah khusus yang hanya dilakukan pada bulan Ramadhan, dan jumlah bilangan shalat Tarawih 20 rakaat ditambah shalat Witir 3 rakaat, telah disosialisasikan oleh para sahabat, dalam hal ini adalah Sayidina Umar Ibn Khatthab yang disepakati dan disetujui oleh para sahabat lainnya. 
Lantaran pada umumnya para Imam tidak mempunyai kemampuan untuk mengingkari apa yang menjadi perintah Rasulullah Saw.: “Hendaklah kalian ikuti sunnahku dan sunnah para Khalifah yang mendapat petunjuk setelahku, peganglah dengan kuat dan gigitlah olehmu dengan geraham.” (HR. Imam Ahmad, Abu Daud, Ibn Majah, at-Tirmidziy, al-Hakim dan al-Bayhaqiy).
KH. Zamakhsyari mengungkapkan hal tersebut secara panjang lebar, dan berharap bahwa pelaksanaan shalat tarawih 23 rakaat di Masjid At-Taubah yang tahun ini baru mulai diterapkan agar terus dilaksanakan.
Perlu diketahui bahwa hadits Siti Aisyah di atas merupakan hadits yang menyatakan dalil shalat Witir, bukan dalil shalat Tarawih. Apabila hadits Aisyah di atas sebagai dalil shalat Tarawih, maka kita pantas mempertanyakan adakah shalat Tarawih selain di bulan Ramadhan? dan mengapa Sayidina Umar Ibn Khatthab dan para sahabat mengerjakan shalat Tarawih dengan 20 rakaat? 
Dari perkataan Siti Aisyah: ”Pada bulan Ramadhan dan di selain Ramadhan”, jelas sekali kita dapat memahami bahwa shalat yang Siti Aisyah lihat adalah shalat malam Rasulullah yang beliau kerjakan sepanjang tahun baik pada bulan Ramadhan dan di bulan lainnya. Oleh karenanya, sangat tepat 11 rakaat dalam hadits tersebut adalah dalil shalat Witir, bukan sebagai dalil shalat Tarawih. 
Karena shalat Witir ada di bulan Ramadhan dan di bulan lainnya. Sedangkan shalat Tarawih hanya khusus pada bulan Ramadhan dikerjakan dengan 2 rakat, 2 rakaat (tiap 2 rakaat salam). Berbeda dengan pelaksanaan shalat Witir yang boleh dikerjakan lebih dari 2 rakaat pada setiap salamnya.
Namun demikian, menurut para ulama maksud dari 4 rakaat dalam hadits Siti A’isyah di atas, masih memiliki ihtimal (kemungkinan) bahwa Rasulullah melakukannya 4 rakaat dengan 1 salam, bisa juga dipahami 4 rakaat beliau kerjakan dengan 2 salam yakni 2 rakaat, 2 rakaat. Tetapi bila 4 rakaat dilakukan dengan cara 2 rakat, 2 rakaat, pendapat inilah yang lebih selamat dan bisa dipertanggungjawabkan. Sebagaimana ada keterangan hadits shahih yang mengatakan shalat malam itu dilakukan dengan cara 2 rakaat-2 rakaat. Ada kaidah mengatakan:“Apabila terjadi kemungkinan-kemungkinan maka hal itu menyebabkan gugurnya Istidlal (menjadikan dalil)”. 
Maksudnya adalah pendapat yang memahami 4 rakaat dikerjakan dengan sekali salam itu tidak bisa dijadikan dalil, karena pendapat itu hanya sebuah kemungkinan. Sesuatu yang mengandung kemungkinan dinyatakan gugur manakala ada dalil yang lebih jelas. Hadits Nabi yang menyatakan shalat malam dilakukan dengan 2 rakaat, 2 rakaat sangat cocok untuk mengkompromikan dan memahami hadits Siti A’isyah tersebut. 
Dalam redaksi lain dikatakan: “Apabila beberapa kemungkinan itu saling bertentangan maka gugurlah istidlal tersebut.” (Lihat Muhammad ibn Abdullah az-Zarkasyiy, al-Bahr al-Muhith fi al-Ushul, juz 3 halaman 452).
Saya berharap agar kaum muslimin dapat mempelajari hadisti secara lengkap dan menyeluruh. Disamping itu juga harus banyak mengkaji serta bertanya kepada para ulama yang memiliki ilmu yang syamil (menyeluruh). Sehingga tidak gampang terkecoh dan terprovokasi (terhasut) oleh tulisan-tulisan atau pendapat sekelompok orang yang menyalahkan praktek/amaliah yang selama ini dilakukan oleh masyarakat berdasarkan tuntunan ulama. Shalat Tarawih 20 rakaat dengan 10 salam memiliki dalil yang kuat dan jelas. Jangan terkecoh dengan pendapat orang yang mengatakan shalat Tarawih hanya 8 rakaat dikerjakan dengan 4 rakaat, 4 rakaat sekali salam dengan berdalil hadits riwayat Siti Aisyah.
"Menurut para ulama, hadis tersebut berbicara tentang dalil shalat Witir Rasulullah, bukan dalil shalat Tarawih. 11 rakaat adalah jumlah maksimal shalat Witir. Sedangkan minimal shalat Witir adalah satu rakaat. 
Betapa batilnya tuduhan-tuduhan orang yang tidak menyetujui shalat Tarawih 20 rakaat dengan menggunakan dalil, satu hadits Siti Aisyah yang menerangkan satu paket shalat Witir, mereka pecah menjadi dua dalil sekaligus, 8 rakaat untuk shalat Tarawih dan 3 rakaat untuk shalat Witir. Semoga kelompok yang tidak suka dengan shalat Tarawih 20 rakaat dapat merenungkan hal ini," ungkap KH. Zamakhsyari Abdul Majid, Ketua PCNU Kota Bekasi 

No comments: