KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Wednesday, 26 February 2014

RAJA YORDANIA : ISLAM SESUNGGUHNYA ITU BERMAZHAB


Oleh Raja Yordania Abdullah II

Bismillah ar-Rahman ar-Rahim, Assalamu Alaikum wa Rahmatullah wa Barakatuh
“Terima Kasih”. Adalah suatu kehormatan bagi saya untuk mendukung Nahdlatul Ulama dalam tugasnya berdakwah. Kepada Anda semua-komunitas muslim Indonesia yang hebat, untuk seluruh sahabat dari berbagai keyakinan, dan kepada seluruh bangsa Indonesia, saya sampaikan salam Yordania dan salam dari seluruh rakyatnya.
Perkenankan saya menyampaikan rasa duka cita yang mendalam di tahun ini atas wafatnya seorang anak bangsa dan tokoh umat yang terkenal, Yang Terhormat Rais Aam PBNU KH Muhammad Ahmad Sahal Mahfudh.

Dan juga saya menyampaikan rasa simpati mendalam kepada para korban bencana alam yang akhir-akhir ini terjadi di Indonesia. Kami berdoa agar segala sesuatunya kembali pulih dengan cepat dan menyeluruh.

Yang Terhormat  Bapak Ketua, Yang Terhormat para Tokoh Masyarakat, Yang Mulia para Duta Besar, Saudara-saudara dan Saudari-saudariku
Jauh sebelum modernisasi mendunia, terdapat suatu umat; masyarakat muslim dunia. Dan jauh sebelum adanya teknologi-teknologi modern yang mendekatkan budaya-budaya yang saling berjauhan, Islam telah mengajarkan kerukunan antarmanusia dan kesamaan martabat bagi semua orang.
Ini adalah pesan dari Islam yang tradisional, bertoleransi, beragam, dan berdasarkan pada mazhab. Pesan itu dipersembahkan untuk rasa cinta pada Allah, mengikuti Nabi Muhammad SAW, berusaha untuk hidup dalam kebajikan, dan memperlakukan orang lain dengan kebaikan dan keadilan.

Semangat Islam dan nilai-nilai sosialnya sangat penting untuk masa depan bumi. Setiap muslim mempunyai peranan terutama para pemuda dan pemudi untuk membantu mengarahkan masa depan kemanusiaan. Dan juga untuk bekerja sama dengan yang lain dalam memecahkan segala masalah, menghadapi segala tantangan, dan menangkap setiap peluang.
Yang memprihatinkan saat ini, ada kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik kembali kemajuan ini dengan menghasut agama dan konflik etnis.  Pada krisis Syria, kita melihat adanya eksploitasi perpecahan sekte untuk membenarkan tindak kekerasan dan mempertahankan kekuasaan. Tapi kawasan kita tidak sendiri. Bahaya akibat konflik agama mengancam seluruh umat, bahkan lebih dalam lagi, seluruh kemanusiaan. Dan kita harus menanggapinya.

Dimulai dengan menyuarakan lebih kuat untuk Islam yang tradisional dan moderat. Saya mengetahui banyak dari Anda dan banyak juga di seluruh Asia yang sedang berusaha mencapai tujuan ini. Ini juga merupakan tujuan dari “Amman Massage” (Pesan Amman), yang dengan bangga kami resmikan sepuluh tahun lalu. Inisiatif ini menegaskan kembali ajaran-ajaran Islam dalam hal toleransi, kekhusyukan kepada Allah, belas kasih dan perdamaian antarmanusia.
Kita melaksanakan Amman Message dengan jangkauan secara global. Saya bersyukur kepada bangsa Indonesia yang telah menjadi rekan kami dalam usaha ini. Hasilnya merupakan kesepakatan bersejarah dari para cendekiawan muslim di seluruh dunia-yang pertama terjadi dalam 1400 tahun-menyepakati siapa muslim sungguhan, melarang pengafiran pihak lain, dan secara terang-terangan mengakui keabsahan delapan mazhab dalam Islam yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali, Ja’fari, Zaidi, Abadhi, dan Zhahiri.

Tiga pasal dari Amman Massage mengulas mengenai klaim palsu dari orang-orang yang ingin mengeksploitasi agama untuk memecah-belah kita.  Seperti firman Allah SWT dalam kitab suci Al-Quran; bismillah arrahman arrahim. Innamal Mukminuna Ikhwatun. Fa ashlihu baina akhawaikum. Wattaqullaha la’allakum tuflihun. Shadaqallahul azhim.

Saudara-saudara dan Saudari-saudariku,
Pada musim panas lalu, para pemimpin dan cendekiawan muslim dari seluruh dunia bertemu di Amman, dan dengan tegas mengutuk para penghasut yang menyebabkan konflik (fitnah) antara pengikut sekte Sunni-Syiah. Para pemimpin mengakui bahwa prinsip-prinsip Islam dan nilai-nilai Demokrasi dapat saling melengkapi satu sama lain. Dan bahwa contoh yang paling layak dari negara Islam yang dapat hidup terus dan berkelanjutan adalah negara yang mengabdi pada rakyatnya, didirikan di atas lembaga-lembaga yang mengutamakan musyawarah dan keadilan. Negara-negara tersebut menekankan kebebasan berpendapat dan berkeyakinan, dan kesucian darah manusia.

Tergantung pada kita untuk mengenalkan pengetahuan ini ke sekolah-sekolah, perguruan tinggi, masjid, media, dan lain sebagainya. Kita harus terus bekerja sama-seperti yang sedang kita lakukan di sini hari ini-untuk memajukan ajaran-ajaran Islam yang kita cintai;  untuk merangkul yang lain; dan menyatukan yang terpecah-belah.
Bersama-sama, kita juga memiliki peran langsung dalam mengatasi krisis di Syiria.  Seperti di masa lampau, Yordania telah bertindak dengan belas kasih untuk menolong ratusan ribu keluarga-keluarga. Sesungguhnya, sampai hari ini negara kami sudah menampung lebih dari 600,000 pengungsi Syiria. Beban kemanusiaan ini membutuhkan pertolongan global.

Sebagai anggota dari Organisasi Kerja Sama Islam, kita harus bekerja sama dengan komunitas internasional untuk memberikan bantuan kemanusiaan, mengakhiri pertumpahan darah, dan membantu semua pihak mencapai solusi politik yang damai antara lain menjaga kesatuan Syiria dan keutuhan wilayahnya; dan mencapai aspirasi rakyat Syria.

Dan yang tetap penting adalah kita mampu menyelesaikan krisis kawasan saya yang telah berlangsung lama yaitu konflik Palestina-Israel. Ekstremisme semakin berkembang dengan memanipulasi penderitaan dan keputusasaan. Suara bersama dari dunia muslim dan Organisasi Kerja Sama Islam, memberikan pesan alternatif. Yordania, Indonesia, dan 55 anggota OKI lainnya dengan suara bulat telah mengadopsi Inisiatif Perdamaian Arab, untuk penyelesaian akhir, menyelesaikan semua masalah-masalah terakhir, berdasarkan solusi dua-negara. Bersama-sama, kita tidak boleh menyerah dalam mencari negosiasi menuju masa depan yang damai dan adil, dengan negara Palestina yang berdaulat, merdeka dan berkelanjutan, merujuk pada kesepakatan batas wilayah 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibukotanya.

Sahabat-sahabatku,
Masyarakat dunia memiliki kesamaan dalam hal kemanusiaan. Semboyan negara Indonesia "Bhinneka Tunggal Ika” berlaku bagi kita semua. Kita diimbau untuk bersungguh-sungguh mengenai dialog global dan pemahamannya. Allah berfirman dalam kitab suci Al-Quran; Bismillah arrahman arrahim. Ya ayyuhannasu inna khalaqnakum min dzakarin wa untsa. Wa ja’alnakum syu’ubaw wa qaba’ila lita’arafu. Inna akramakum indallahi atqakum. Innallahu alimun khabir. Sadaqallahul azhim.

Saudara-saudara dan Saudari-saudariku,
Konferensi Anda hari ini merupakan suatu perayaan dari pentingnya saling pengertian. Yordania juga merasa ini sebagai tanggung jawab khusus. Dari rumah kami yang merupakan tanah suci dari tiga agama, kami telah menjangkau dunia.
Inisiatif “A Common Word" (Kalimatun Sawa’) yang telah menyatukan umat Kristen dan muslim secara berkelanjutan, mencerminkan pengakuan bersama dari firman-firman emas kedua agama: untuk mencintai Allah dan mencintai sesama. Ada juga banyak inisiatif lain antaragama di mana kami diberi kehormatan untuk  menjadi pelopor baik di Yordania, di kawasan dan dunia termasuk konferensi kami di musim panas lalu tentang Arab Kristen, forum Katolik-Muslim dunia, Taman Nasional untuk situs pembaptisan Yesus Kristus AS, dan banyak lagi.

Resolusi Yordania untuk "World Interfaith Harmony Week" (Minggu Harmonisasi Antariman Dunia) dengan suara bulat disahkan Majelis Umum PBB. Tahun ini, insya Allah, saya akan menyerahkan sebuah penghargaan baru untuk acara terbaik pada World Interfaith Harmony.
Kami melakukan hal-hal ini dan inisiatif lainnya, tidak hanya merupakan tugas kami sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai penjaga situs-situs suci muslim dan umat Kristen di Yerussalem, tetapi juga sebagai bakti kami untuk umat, mengutip istilah fardu kifayah.

Sahabat-sahabatku,
Saat kita dan yang lainnya mencapai suatu kesepakatan bersama dan rasa saling hormat, kita sedang membangun masa depan yang layak untuk anak-anak kita.
Di mana ada konflik, dialog dapat membawa perdamaian. Di mana ada damai, dialog dapat membawa harmoni. Di mana ada harmoni, dialog dapat membawa persahabatan. Dan di mana ada persahabatan, dialog dapat membawa tindakan bersama yang menguntungkan.
Ini adalah tugas Anda di sini hari ini, dan juga adalah tugas kita bersama di hari-hari mendatang. Yordania berdiri bersama Anda, untuk kebenaran, toleransi, dan rasa saling menghormati.Wallahu waliyyut taufiq. Wassalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuh.


*) Diterima dari staf Duta Besar Yordania di Gedung Jakarta Convention Center (JCC) dalam bentuk terjemahan bahasa Indonesia. Raja Abdullah bin Al-Hussein (Abdullah II) menyampaikan teks pidato ini dalam bahasa Inggris di hadapan sedikitnya 500 hadirin saat pembukaan Multaqa Sufi yang diselenggarakan PBNU di JCC, Rabu 26 Februari 2014.

Tuesday, 25 February 2014

NU JURU DAMAI DI AKHIR ZAMAN



Jakarta, NU Online 

Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengurai fakta sejarah tentang kiprah ulama Ahlussunah wal-Jama’ah (Aswaja) dari zaman ke zaman. Ia menyampaikan hal itu di hadapan para pelajar NU saat memperingati hari lahir IPNU ke-60 di aula Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin malam (24/2)

Kiai Said yang mengakui punya ketertarikan tersendiri terhadap sejarah Islam tersebut, pada paparannya, lebih menekankan pada kemunculan ulama Aswaja dengan peran sebagai juru damai konflik sesama umat Islam.

Setelah umat Islam jauh ditinggal Nabi Muhammad, kata kiai yang akrab disapa Kang Said, umat mengalami beragam konflik. Ulama Aswaja Imam Hasan Basri menyelamatkan umat Islam dari pertikaian politik. 

Kemudian disusul Imam Abu Hasan Al-Ay’ari menyelamatkan Islam dari liberalisasi kaum rasional (lebih menekankan penggunaan akal) dengan kaum yang tekstual (lebih menekankan teks-teks agama). Konflik dua aliran tersebut memakan korban dengan terbunuhnya Imam Ahmad bin Hanbal.

Pada saat konflik tersebut, muncul ulama Aswaja bernama Abu Hasan Asy’ari. Ia menjadi penengah dengan rumusan menjunjung Al-Quran dan Hadits disamping menggunakan akal sesuai proporsinya. 

Konflik selanjutnya antara fuqoha (kalangan ahli fiqih) dan sufiyah (kalangan ahli tasawuf). Korban konflik tersebut adalah Abu Muhyi, Al-Mansur Al-Mahma, dan Al-Hallaj. Tokoh terakhir ini dipenggal kepalanya, dibakar jasadnya, ditaburkan debu dan jenazahnya di sungai Tigris. 

Pada situasi itu, umat Islam diselamatkan dengan munculnya Abu Hamid bin Muhammad Al-Ghazali al-Thusi. Imam yang dikenal sebagai hujjatul Islam tersebut menharmoniskan antara fiqih yang legal formal dengan tasawuf yang berbicara hakikat dan batin. “Seandainya tidak ada Imam Ghazali, mungkin masih berkelanjutan konflik itu,” ungkap Kang Said.

Kemudian Hadratusyekh KH Hasyim Asy'ari, pendiri NU, juga berperan menyelamatkan perpecahan umat Islam di Indonesia. Ia menjadi penengah soal bentuk negara Indonesia. “Dulu, kata yang Islam ingin negara Islam, syariat Islam. Kelompok lain ingin negara sekuler, yang lain ingin negara komunis,” kata Kang Said. 

KH Hasyim Asy’ari sejak mendirikan NU mendahulukan ukhwah islamiyah dan ukhwah wathaniyah menjadi satu atau membangun persaudaraan umat Islam dengan membangun persaudaraan sebangsa dan setanah Air. Muncullah bentuk negara Indonesia yang tidak sekuler dan agama. “Jadi, bagi Mbah Hasyim mencintai agama sekaligus mencintai tanah air.” (Abdullah Alawi) 

Monday, 24 February 2014

NU MAMPU MENGHALAU 3 KELOMPOK BERBAHAYA




Mahfud MD meminta warga Nahdlatull Ulama (NU) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak bingung dalam menentukan calon presiden (capres) 2014. Sejauh ini, ada dua orang lain di luar Mahfud yang disebut-sebut menjadi capres PKB. Keduanya, yakni Jusuf Kalla dan Roma Irama.

Permintaan itu disampaikan Mahfud saat berbicara dalam Silaturrahmi DPW PKB Provinsi Kepulauan Riau dan DPC PKB se-Kepulauan Riau, Jumat (21/2).
Mahfud menyatakan bahwa saat ini yang penting dilakukan adalah membesarkan PKB ketimbang menentukan Capres. PKB, sebagai anak kandung dan alat perjuangan politik harus diperjuangkan habis-habisan.

"Rhoma Irama, Jusuf Kalla dan saya sendiri semua bertugas membesarkan PKB. Besarkan dulu PKB, itu yang penting. Nanti DPP PKB dan para ulama NU akan menentukan yang terbaik mengenai pemimpin bangsa ini," kata dia di acara yang diselenggarakan di Wisma Haji Batam.
"Partai ini diberi amanat untuk memperjuangkan visi dan misi NU dalam tujuan bernegara. Tujuan bernegara NU adalah menyejahterakan rakyat dalam bingkai NKRI. Ini sudah ditegaskan dalam Muktamar NU tahun 1984," tambah mantan Menhan RI di era Presiden KH Abdurrahman Wahid.

Eks Ketua Mahkamah Konstitusi ini bilang, perjuangan dengan cara NU itu, insyaallah akan menghalau tiga bahaya besar yang mengancam negara kita itu. Pertama, gerakan ideologis yang sangat aktif. Gerakan ini menginginkan agar negara Indonesia ini menjadi negara spt di zaman Kesultanan atau kekhalifahan Turki Usmani dahulu. Kedua, lanjut, Mahfud, adalah gerakan yang menginginkan agar negeri ini seperti negara mullah di Iran.
"Sementara yang ketiga, adalah gerakan Wahabi yang ingin menggusur faham Islam ahlussunnah wal jamaah yang selama ini telah berkembang bersama Nahdlatul Ulama.Nah, ketiga gerakan ini sangat berbahaya karena jelas-jelas merongrong eksistensi NKRI," demikian Mahfud MD.

Hadir dalam acara silaturhmi ini, antara lain, Ketua Kadin Batam Ahmad Makruf Maulana, Ketua DPW PKB Kepulauan Riau Abdul Basit Haz, sejumlah pengurus wilayah NU kepulauan Riau, Ketua Cabang NU Batam KH Khoirul Soleh serta kader-kader NU dan PKB di Kepulauan Riau.(wid/rmol)

Friday, 21 February 2014

PANCASILA BERDASARKAN AL QUR'AN


Apakah butir-butir pancasila tidak sesuai dengan Al-Quran atau justru malah diambil dari Al-Quran, tulisan di bawah ini kita bisa melihat bagaimana perjalanan merumuskan Pancasila dari para mendiang negeri ini yang telah berjasa merumuskannya.
Setelah menjelaskan konsepnya tentang Pancasila di hadapan sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Bung Karno mengungkapkan hal yang menarik mengenai latar belakangnya sebagai seorang Islam. Saya seorang Islam, saya demokrat karena saya orang Islam. Saya menghendaki mufakat, maka saya minta supaya tiap-tiap kepala negara pun dipilih. Tidakkah agama Islam menyatakan, bahwa kepala-kepala negara, baik para khalifah maupun amirul muminin harus dipilih oleh rakyat ?
Pertanyaannya, benarkah butir-butir mutiara Pancasila itu ada di dalam Al-Quran ? Marilah kita kaji satu per satu. Tapi hanya kami sebut beberapa ayat saja sebagai referensi, supaya tidak berlarut-larut. Dan kami sampaikan dalam bentuk terjemahnya, supaya lebih mudah dimengerti. Namun apabila anda ingin study yang lebih mendalam, bisa merujuknya ke kitab Al-Quran. Mungkin di lain waktu kita bisa diskusikan lebih jauh lagi sampai tuntas.
1. Ketuhanan Tuhan Yang Maha Esa 
Perintah untuk mengakui dan menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa, antara lain terdapat pada Surat 112 (Al-Ikhlas) dan Surat 2 (Al Baqarah).
Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. (QS 112:1)
Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. (QS 2:163)
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui. (QS 2:21-22)
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab 
Tentang kemanusiaan dapat dilihat pada beberapa ayat, antara lain Surat 2 (Al Baqarah), 31 (Luqman), dan 49 (Al Hujuraat)
Jangahlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS 2:224)
Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. (QS 31:18)
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat. (QS 49:10)
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. (QS 49:13)
3. Persatuan Indonesia. 
Kewajiban rakyat terhadap bangsa dan negara, antara lain dijelaskan dalam Surat 4 (An Nisaa) dan 3 (Ali Imran).
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (QS 4:59)
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (QS 3:200)
Adakalanya untuk mempertahankan tegaknya persatuan dan kesatuan negara, kita dituntut untuk berjuang, baik dengan harta maupun jiwa. Hal itu ditegaskan dalam Surat 5 (Al-Maaidah) dan 9 (At-Taubah).
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan. (QS 5:35)
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar. (QS 9:111)
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah dalam permusyawaratan / perwakilan.
Mengenai pokok-pokok demokrasi dijelaskan dalam beberapa ayat, antara lain pada Surat 3 (Ali Imron), 27 (An-Naml), dan 42 (Asy-Syuura).
Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (QS 3:159)
Berkata dia (Balqis): Hai para pembesar berilah aku pertimbangan dalam urusanku (ini) aku tidak pernah memutuskan sesuatu persoalan sebelum kamu berada dalam majelis(ku). (QS 27:32)
Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka, dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki yang Kami berikan kepada mereka. (QS 42:38)
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia 
Berbuat adil diperintahkan Allah Swt dalam beberapa ayat, antara lain Surat 4 (An Nisaa), 5 (Al- Maaidah), 16 (An Nahl).
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan. (QS 4:135)
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (QS 4:58)
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS 5:8)
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran. (QS 16:90)
Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir, dan menyuruh orang lain berbuat kikir, dan menyembunyikan karunia Allah yang telah diberikan-Nya kepada mereka. Dan Kami telah menyediakan untuk orang-orang kafir siksa yang menghinakan. (QS 4:36-37)
Sumber : Blogdetik.com

Thursday, 20 February 2014

NU PEREKAT NKRI


Nu Online
Nusantara sebagai sebuah kesatuan geografis, kesatuan budaya, kesatuan politik dan kesatuan ekonomi terbentuk melalui proses berabad-abad, setidaknya mulai wangsa Sanjaya Mataram, Sriwijaya yang terus berkembang zaman Kahuripan, Daha, Singasari, Sriwijaya, Majapahit, Demak, Mataram Baru hingga Republik Indonesia saat ini. Kehadiran penjajah Spanyol, Belanda, Inggris, selama ratusan tahun itu gagal memecah-belah kesatuan yang telah kokoh itu.

Ketika Indonesia merdeka kesatuan itu segera dikukuhkan kembali sebagai sebuah negara kesatuan berdasarkan ideologi Pancasila, yang merupakan warisan leluhur bangsa ini. Itulah sebabnya Pancasila diterima oleh bangsa ini dengan tangan terbuka karena memang sebelumnya telah hidup dan berkembang sebagai falsafah hidup bagi bangsa ini, sehingga walaupun berbeda budaya, berbeda suku dan berbeda agama, tetapi bisa hidup rukun dan bersatu saling tolong-menolong satu sama lain.

Sebagaimana disebutkan di depan bahwa kesatuan Indonesia ini bukan sesuatu yang sekali jadi melainkan terus berkembang dalam proses, karena itulah kesatuan NKRI dan keutuhan Pancasila sebagai falsafah dan ideologi negara harus dijaga dan dipertahankan. Tidak sedikit kelompok yang dengan menawarkan ideologi tertentu mencoba untuk menolak Indonesia sebagai sebuah negara kesatuan, dan berusaha memecah belah sebagai serta berusaha memutus pengikatnya yaitu Pancasila sebagai ideologi negara.

Nahdlatul Ulama (NU) lahir dari budaya Islam Nusantara dan berkembang dalam budaya Nusantara dengan segala gelombang yang terjadi di atasnya, ketika Nusantara dalam penjajahan NU dengan gigih mempertahankan identitas kenusantaraannya dan berjuang penuh melawan penjajah yang ingin melenyapkan kenusantaraan menjadi kebelandaan. Pesantren berhasil menjaga tradisi Islam Nusantara dan dari situlah 88 tahun yang lalu NU Lahir. Dalam keterjajahan itu NU mengobarkan semangat revolusi dan perjuangan, karena itu ketika Nusantara merdeka menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, tidak ragu lagi NU menjadi penjaga dan sekaligus penyangga serta perekat persatuan Indonesia, dalam menghadapi berbagai subversi, gerakan separatis dan pemberontakan yang menodai negeri ini.

Hadirnya Reformasi dengan semangat liberalisme yang tanpa batas menjadikan upaya merombak NKRI serta mengganti atau merevisi Pancasila terus berjalan, dengan menawarkan ideologi lain yang tidak sesuai dengan budaya bangsa Indonesia. Dari situlah ketegangan nasional mulai terjadi antara kelompok pembela NKRI dan pendukung Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara dengan kelompok yang ingin merombaknya. Berkat kegigihan pendukung NKRI dan Pancasila ini kedua hal tersebut tidak diubah.

Dengan tidak diubahnya konsep NKRI dan Pancasila tersebut tidak dengan sendirinya NKRI tetap ada dan lestari. Secara geografis sejak reformasi hingga sekarang memang masih utuh, maraknya gerakan separatisme beberapa waktu yang lalau tidak mampu memecah kesatuan geografis negeri ini. Tetapi apabila ditinjau dari segi kesatuan politik, dengan diterapkannya otonomi yang tanpa batas, kesatuan Indonesia sebagai kesatuan politik mulai pudar. Mulai banyak pejabat daerah yang tidak setia pada pemerintah di atasnya atau bahkan pemerintah pusat.

Dilihat dari sudut pertahanan (militer), nampaknya integritas NKRI juga sudah mulai mengendor, terbukti dengan terjadinya pelanggaran wilayah oleh pasukan asing yang tidak sepenuhnya bisa diatasi oleh tentara Indonesia. Sementara, setiap upaya peningkatan sistem pertahanan selalu mendapat serangan dari kelompok tertentu dari bangsa sendiri, sehingga kedaulatan Republik ini dengan mudah diganggu dan dinodai masuknya kekuatan asing yang ingin memecah belah negeri ini.

Dari segi kesatuan ekonomi, sejak dilakukan liberalisasi perdagangan, dengan dibebaskannya investasi asing masuk ke seluruh sektor strategis, maka bisa dilihat bahwa saat ini ekonomi nasional tidak lagi di bawah kendali bangsa sendiri, melainkan telah dikuasai asing. Mulai dari sektor pertambangan, sektor perbankan, sektor pertanian, sektor industri, sektor properti, telekomunikasi, yang penguasaan asing rata-rata di atas 50%, bahkan terakhir di sektor bandara yang bisa mencapai 100 persen. Akibatnya terjadi ketimpangan ekonomi yang sangat tajam yang belum pernah terjadi di Indonesia ini selama ini.

Kemudian di sektor kebudayaan, pengaruh asing mulai menerobos hingga ke sektor privat, dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Sementara informasi dari dunia internasional yang dikendalikan oleh kapitalisme global yang berpandangan hidup liberal, tetaplah begitu jauh mempengaruhi cara berpikir, sikap dan tindakan masyarakat negeri ini. Dengan demikian nilai-nilai agama budaya dan tradisi, termasuk nilai-nilai Pancasila akan sulit diterapkan. Karena propaganda liberal disebarkan sedemikian gencar dengan peralatan teknologi dan strategi yang sangat canggih.

Inilah yang menjadi keprihatinan NU dan yang menjadi tekad NU untuk selalu setia menjaga keutuhan NKRI di saat pihak lain banyak yang mulai meragukan pentingnya NKRI. Karena itu bersamaan dengan peringatan Hari Lahir NU yang ke-88 tahun 2014 ini, NU berikrar bahkan bertekad bahwa keutuhan NKRI dan kejayaan Pancasila harus dijaga. Keutuhan NKRI harus tetap dijaga, tidak hanya secara geografis, tetapi secara politik, ekonomi dan budaya ini Indonesia kembali menjadi negara yang berdaulat, sebagaimana yang diperjuangkan para ulama NU terdahulu bersama elemen bangsa lainnya.
Untuk menjaga keutuhan NKRI ini sarana yang paling tepat adalah Pancasila, karena Pancasila dengan falsafah Bhinneka Tunggal Ika, merupakan tali pengikat keragaman bangsa ini. Kemampuan Pancasila dalam merekat keutuhan bangsa ini telah terbukti selama bertahun-tahun. Maka NU tidak mau ambil risiko dengan adanya kelompok lain  yang ingin mengganti Pancasila, sebab tanpa Pancasila NKRI tidak akan bisa dipertahankan.

Sebagaimana NKRI, saat ini Pancasila secara formal memang masih ada, tetapi harap diketahui, Pancasila oleh liberalisme tidak lagi dijadikan sumber nilai, baik dalam merumuskan undang-undang, dalam menentukan kebijakan politik, termasuk dalam kebijakan ekonomi dan kebudayaan. Semuanya mengacu pada berbagai konvensi internasional yang berfalsafah liberal yang jauh dari nilai agama dan tradisi.

Bagi NU membela NKRI dan Pancasila merupakan keharusan politik, untuk menjaga kesatuan dan kedamaian negeri ini. Dan sekaligus merupakan kewajiban syar’i, karena membela negara wajib hukumnya menurut agama.  Sebagaimana diputuskan dalam Muktamar NU di Situbondo bahwa penerimaan dan pengamalan Pancasila bagi umat Islam Indonesia sama dengan menjalankan syariat Islam. Sebagai konsekwensinya NU berkewajiban menjaga dan mengamankan Pancasila.
Komitmen atau kesetiaan ini perlu terus ditegaskan sehingga ketika NU genap berusia satu abad tahun 2026 nanti, sekitar 12 tahun lagi, kita berharap NKRI tetap utuh dan Pancasila tetap jaya. Penegasan ini menunjukkan bahwa NU bukan hanya untuk pada Nahdliyin, tetapi untuk bangsa secara keseluruhan dan bahkan untuk sekalian umat manusia. Karena itu berangkat dari Harlah NU yang 88 ini, tekad dan kesetiaan tersebut kita ikrarkan, di tengah Indonesia dengan NKRI dan Pancasila sedang menghadapi tantangan.

KH Said Aqil Siroj
Ketua Umum PBNU

Wednesday, 19 February 2014

AKTUALISASI NILAI-NILAI ASWAJA





Oleh KH MA Sahal Mahfudh ( NU Online )

Aswaja atau Ahlus Sunnah wa Jama'ah sebagai paham keagamaan, mempunyai pengalaman tersendiri dalam sejarah Islam. Ia sering dikonotasikan sebagai ajaran (mazhab) dalam Islam yang berkaitan dengan konsep 'aqidahsyari'ah dan tasawufdengan corak moderat. Salah satu ciri intrinsik paham ini—sebagai identitas—ialah keseimbangan pada dalil naqliyah dan'aqliyah. Keseimbangan demikian memungkinkan adanya sikap akomodatif atas perubahan-perubahan yang berkembang dalam masyarakat, sepanjang tidak bertentangan secara prinsipil dengan nash-nash formal.

Ekstremitas penggunaan rasio tanpa terikat pada pertimbangan naqliyah, tidak dikenal dalam paham ini. Akan tetapi ia juga tidak secara apriori menggunakan norma naqliyahtanpa interpretasi rasional dan kontekstual, atas dasar kemaslahatan atau kemafsadahan yang dipertimbangkan secara matang.

Fleksibilitas Aswaja juga tampak dalam konsep 'ibadah. Konsep ibadah menurut Aswaja, baik yang individual maupun sosial tidak semuanya bersifat muqayadah -terikat oleh syarat dan rukun serta ketentuan lain- tapi ada dan bahkan lebih banyak yang bersifat bebas (mutlaqah) tanpa ketentuan-ketentuan yang mengikat. Sehingga teknik pelaksanaannya dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi perkembangan rnasyarakat yang selalu berubah.

Demikian sifat-sifat fleksibilitas itu membentuk sikap para ulamanya. Karakter para ulama Aswaja menurut Imam Ghazali menunjukkan bahwa mereka mempunyai ciri faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya. Artinya mereka faham benar dan peka terhadap kemaslahatan makhluk di dunia. Pada gilirannya mereka mampu mengambil kebijakan dan bersikap dalam lingkup kemaslahatan. Dan karena kemaslahatan itu sering berubah, maka sikap dan kebijakan itu menjadi zamani (kontekstual) dan fleksibel.

Aswaja juga meyakini hidup dan kehidupan manusia sebagai takdir Allah. Takdir dalam arti ukuran-ukuran yang telah ditetapkan, Allah meletakkan hidup dan kehidupan manusia dalam suatu proses. Suatu rentetan keberadaan, suatu urutan kejadian, dan tahapan-tahapan kesempatan yang di berikan-Nya kepada manusia untuk berikhtiar melestarikan dan memberi makna bagi kehidupan masing-masing.

Dalam proses tersebut, kehidupan manusia dipengaruhi oleh berbagai faktor dan aspek yang walaupun dapat dibedakan, namun saling kait-mengait. Di sini manusia dituntut untuk mengendalikan dan mengarahkan aspek-aspek tersebut untuk mencapai kelestarian sekaligus menemukan makna hidupnya.

Sedang dalam berikhtiar mencapai kelestarian dan makna hidup itu, Islam Aswaja merupakan jalan hidup yang menyeluruh, menyangkut segala aspek kehidupan manusia sebagai makhluk individual mau pun sosial dalam berbagai komunitas bermasyarakat dan berbangsa. Aktualisasi Islam Aswaja berarti konsep pendekatan masalah-masalah sosial dan pemecahan legitimasinya secara Islami, yang pada gilirannya Islam Aswaja menjadi sebuah komponen yang mernbentuk dan mengisi kehidupan masyarakat, bukan malah menjadi faktor tandingan yang disintegratif terhadap kehidupan.

Dalam konteks pembangunan nasional, perbincangan mengenai aktualisasi Aswaja menjadi relevan, justru karena arah pelaksaan pembangunan tidak lepas dari upaya membangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Ini berarti bahwa ia tidak hanya mengejar kemajuan lahiriah (sandang, pangan, papan) semata, atau (sebaliknya) hanya membangun kepuasan batiniah saja, melainkan keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara keduanya.

Pandangan yang mengidentifikasikan pembangunan dengan pertumbuhan ekonomi belaka atau dengan berdirinya industri-industri raksasa yang memakai teknologi tinggi semata, cenderung mengabaikan keterlibatan Islam dalam proses pembangunan. Pada gilirannya sikap itu menumbuhkan perilaku individualistis dan materialistis yang sangat bertentangan dengan falsafah bangsa kita.

Proses pembangunan dengan tahapan pelita demi pelita telah mengubah pandangan masyarakat tradisional berangsur-angsur secara persuasif meninggalkan tradisi-tradisi yang membelenggu dinnya, kemudian mencari bentuk-bentuk lain yang membebaskan dirinya dari himpitan yang terus berkembang dan beragam. Dari satu sisi, ada perkembangan positif, bahwa masyarakat terbebas dari jeratan tradisi yang mengekang dari kekuatan feodalisme. Namun dari segi lain, sebenarnya pembangunan sekarang ini menggiring kepada jeratan baru, yaitu jeratan birokrasi, jeratan industri dan kapitalisme yang masih sangat asing bagi masyarakat.

Konsekuensi lebih lanjut adalah, nilai-nilai tradisional digeser oleh nilai-nilai baru yang serba ekonomis. Pertimbangan pertama dalam aktivitas manusia, diletakkan pada "untung-rugi" secara materiil. Ini nampaknya sudah menjadi norma sosial dalam struktur masyarakat produk pembangunan. Perbenturan dengan nilai-nilai Islami, dengan demikian tidak terhindarkan Secara berangsur-angsur etos ikhtiar menggeser etos tawakal, mengabaikan keseimbangan antara keduanya.

Konsep pembangunan manusia seutuhnya yang menuntut keseimbangan menjadi terganggu, akibat perbenturan nilai itu. Karena itu pembangunan masyarakat model apa pun yang dipilih, yang tentu saja merupakan proses pembentukan atau peningkatan -atau paling tidak menjanjikan- kualitas masyarakat yang tentu akan melibatkan totalitas manusia, bagaimana pun harus ditempatkan di tengah-tengah pertimbangan etis yang berakar pada keyakinan mendasar, bahwa manusia -sebagai individu dan kelompok- terpanggil untuk mempertanggungjawabkan segala amal dan ikhtiarnya kepada Allah, pemerintah dan masyarakat lingkungan sesuai dengan ajaran dan petunjuk Islam.

Manusia yang hidup dalam kondisi seperti terurai di atas dituntut agar kehidupannya bermakna. Ia sebagai khalifah Allah di atas bumi ini justru mempunyai fungsi ganda, pertama 'ibadatullah yangkedua 'imaratu al-ardl. Dua fungsi yang dapat dibedakan, tetapi tidak dapat dipisahkan. Bahkan fungsi yang kedua sangat rnempengaruhi kualitas fungsi yang pertama dalam rangka rnencapai tujuan hidup yakni sa'adatud darain. Makna hidup manusia akan tergantung pada kemampuan melakukan fungsinya sesuai dengan perkembangan kehidupan yang selalu berubah seiring dengan transformasi kultural yang menuntut pengendalian orientasi dan tata nilai yang Islami.

Dalam konteks ini, Aswaja harus mampu mendorong pengikutnya dan umat pada umumnya agar mampu bergaul dengan sesamanya dan alam sekitarnya untuk saling memanusiawikan. Aswaja juga harus menggugah kesadaran umat terhadap ketidakberdayaan, keterbelakangan serta kelemahan mereka yang merupakan akibat dari suatu keadaan dan peristiwa kemanusiaan yang dibuat atau dibentuk oleh manusia yang sudah barang tentu dapat diatasi oleh manusia pula.

Tentu saja, penumbuhan kesadaran tersebut masih dalam konteks melaksanakan ajaran Islam Aswaja, agar mereka tidak kehilangan nilai-nilai Islami. Justru malah potensi ajaran Islam Aswaja dikembangkan secara aplikatif ke dalam proses pengembangan masyarakat. Pada gilirannya pembangunan manusia seutuhnya akan dapat dicapai melalui ajaran Islam Aswaja yang kontekstual di tengah-tengah keragaman komunitas nasional.

Untuk melakukan pembangunan masyarakat sekarang mau pun esok, pendekatan yang paling tepat adalah yang langsung mempunyai implikasi dengan kebutuhan dari aspek-aspek kehidupan. Karena dengan demikian masyarakat terutama di pedesaan akan bersikap tanggap secara positif.

Kondisi dinamis sebagai kesadaran yang muncul, merupakan kesadaran masyarakat dalam transisi yang perlu diarahkan pada pemecahan masalah, pada gilirannya mereka di sarnping menyadari tema-tema zamannya juga menumbuhkan kesadaran kritis. Kesadaran ini akan meningkatkan kreativitas, menambah ketajaman menafsirkan masalah dan sekaligus menghindari distorsi dalam memahami masalah itu. Kesadaran kritis ini memungkinkan masyarakat memahami faktor-faktor yang melingkupi aktivitasnya dan kemudian mampu melibatkan diri atas hal-hal yang membentuk masa depannya.

Kebutuhan akan rumusan konsep aktualisasi Islam Aswaja, menjadi amat penting adanya. Konsep itu akan menyambung kesenjangan yang terjadi selama ini, antara aspirasi keagamaan Islam dan kenyataan ada. Suatu kesenjangan yang sangat tidak menguntungkan bagi kaum muslimin dalam proses pembangunan masyarakat, yang cenderung maju atas dorongan inspirasi kebutuhan hidup dari dimensi biologis semata.

Merumus kan konsep-konsep yang dimaksud, memang tidak semudah diucapkan. Identifikasi masalah-masalah sosial secara general dan spesifik masih sulit diupayakan, sehingga konsep aktualisasi secara utuh pun tidak mudah diformulasikan. Akan tetapi secara sektoral aktualisasi itu dapat dikonseptualisasikan secara jelas dalam konteks pendekatan masalah yang dilembagakan secara sistematis, terencana dan terarah sesuai dengan strategi yang ingin dicapai.

Kemampuan melihat masalah, sekaligus kemampuan menggali ajaran Islam Aswaja yang langsung atau tidak langsung bisa diaktualisasikan dalam bentuk kegiatan implementatif yang dilembagakan, menjadi penting. Masalah yang sering disinggung oleh berbagai pihak dan menarik perhatian adalah keterbelakangan, kebodohan dan kemiskinan yang ada pada garis lingkarbalik (daur). Rumusan Khittah 26 pasal ke-6 juga menyinggung keprihatinan NU atas manusia yang terjerat oleh tiga masalah itu.

Aktualisasi Islam Aswaja dalam hal ini menurut rumusan yang jelas, adalah sebagai konsep motivator untuk menumbubsuburkan kesadaran kritis dan membangkitkan kembali solidaritas sosial di kalangan umat yang kini cenderung melemah akibat perubahan nilai yang terjadi.

Dari sisi lain, ada yang menarik dari konsep Aswaja mengenai upaya penanggulangan kemiskinan. Konsep ini sangat potensial, namun jarang disinggung, bahkan hampir-hampir dilupakan. Yaitu bahwa orang muslim yang mampu berkewajiban menafkahi kaum fakir miskin, bila tidak ada baitul mal al muntadhim. Konsep ini mungkin perlu dilembagakan. Dan masih banyak lagi konsep-konsep ibadah sosial dalam Islam Aswaja yang mungkin dilembagakan sebagai aktualisasinya.

Ajaran Islam Aswaja bukan saja sebagai sumber nilai etis dan manusiawi yang bisa diintegrasikan dalam pembangunan masyarakat, namun ia secara multi dimensional sarat juga dengan norma keselarasan dan keseimbangan, sebagaimana yang dituntut oleh pembangunan. Dari dimensi sosial misalnya, Islam Aswaja mempunyai kaitan yang kompleks dengan masalah-masalah sosial. Karena syariat Islam itu sendiri, justru mengatur hubungan antara manusia individu dengan Allah, antara sesama manusia dan antara manusia dengan alam lingkungannya.

Hubungan yang kedua itu terumuskan dalam prinsip mu’amalah yang bila dijabarkan mampu membongkar kelemahan sekaligus memberi solusi bagi paham kapitalisme dan sosialisme. Konsep itu terumuskan dalam prinsip mu’asyarah yang tercermin dalam berbagai dimensi hubungan interaktif dalam struktur sosial yang kemudian dipertegas oleh rumusan Khittah 26 butir empat, tentang sikap kemasyarakatan NU sebagai aktualisasinya.

Tentang hubungan ketiga antara manusia dengan alam lingkungannya terumuskan dalam prinsip kebebasan mengkaji, mengelola dan memanfaatkan alam ini untuk kepentingan manusia dengan tata keseimbangan yang lazim, tanpa sikap israf (melampaui batas) dan tentu saja dengan lingkungan maslahah. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan alam itu tentu saja berorientasi pada prinsip mu’asyarah maupun muamalah yang menyangkut berbagai bentuk kegiatan perekonomian yang berkembang. Berarti diperlukan konsep mu'amalah secara utuh yang mampu mengadaptasikan perkembangan perekonomian dewasa ini sebagai aktualisasi ajaran Islam Aswaja.


*) Dikutip dari KH MA Sahal Mahfudh, Nuansa Fiqih Sosial, 2004 (Yogyakarta: LKiS). Tulisan ini pernah disampaikan pada seminar Pengembangan Sumber Daya Manusia NU Wilayah Sumatera Selatan, 16 Januari 1989 di Palembang.

Monday, 10 February 2014

GUSDUR DITANTANG KYAI SAHAL


KH. MA Sahal Mahfudh tentang Gus Dur
KH. MA Sahal Mahfudh, Dra Hj Nafisah Sahal, KH Masruri Mughni dan Drs H Ali Mufiz MPA punya catatan sendiri tentang sosok KH Abdurrahman Wahid. Berikut penuturannya. Siapa menyangka paman dan keponakan pernah sama-sama berhadapan di arena muktamar.
Tapi itulah kenyataannya. Tanggal 28 November – 2 Desember 2004 (15-19 Syawal 1425H) sejarah mencatat Gus Dur benar-benar ”bertarung” dengan KHMA Sahal Mahfudh untuk posisi Rois Aam di Muktamar Ke-31 NU di Asrama Haji Donohudan, Solo.
Kedudukan tertinggi di Jam’iyyah Nahdlatul Ulama itu akhirnya ditempati Kiai Sahal yang mendapatkan 363 suara dan Gus Dur 75 suara.
”Tetapi dalam keseharian saya tak pernah beda pandangan dengan Durrahman,” kata Kiai Sahal.

Meski jarang bertemu secara fisik, tetapi keponakannya itu sering berkomunikasi melalui telepon.
Sehari setelah dilantik menjadi presiden, Gus Dur sowan ke rumahnya di Pondok Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Margoyoso, Pati. Sebelum berangkat Gus Dur pesan minta disiapkan menu kesukaannya, sayur gantung. Ada juga yang bilang sayur jantung, yaitu buah pisang muda yang bentuknya mirip jantung.

Kebiasaan santri yang selalu hormat dan takdzim kepada guru atau orang yang lebih tua terlihat ketika Presiden Ke-4 RI itu menemuinya. Gus Dur yang selalu memanggil ”Man” (paman) Kiai Sahal langsung mencium tangannya.
Begitu pula ketika sowan KH Abdullah Salam (alm) yang rumahnya tak jauh dari kediaman Kiai Sahal. Dia yang saat itu menjabat presiden tak sungkan-sungkan ndeprok bersimpuh di kaki ulama kharismatik itu.

”Durrahman itu bukan tokoh yang kontroversial seperti ditulis di koran. Tetapi dia memang mempunyai kecerdasan di atas rata-rata kebanyakan orang dan selalu berpikir jauh lebih maju dari kita,” tutur Kiai Sahal.
”Kalau saya kebetulan selalu cocok dengan pemikiran Durrahman karena tahu arahnya ke mana,” paparnya. Ia mencontohkan ketika Gus Dur akan berangkat ke Israel. Hampir semua orang mengecamnya.
Tetapi setelah ia menjelaskan latar belakang dan alasan perjalanannya ke negara zionis itu, Sang Paman pun bisa memahaminya.

Hubungan Darah
Lain lagi penuturan Dra Hj Nafisah Sahal Mahfudh. ”Saya selalu memanggil Durrahman, Mas. Karena ibu kandung saya adalah adik kandung ibunya Durrahman,” tutur Nyai Sahal. KH Mahfudh, ayah kandung KHMA Sahal Mahfudh adalah sepupu KH Bisri Syamsuri, kakek Gus Dur.
Mbah Bisri (KH Bisri Syamsuri) menikah dengan Nyai Hj Chodidjah, adik pendiri NU KH Wahab Hasbullah melahirkan enam anak. Yaitu KH Ahmad Bisri, Hj Muassomah (nenek Menakertrans Muhaimin Iskandar), Hj Solihah (ibu kandung Gus Dur), Hj Musyarofah (ibu kandung Dra Hj Nafisah Sahal Mahfudh), KH Abdul Aziz Bisri dan KH Sohib Bisri.
”Sekitar tahun 1962-1964 saya belajar bahasa Inggris pada Mas Dur,” tutur Nyai Sahal. Menurutnya, memang banyak yang heran pada saat itu di tengah-tengah tradisi pondok pesantren yang begitu kuat dengan ciri tradisionalnya Gus Dur tidak hanya menguasai bahasa Inggris, tetapi juga bahasa Perancis, Belanda dan Mandarin.
”Kebanyakan kiai mengajarkan agar menguasai Bahasa Arab. Tetapi Gus Dur lebih dari itu,” tuturnya.

Nyai Sahal yang putri KH Abdul Fatah Hasyim, sering melihat Gus Dur bermain skak atau catur dengan ayahnya. ”Di sela-sela kesibukan ngaji di pondok, Gus Dur nantang gurunya bermain skak,” katanya sambil tertawa. Secara kebetulan, sejak Ibtidaiyah (setingkat SD), Muallimat Bahrul Ulum, Tambakberas Jombang hingga tamat Fakultas Syariah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Nafisah Sahal selalu bersama-sama dengan Mbak Nur (Shinta Nuriyah) yang akhirnya menjadi istri Gus Dur.
Menurut Nyai Sahal, pernyataan kakaknya memang seringkali terasa aneh di telinga awam bahkan sering kali membuat heboh terutama media massa. ”Coba lihat saat Mas Dur bilang DPR seperti Taman Kanak-kanak, semua orang seperti tersengat listrik. Gus Dur dikecam sana-sini. Tetapi kenyataanya?” tuturnya.
Dua Guru
KH Masruri Mughni, pernah sama-sama nyantri bersama Gus Dur kepada KH Abdul Fatah Hasyim di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambakberas, Jombang. ”Kamar saya dan Gus Dur bersebalahan. Saya di kamar Pangeran Diponegoro 7, Gus Dur di kamar Pangeran Diponegoro 6,” katanya.
”Tapi dia berkali-kali bilang kalau yang benar-benar menjadi gurunya adalah Mbah Fatah (KH Abdul Fatah Hasyim) dan Mbah Chudlori (KH Chudlori) Tegalrejo Magelang,” katanya.

Ketika semua orang mengecam Gus Dur karena mau berangkat ke Israel, ia mengatakan, ”Biar semua orang mau bilang apa yang penting Mbah Fatah dan Mbah Chudlori mangestoni (memberi restu).” Padahal kedua gurunya itu sudah wafat. Karena itulah banyak yang yakin cucu KH Hasyim Asy’ari itu punya kemampuan berkomunikasi dengan dunia ghaib. ”Gus Dur yakin betul melawan Israel tidak bisa dengan kekerasan, tetapi mau tidak mau harus pakai jalur diplomatik. Ya harus ke sana bicara baik-baik,” tutur Kiai Masruri, pengasuh pondok pesantren Al-Hikmah-2, Benda, Sirampog, Brebes itu.
Demikian pula saat terjadi penembakan terhadap umat Islam minoritas di India, KH Abdurrahman Wahid di Bali malah mengatakan, ”Kalau Mahatma Gandhi Islam, ia adalah wali besar.”
Pernyataannya itu kemudian dikutip sebuah majalah Ibu Kota tanpa kata-kata ”Kalau”. Sehingga seolah-olah Gus Dur menyebut Mahatma Gandhi wali besar. Gegerlah semua kiai dan habaib di Indonesia. Melalui jalur Forum Demokrasi (Fordem) India, Gus Dur menempuh jalur diplomasi. Hasilnya umat Islam minoritas tidak ditembaki lagi.
”Saya sedih dihujat umat Islam Indonesia, tetapi saya senang karena umat Islam India tidak ditembaki lagi,” tuturnya seperti ditirukan Kiai Masruri.
Banyak hal yang sudah dilakukan Gus Dur tanpa orang lain mengetahui apa yang sebenarnya terjadi.
Contoh bagaimana humanisnya cucu KH Hasyim Asy’ari itu disampaikan Drs H Ali Mufiz MPA. Saat itu ia yang menjadi Wakil Gubernur Jateng menemui Gus Dur di kantor PBNU.

”Gus Dur satu mobil bersama pamannya, KHMA Sahal Mahfudh keluar dari kantor mengambil honor tulisan di Kantor Majalah Tempo,” katanya.


Pada saat tiba kembali di kantor PBNU, tiba-tiba datang seorang temanya yang mengeluh butuh biaya untuk mengobati keluarganya yang sakit. Tanpa menengok kanak-kiri, amplop honor tulisan yang baru saja diambil dari Majalah Tempo, langsung diserahkan kepada temannya itu, tanpa sempat membuka isinya terlebih dahulu.
Ya, Gus Dur telah tiada, tetapi spiritnya akan terus ada ila akhirus zaman. 
(Agus Fathuddin Yusuf-60)



MENJAGA NKRI, MENGAMALKAN PRINSIP ISLAM



Malang, NU Online
Nahdlatul Ulama dalam membela Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan memegang teguh 4 (empat) Pilar Kebangsaan dalam berbangsa dan bernegara bukan tanpa alasan. Melainkan dengan memegang prinsip mengambil kemaslahatan umat yang lebih besar. Untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa yang beragam ini.

Demikian dikatakan KH Marzuki Mustamar Wakil Rais Syuriyah Jawa Timur dalam acara workshop Aswaja di Pesantren Mahasiswa Al-Hikam Malang pada hari Sabtu, 9 Februari 2014.

“Mengapa harus NU, mengapa harus NKRI? murni karena mengambil kemasalahatan yang lebih besar,” katanya.
Ia menjelaskan bahwa dengan mempertahankan NKRI dan keberagamannya, berarti telah menjalankan sebuah prinsip Islam dalam tolong-menolong dalam kebaikan.

“Dalam Al-Qur’an diperintahkan bahwa kita harus saling tolong dalam kebaikan. 
‘Ta awanuu alal birri wat taqwa.’ Nah kita dengan menjaga NKRI berarti telah menolong umat Islam yang minoritas di beberapa daerah di luar Jawa,” Kata Kiai Marzuki.

“Bayangkan jika kita di Jawa membuat negara Islam, dan tidak melindungi umat beragama yang lain, bagaimana nasib saudara kita di luar jawa yang masih minoritas itu?” tambahnya lagi.

Ia juga menekankan bahwa sejak dahulu para ulama dan kiai mempertahankan dan mengakomodasi keberagaman budaya masyarakat dengan prinsip fiqih da’wah. Membimbing masyarakat dengan menampakkan wajah Islam yang santun dan menenangkan. Bukan Islam yang menakut-nakuti masyarakat. Dan NU sampai saat ini terus menjalankan dan mengembangkan prinsip dakwah tersebut.

“Kiai-kiai jaman dahulu banyak yang mengakomodasi budaya masyarakat setempat dengan kapasitas yang berbeda-beda, ada yang sangat longgar menerima, ada juga yang lebih selektif. Tujuannya apa?, dakwah dan membimbing mereka,” kata pengasuh PP Sabilurrosyad itu.
 (ahmad nur kholis/mukafi niam)

Tuesday, 4 February 2014

PANCASILA ADALAH JIMAT



Pawai panjang jimat tahun ini (03/17) tak kalah semarak dari tahun-tahun sebelumnya. Pawai pada tahun ini diikuti oleh puluhan sekolah, instansi dan ukm batik. Masing-masing peserta pawai mementaskan kreasinya, dari debus, silat sampai peragaan busana, ditampilkan pula aneka macam coraka batik, seperti batik Lampung, Garut, Kalimantan dll. Dalam acara ini Habib Muhammad Lutfi bin Yahya didampingi jajaran TNI dari Kodam Brawijaya, dan tokoh masyarakat lintas agama.
Habib Muhammad Lutfi menuturkan; ‘Panjang jimat, yang di maksud dengan jimat adalah ajaran para Kiai, dan salah satu ajaran yang paling penting para kiai adalah kesadaran dan kesiapan menerima ‘kebinekaan’.  Dengan demikian Jimat itu tiada lain adalah pancasila itu sendiri”.
Apa yang dinyatakan oleh Habib Muhammad Lutfi dibuktikan dengan hadirnya perwakilan tokoh-tokoh agama, Kristen, Konghucu dan agama lainnya. Kegiatan pawai panjang jimat berakhir pada pukul 17.00. Biasanya pawa panjang jimat dilaksanakan satu hari sebelum puncak perayaan Maulid Akbar, namun tahun ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya karena pada tanggal 04 Februari akan dilaksanakan semacam ‘kontrak kesepahaman’ antara TNI-POLRI dan Ulama untuk mengemban tanggung jawab bersama dalam menjaga keutuhan NKRI. Rencana Panglima TNI dan Kapolri akan menghadiri acara ini. (admin)