KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Thursday 30 August 2012

SALAFI WAHABI, PENDUSTA AGAMA & PERUSAK AQIDAH


Wahhabiyah neo khowarij, para pengekor pendusta agama & para perusak aqidah.

هَذِهِ اْلآَيَةُ نَزَلَتْ فِي الْخَوَارِجِ الَّذِيْنَ يُحَرِّفُوْنَ تَأْوِيْلَ الْكِتَابِ وَالسُّنَّةِ وَيَسْتَحِلُّوْنَ بِذَلِكَ دِمَاءَ الْمُسْلِمِيْنَ وَأَمْوَالَهُمْ كَمَا هُوَ مُشَاهَدٌ اْلآَنَ فِيْ نَظَائِرِهِمْ وَهُمْ فِرْقَةٌ بِأَرْضِ الْحِجَازِ يُقَالُ لَهُمُ الْوَهَّابِيَّةُ يَحْسَبُوْنَ أَنَّهُمْ عَلىَ شَيْءٍ أَلاَ إِنَّهُمْ هُمُ الْكَاذِبُوْنَ.

(حاشية الصاوي على تفسير الجلالين، ٣/٣٠٧).








Sumber : Densus 313

TERNYATA,TOKOH WAHABI MAULID


BUKTI KEBODOHAN PENGIKUTNYA YANG TIDAK CERDAS DAN RENDAH AGAMA

Hari yang baik, bulan yang baik serta dengan niat yang baik pula, kami awali tulisan ini dengan Firman Allah berikut ini, agar hati tenang dan nyaman ketika membaca nya dengan baik-baik nanti nya.
Allah ta’ala berfirman :
قُلْ إِنْ كَانَ آبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
“Katakanlah: jika bapak-bapak kamu , anak-anak kamu, saudara-saudara kamu, isteri-isteri kamu, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik”.[QS At-Taubah :24].
Rasulullah bersabda :لا يؤمن أحدكم حتى أكون أحب إليه من والده وولده والناس أجمعين
“Tidak beriman seseorang kamu sehingga adalah saya lebih dicintai nya dari orang tua nya dan anak nya dan semua manusia”.[HR Bukhari dan Muslim].
Sikap anti berlebihan terhadap Maulid Nabi, terkesan seakan peringatan Maulid Nabi adalah kesalahan yang mutlak, namun di balik ingkar mereka yang melampaui batas, ternyata ajaran ingkar Maulid Nabi baru ada sejak mereka ada, belum ada jauh sebelum peringatan Maulid ini telah diperingati dan di akui oleh Muslim dan Ulama sedunia, latar belakang ulama yang mereka sukai ternyata para pecinta Maulid dan salah satu dari sekian Para Motivator Maulid, berikut ini sebagian bukti nya :
Pendapat Ibnu Taymiyah Tentang Maulid Nabi
Ibnu Taymiyah berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسمًا قد يفعله بعض الناس، ويكون له فيه أجر عظيم لحسن قصده، وتعظيمه لرسول الله صلى الله عليه واله وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”.[Lihat kitab Iqtidha' Shirathil Mustaqim : 297].
Ibnu Taymiyah juga berkata :
فتعظيم المولد واتخاذه موسماً قد يفعله بعض الناس ويكون لهم فيه أجر عظيم لحسن قصدهم وتعظيمهم لرسول الله صلى الله عليه وسلم
“Adapun mengagungkan maulid dan menjadikannya acara rutin, itu dikerjakan oleh sebagian manusia, dan mereka mendapat pahala yang besar karena tujuan baik dan pengagungannya terhadap Rasulullah SAW”.[Lihat kitab Majmu' Fatawa 23: 134].
TERNYATA :Ibnu Taymiyah sosok Syaikhul Islam nya para Wahhabi  dan Tokoh Yang Dipuja dan dibela mati-matian oleh Syaikh-Syaikh Wahabi-Saudi justru membela Maulid Nabi, ada apa dengan Wahabi, kenapa sebagian mereka mengingkari pendapat Ibnu Taymiyah, kenapa sebagian mereka menyangka ini fitnah terhadap Ibnu Taymiyah, kenapa sebagian mereka justru tidak pernah tahu pendapat Ibnu Taymiyah sebenarnya dalam masalah Maulid Nabi, mereka ingin berlepas diri dari Ibnu Taymiyah, yang sangat jelas mendukung Maulid Nabi, seandainya Maulid Bid’ah atau Tasyabbuh, sungguh Ibnu Taymiyah lebih dulu memerangi perayaan Maulid, karena di masa nya perayaan Maulid telah dirayakan setiap tahun, tidak pernah ia bilang Bid’ah, tidak pernah ia bilang Tasyabbuh dengan Natal, tidak pernah ia permasalahkan adakah Nabi dan para sahabat merayakan Maulid seperti ini, tapi Ibnu Taymiyah malah menyatakan Maulid Nabi adalah amalan yang baik, bahkan mendapat pahala bagi yang merayakan nya, karena menurut Ibnu Taymiyah Maulid adalah termasuk sebagian dari cara mengagungkan Nabi, dan termasuk salah satu cara mencintai Nabi, dengan kata lain Ibnu Taymiyah mengakui kebenaran Fatwa Ulama yang membolehkan perayaan Maulid, perbedaan persepsi dalam memahami hakikat makna Bid’ah antara Ibnu Taymiyah dan Wahabi/Salafi, otomatis berujung pada perbedaan kategori, Ibnu Taymiyah punya dua kategori Bid’ah yaitu Bid’ah Dholalah/Sayyiah dan Bid’ah Hasanah, tentu saja setiap hal atau cara baru dalam beramal tidak serta-merta dapat divonis sesat, sementara Wahabi yang salah memahami hakikat makna Bid’ah, membuat mereka tidak punya pilihan lain, setiap hal baru otomatis sesat menurut mereka, dan status hukum bukan lagi pada dalil nya, tapi lebih kepada ada atau tidak nya itu di masa Nabi dan Sahabat, sehingga wajar kalau pada setiap permasalahan yang mereka pertanyakan bukanlah dalil syar’i, dan tanpa sadar mereka telah mengingkari sebagian syari’at Islam atau dengan kata lain inilah ciri Manipulasi Fatwa Ala Wahhabi, semoga kekaguman mereka terhadap Ibnu Taymiyah bisa memperkecil perbedaan selama ini.
Pendapat Ibnu Katsir Tentang Maulid Nabi
Ibnu Katsir memuji Raja Mudhaffar Abu Sa’id Al-Kukburi sebagai berikut :
وكان يعمل المولد الشريف في ربيع الأول ويحتفل به احتفالا هائلا
وكان مع ذلك شهما شجاعا فاتكا بطلا عاقلا عالما عادلا رحمه الله وأكرم مثواه
“Dan dia [Raja Mudhaffar] menyelenggarakan Maulid yang mulia di bulan Rabi’ul awwal secara besar-besaran. Ia juga seorang raja yang cerdas, pemberani kesatria, pandai, dan adil, semoga Allah mengasihinya dan menempatkannya ditempat yang paling baik” [Lihat Kitab Bidayah wan-Nihayah 13 :136]
Ibnu Katsir juga berkata :
إن أول من أرضعته صلى الله عليه وسلم هي ثويبة مولاة أبي لهب وكان قد أعتقها حين بشرته بولادة النبي صلى الله عليه وسلم. ولهذا لما رآه أخوه العباس بعد موته في المنام بعدما رآه بشر خيبة، سأله: ما لقيت؟ قال: لم ألق بعدكم خيراً غير أني سقيت في هذه بعتاقتي لثويبة (وأشار إلى النقرة التي بين الإبهام والتي تليها من الأصابع).
“Sesungguhnya orang pertama kali menyusui Nabi SAW adalah Tsuwaybah yaitu budak perempuan Abu Lahab, dan ia telah dimerdekakan dan dibebaskan oleh Abu Lahab ketika Abu Lahab gembira dengan kelahiran Nabi SAW, karena demikian setelah meninggal Abu Lahab, salah seorang saudaranya yaitu Abbas melihatnya dalam mimpi, salah seorang familinya bermimpi melihat ia dalam keadaan yang sangat buruk, 
dan Abbas bertanya : “Apa yang engkau dapatkan ?” 
Abu Lahab menjawab : “Sejak aku tinggalkan kalian [mati], aku tidak pernah mendapat kebaikan sama sekali, selain aku diberi minuman di sini [Abu Lahab menunjukkan ruang antara ibu jarinya dan jari yang lain] karena aku memerdekaan Tsuwaybah”. [Lihat kitab Bidayah wan-Nihayah 2 : 272-273, kitab Sirah Al-Nabawiyah 1 :124, kitab Maulid Ibnu Katsir 21].
Ibnu Katsir mengagungkan malam Maulid Nabi, berikut kata beliau :
إن ليلة مولد النبي صلى الله عليه وسلم كانت ليلة شريفة عظيمة مباركة سعيدة على المؤمنين، طاهرة، ظاهرة الأنوار جليلة المقدار
“Sungguh malam kelahiran Nabi SAW adalah malam yang sangat mulia dan banyak berkah dan kebahagiaan bagi orang mukmin dan malam yang suci, dan malam yang terang cahaya, dan malam yang sangat agung”.[Lihat kitab Maulid iIbnu Katsir 19], sebagaimana dikatakan oleh Imam Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitab Ad-Durar Al-Kaminah mengatakan bahwa kitab tersebut adalah kitab Ibnu Katsir yang membolehkan Maulid Nabi dan di dalam nya membahas tentang perayaan peringatan Maulid Nabi.
TERNYATA :
Ibnu Katsir yang dianggap sama oleh Salafi-Wahabi dengan mereka dalam semua hal, juga mengagungkan Maulid, bahkan beliau punya kitab tentang kebolehan dan keagungan Maulid Nabi, perbedaan yang sangat mencolok ini tentu tidak aneh, karena Ibnu Katsir adalah seorang Ahlus Sunnah Waljama’ah [Aswaja], cuma mereka tidak mau melepaskan Ibnu Katsir, karena tanpa Ibnu Katsir, mereka tidak punya lagi Ulama hebat, yang bisa mereka sandarkan ajaran mereka, dan penganut Wahabi akan semakin berkurang drastis, dan separuh kebohongan yang mereka tutupi selama ini akan terkuak dengan sendiri nya, buktinya dalam hal ini Ibnu Katsir terlepas dari ajaran Wahabi, perayaan Maulid yang telah dirayakan setiap tahun di masa nya, tidak memvonis pecinta Maulid Nabi dengan Ahlu Bid’ah, apa lagi sampai menyamai dengan perayaan Kuffar [Na'uzubillah], dalam kitab nya Ibnu Katsir memuji Raja Mudhaffar, karena kedermawanan nya dalam perayaan Maulid besar-besaran, bahkan lebih dari itu, ketika para penganut Wahabi menganggap 
“orang yang merayakan Maulid sama dengan Abu Lahab” ternyata Ibnu Katsir membenarkan kisah tersebut, Ibnu Katsir membenarkan Abu Lahab membebaskan budak nya Tsuwaibah karena kegembiraan nya dengan berita kelahiran Nabi dan dengan sebab itu ia mendapat sedikit air yang dapat ia minum di kubur, karena kekufuran nya telah menghalangi pahala dan fadhilah besar yang seharus nya. Tidak cuma itu, Ibnu Katsir juga percaya bahwa malam Maulid Nabi adalah malam yang penuh berkah, malam yang lebih dari malam lain nya, tentu saja ini sangat bertolak-belakang dengan anggapan Wahabi, karena mereka anggap malam Maulid tidak tidak punya kelebihan apa pun, sama seperti malam sebelum nya atau sesudah nya, semoga perasaan mereka terhadap Ibnu Katsir bisa menimbulkan benih cinta mereka terhadap Maulid Nabi SAW, inyaallah.
Pendapat Imam Al-Dzahabi Tentang Maulid Nabi
Az-Zahabi juga memuji Abu Said Al-Kukburi :
وكان متواضعًا ، خيِّرًا سنّيًا ، يحبّ الفقهاء والمحدّثين
“Dan adalah ia [Raja Mudhaffar] itu yang rendah diri, dan baik dan juga Sunni [Ahlus Sunnah Waljama'ah] dan ia mencintai Fuqaha’ [Ulama Fiqih] dan Muhadditsin [Ulama Hadits]“.[Lihat Siyar A'lam An-Nubala' 22 : 336]
TERNYATA :
Al-Dahabi sama hal nya dengan Ibnu Katsir, ia juga memuji 
Raja Maulid [raja Mudhaffar], dan dengan jelas Al-Dzahabi menyebut nya dengan Sunni yakni Ahlus Sunnah Waljama’ah, tapi kenapa Wahabi menyebut pecinta Maulid dengan Ahlu Bid’ah ? tidakkah mereka malu kepada Imam mereka ? kenapa justru mencari-cari alasan untuk mengingkari kebenaran dari Ulama yang mereka sukai, kenapa harus menutupi kebenaran yang datang dari diri mereka sendiri, kalau saja kebenaran datang dari orang yang ia musuhi dan benci selama ini, mungkin saja terlalu berat menerima dan mengakui nya, tapi ini kebenaran dari diri mereka sendiri.
Semoga ini menjadi sebuah renungan bagi siapa pun yang terlalu anti dengan Maulid Nabi, bila pun terlalu berat mengakui kelebihan nya, cukuplah dengan berdiri di tengah-tengah saja, tidak perlu ikutan Maulid, dan juga jangan ikutan mencaci-maki Maulid, biarpun nanti nya juga akan sangat menyesal karena tidak bisa merasakan bila ternyata begitu besar nya fadhilah Maulid di akhirat kelak nantinya. atau silahkan kembali membaca  PENJABARAN MENGENAI BID’AH HASANAH DAN DHOLALAH .
Wassalam.

Tuesday 28 August 2012

TAREKAT DAPAT MENCEGAH KONFLIK SUNNI-SYIAH



Jakarta, NU Online
Konflik antara Sunni dengan Syiah bisa dicegah dengan mengembangkan nilai-nilai tarekat. Ini pas, karena Sunni di Indonesia suka tarekat, yang juga deket dengan Syiah. 

Demikian dinyatakan Wakil Rais Syuriyah PCI NU Mesir Ahmad Syaifuddin pada NU Online, melalui yahoo massenger, Selasa sore (28/8).

"Syiah dan Sunni yang sufi itu sama-sama mencintai ahli bait, khususnya Sayidina Ali bin Abi Thalib. Semua sanad tarekat bermuara ke Imam Ali, kecuali Naqsyabandiyah yang juga punya sanad ke Abu Bakar. Bedanya kalau sufi itu ta'dhim (penghormatan), kalau syiah itu taqdis (pengkultusan). Nah, di situ kesamaan kita dengan Syiah," jelasnya.

Dia mencontohkan bahwa Sunni yang sufi dan Syiah bisa saja mengadakan haul Imam Ali, Hasan Husein bersama-sama, dengan catatan pihak Syiah tidak menampakkanghuluw atau melampaui batas. 

"Keduanya sama-sama tanazul. Yang beda dari mereka jangan diperlihatkan, yang beda dari kita jangan diperlihatkan," ujar mahasiswa program doktor di Universitas Al-Azhar tersebut.

Dia melanjutkan, konflik Sunni-Syiah tidak bisa diselesaikan dengan debat, bahsul masail, atau munazharah. "Ndak mungkin berhasil itu diskusi," tegasnya.

Syaifuddin berpesan, Syiah di Indonesia jangan seperti Syiah Iran. "Teman-teman Syiah di Indonesia harus melakukan pribumisasi. Kalau di Jawa ya harus njawani, pakai blangkon, pakai bubur abang bubur putih. Kalau di Sumatera yang harus menyesuaikan dengan Sumetera." 


Penulis: Hamzah Sahal

MANTAN KYAI NU INSYAF




Beredarnya buku-buku tulisan H. Mahrus Ali di berbagai tempat di wilayah Indonesia benar-benar sangat meresahkan ummat Islam. 

Otomatis itu menjadikan fitnah besar bagi kaum Nahdhiyyin dan bisa mengancam persatuan dan kesatuan ummat Islam di Indonesia, bahkan bisa mengancam eksistensi Indonesia sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menganut ideologi Pancasila dan berazaskan Undang-undang Dasar 1945. Atas dasar itu,  Tim Sarkub bersama kawan-kawan yang tergabung dalam group “SARKUBIYAH” melakukan silaturrahim ke rumah kediaman H. Mahrus Ali di Tambakwaru Sidoarjo, Surabaya - Jawa Timur untuk meminta penjelasan langsung mengenai buku-buku tulisannya yang meresahkan masyarakat dan menyesatkan itu.


Inilah Foto ketika Tim Sarkub bersilaturahim ke rumahnya H. Mahmud:
12924512611284260799


Senin Wage, 22 November 2010 M/ 15 Dzulhijjah 1431 H menjadi hari bersejarah bagi Tim Sarkub. Di hari itulah mereka memulai perjalanan untuk ‘menginvestigasi” H. Mahrus Ali, pengarang buku-buku yang menyudutkan NU, di kediamannya di Tambakwaru Sidoarjo - Jawa Timur.  Sebelum menuju rumahnya H. Mahrus Ali (yang ngaku2 Mantan Kiai NU), mereka berlima silaturrahim terlebih dahulu ke rumah keponakannya yang bernama H. Mahmud alumni pesantren Langitan untuk berbincang-bincang sebentar sambil mengemukakan maksud dan tujuan kedatangan baik kami ke sana. Karena, rumahnya H. Mahmud terletak pas berada di gang yang mau menuju rumahnya H. Mahrus Ali.  Tentunya tidaklahh sopan apabila melewati rumahnya begitu saja.

Dalam silaturrahim itu mereka mendapat gambaran tentang ajaran yang dianut oleh Mahrus Ali, bahkan mereka mendapat informasi bahwa Mahrus Ali itu mengharamkan makan daging ayam dikarenakan ayam mempunyai cakar. Begitupula, Mahrus Ali mengharamkan makan tahu dengan alasan tahu itu mengandung cuka.
Setelah bersilaturrahim kemudian mereka menuju langsung ke rumahnya Mahrus Ali untuk bersilaturrahim dan ingin menanyakan langsung tentang penggunaan istilah “Mantan Kiai NU” dalam setiap karangannya.

Alhamdulillah berkat anugerah Allah swt mereka  bisa menemui dia dengan begitu mudahnya. Padahal menurut informasi yang didapatkan di masyarakatnya bahwa dia itu sulit sekali ditemuinya terutama dengan orang yang tidak sepaham dengannya. Bahkan ibu kandungnya sendiri ketika sakit keras, dia (Mahrus Ali) tidak mau menemuinya dengan alasan tidak sepaham dengannya.

Dalam silaturrahim itu Tim Sarkub sempat berdialog langsung dengannya dan alhamdulillah mereka berhasil membongkar kebohongan dan kebusukan Mahrus Ali yang menganut paham Wahhabi beserta penerbit buku-buku karangannya, yang telah menghina dan melecehkan NU. Dengan demikian, mereka sudah sepantasnya diseret ke pengadilan untuk diadili dan mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatan mereka.

Mereka  sempat mengambil foto secara rahasia lewat hp untuk dijadikan sebagai data dan bukti yang valid. Karena, H. Mahrus Ali tidak mau difoto dan menghukumi haram masalah foto. Begitupula, mereka sempat berdialog dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada Mahrus Ali termasuk masalah penggunaan istilah “Mantan Kyai NU” di setiap buku karangannya. Ternyata dalam jawaban Mahrus Ali penggunaan istilah “Mantan Kiai NU” itu bukanlah dari kemauan H. Mahrus Ali (Wahhabi tulen) sendiri, tetapi istilah itu merupakan keinginan dan hasil rekayasa dari penerbit “Laa Tasyuk” yang menerbitkan buku-buku karangannya dengan tujuan agar buku-buku tersebut best seller di pasaran. 

Buku2 tersebut pada hakikatnya merupakan suatu pelecehan dan penghinaan terhadap eksistensi NU baik di forum nasional maupun internasional. Dengan demikian, mereka meminta langsung kepada H Mahrus Ali dengan sejujurnya untuk membuat pernyataan mengenai istilah Mantan Kyai NU yang merupakan bukan pilihannya sendiri sebagai suatu klarifikasi agar tidak menjadi fitnah berkepanjangan di kemudian hari.


12924511361691837405

Kyai Thobary bersama Mahrus Ali di sampingnya yang sedang menulis Surat Pernyataan.

Inilah  surat pernyataan Mahrus Ali yang sejujurnya kepada Kyai Thobary. Mahrus mengatakan bahwa penggunaan istilah “Mantan Kiai NU” bukan berasal dari dia sendiri. Tetapi itu merupakan pilihan dari pihak penerbit “Laa Tasyuk” yang terlalu dipaksakan demi untuk mengeruk keuntungan pribadi lewat buku2 tulisan Mahrus Ali yang diterbitkannya. Untuk lebih jelasnya lagi kami salin kembali surat pernyataan Mahrus Ali di bawah ini:


“MANTAN KYAI NU BUKAN PILIHAN SAYA DAN SAYA SUDAH BILANGKAN KEPADA WARTAWAN AULA, SAYA MINTA AGAR DIGANTI TAPI SAYA TIDAK MAMPU”
TGL 15 DZULHIJJAH 1431 H
WASSALAMMAHRUS
Inilah scan surat pernyataan aslinya!!

1292451249280096772Surat Pernyataan dari H. Mahrus Ali

Jadi, dalam hal ini penerbit “Laa Tasyuk” bersalah secara hukum. Begitupula dengan Mahrus Ali. Olehkarena itu, pihak NU harus menuntut dan menyeret mereka ke pengadilan demi tegaknya hukum di Indonesia. Kalau dibiarkan saja, pasti fitnah yang ditimbulkan oleh penerbit “Laa Tasyuk” dan H.Mahrus Ali akan semakin berkobar saja dan dapat mengancam kewibawaan NU, bahkan bisa merugikan bangsa Indonesia. Dengan demikian, Mahrus Ali dan penerbt “Laa Tasyuk” ini merupakan manusia-manusia pembohong besar. Pernah dia diundang debat terbuka di UIN Sunan Ampel di Surabaya Jawa Timur untuk mempertanggung-jawabkan buku karangannya yang menghina NU dan tidak ilmiah itu, tapi dianya tidak hadir dengan bermacam-macam alasan. Coba lihat di sini video Debat Terbuka NU - Wahhabi dari 3 sampai dengan 8 :


Dengan ketidakhadirannya itu, takut ketahuan belangnya kali ya konspirasi politik Wahhabi ini?. Awas dan hati2 dengan fitnah dan kebohongan “The Phantom of Opera” ini !!!. Sekarang H. Mahrus Ali sedang dilanda ketakutan karena merasa bersalah. Dia juga suka nongkrong di warung kopi di depan balai desa di dekat rumahnya di desa Tambak Sumur RT 01 / RW 01 Kecamatan Waru Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. 

Itupun beraninya kalau keadaannya sedang sepi. Hidupnya pun semakin susah saja bahkan sudah terasing dari masyarakatnya. Dia itu ibarat cacing tanah kepanasan yang menjadi cemoohan masyarakat sampai ke anak-anak kecil. Itulah adzab Allah swt yang selalu menimpa dia dikarenakan atas perbuatannya sendiri. Mudah-mudahan ini menjadi pelajaran bagi kita !!.


1292452389602167241

Inilah Warjok alias Warung Pojok, tempat nongkrongnya Mahrus Ali minum kopi di depan Balai Desa Tambakwaru Sidoarjo Jatim. Itupun dia lakukan kalau kondisinya sedang sepi. Kalau lagi ramai, waaaahh dia sangat ketakutan sekali. Kebetulan warjok itu sedang tutup ketika Tim Sarkub berkunjung ke rumahnya. Waaaah inget2 umur belasan tahun aja nich tukang nongkrong di jalanan bersama kawan2.

Adapun mengenai tulisan-tulisan H Mahrus Ali di setiap buku karangannya, semuanya itu berisikan pengkajian dan pembahasan yang tidak ilmiah dan mengandung ketidakbenaran, karena tidak disertai dengan dalil-dalil yang kuat dan penjelasan-penjelasan yang ilmiah secara keilmuan. Hanya saja dalil-dalil yang diambil olehnya baik dari Al-Qur’an maupun Hadits Nabi hanyalah merupakan hasil terjemahan secara tekstual atau letterleg saja sehingga sama sekali tidak mengenai sasaran yang tepat. Bahkan dalam mengartikan ayat-ayat suci al-Quran yang ada asbabun nuzulnya, dia itu sangat anti sekali dengan asbabun nuzul (sebab2 diturunkannya ayat2 suci Al-Qur’an). 

Karena, menurut dia asbabun nuzul itu dipenuhi dengan sanad-sanad (sandaran-sandaran hukum) yang dhaif atau lemah. Selain itu beliau sangat anti sekali terhadap kitab-kitab karangan Imam Syafi’i. Dia hanya menggunakan tafsir yang dilakukan oleh sahabat Nabi SAW. Dengan demikian, pengkajian Al-Qur’an yang ia lakukan merupakan suatu kekeliruan dan penyimpangan yang besar, karena tidak berdasarkan ilmu tafsir Al-Qur’an dari para ulama yang tidak diragukan lagi mengenai kredibilitas keilmuan mereka. Padahal ilmu tafsir Al-Qur’an itu sangat penting sekali dalam memecahkan setiap permasalah hidup (problem solving) terutama yang berkaitan dengan ayat-ayat mutasyabbihat dan ayat-ayat kauniyah.

Selain itu, dia menganggap bahwa ilmu hisab itu bid’ah dholalah dan yang paling benar hanyalah ilmu rukyat semata dalam penentuan awal bulan Qamariyah seperti awal Ramadhan, Syawal dan Dzul-Hijjah. Bahkan dia menyalahkan NU, Muhammadiyah, PERSIS dan ormas-ormas Islam lainnya. Dalam masalah jatuhnya waktu wukuf di Padang Arafah Saudi Arabia dan masalah jatuhnya hari puasa Arafah di Indonesia juga dia mengikuti keputusan pemerintah Saudi Arabia. 

Alasannya pemerintah Saudi Arabia itu menggunakan rukyat dan rukyatnya didukung dengan teropong-teropong yang canggih dari Maroko. Kata saya kepadanya: “Bagaimana kita dapat melakukan rukyat (melihat hilal) dengan baik dan benar kalau tanpa didukung dengan data hisab yang akurat”? Karena, rukyat yang baik itu harus dilakukan hisab terlebih dahulu, dengan kata lain ” الرؤية بعد الحساب “. Rukyat tanpa data hisab yang akurat sudah barangtentu akan terjadi kesalahan dalam merukyat. Karena, untuk mengetahui posisi dan ketinggian hilal itu harus menggunakan ilmu hisab. Begitupula lamanya hilal di atas atau di bawah ufuk itu hanya bisa diketahui dengan ilmu hisab, yaitu lamanya hanya sekitar beberapa menit atau detik saja tergantung ketinggian hilalnya.

Salah seorang dari mereka, KH. Thobary Syadzily berkata kepada Mahrus Ali: “Ilmu hisab itu ibarat alamat lengkap seseorang pak. Sedangkan, rukyat itu ibarat rumah seseorang. Bagaimana kita bisa menemukan rumah seseorang kalau tanpa adanya alamat yang jelas. Coba bapak pikirkan baik-baik !. Saya ini datang dari jauh dan ingin ke rumah bapak. Apakah saya akan menemukan rumah bapak kalau saya tidak mempunyai alamat rumah bapak yang jelas?”. Jawab Mahrus Ali: “Oh iya ya pasti sampeyan tidak bisa menemukan alamat rumah saya!”. Itulah penjelasan KH. Thobary  kepada Mahrus Ali dan diapun mengakuinya secara jujur.
Kemudian KH. Thobary bertanya lagi kepada dia: “Ngomong-ngomong ! Apakah bapak bisa tidak ilmu hisab?.”
Jawab dia: “Saya tidak bisa sama sekali ilmu hisab.
“Mengapa bapak menulis ilmu hisab di buku karangan bapak yang berjudul “Amaliyah Sesat Di Bulan Ramadhan?. ” tanya KH. Thobary lagi. “Bahkan bapak mencela NU dan Muhammdiyah serta Kementrian Agama Republik Indonesia. “
Jawab Mahrus Ali: “Oh itu saya ambil dari internet saja. “
Kata KH. Thobary: “Memangnya bapak punya internet?.”
“Ya, saya punya.”, jawab Mahrus Ali.

Itulah pengakuan sejujurnya Mahrus Ali kepada KH. Thobary Syadzily. Karena, mereka berusaha meyakinkan dan memeluruskan pemahaman dia yang salah dan keliru itu tentang ilmu hisab. Wal hasil H Mahrus Ali itu tidak faham sama sekali tentang ilmu hisab dan rukyat. Ternyata tulisan dia tentang hisab itu hanyalah merupakan copy paste dari internet alias google saja.
Adapun dalam masalah penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzul-Hijjah di Indonesia dia menyerahkan sepenuhnya kepada NU. Dari sini kita fahami bahwa dia tidak konsisten dengan pendiriannya semula, padahal secara keilmuan NU itu menggunakan perpaduan antara Hisab dan Rukyat. Tapi, mengapa dia menganggap ilmu hisdab itu bid’ah (maksudnya bid’ah dholalah atau sesat).

Bukan hanya itu saja, H. Mahrus Ali pun sama sekali tidak paham tentang ilmu mantik (logics). Bagaimana dia bisa memahami isi Al-Qur’an dan Hadits kalau dia tidak paham tentang ilmu itu. Sedangkan, ilmu mantiq merupakan salah satu pendukung untuk membongkar rahasia Al-Qur’an dan Hadits. Begitupula ketika ditanya tentang ilmu tauhid pun pemahamannya sangat dangkal sekali, sehingga apa yang dia pahami dalam masalah ilmu tauhid tidak sesuai dengan pemahaman aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. 

Dengan demikian, pemahaman keilmuan H. Mahrus Ali benar-benar sangat diragukan tentang kebenarannya karena tidak sesuai denagn fakta-fakta keilmuan yang berlaku di dalam ajaran agama Islam. Itulah ajaran Wahhabi yang dianut oleh H. Mahrus Ali untuk menyesatkan ummat Islam di Indonesia. Memang Mahrus Ali itu otaknya sudah dicuci oleh Wahhabi ketika dia belajar dahulu di Saudi Arabia selama 8 tahun.

Inilah buku karangan Mahrus Ali yang ternyata cuma diambil dari internet saja!
1292449939808656353

Awas jangan sampai terprovokasi atau terpengaruh dengan keberadaan buku ini !!. Buku ini dan buku2 lainnya karangan H. Mahrus Ali penuh dengan kebohongan dan hasil rekayasa dari Wahhabi di atasnya saja. Dengan kata lain, buku2 itu hanyalah sebagai penyambung lidah Wahhabi (termasuk penerbit buku “LAA TASYUK” Jln Pengirian No 82 Surabaya dan oknum2 yang berada di belakangnya) saja yang bertujuan untuk mengadu domba antara NU, Muhammadiyah, Persis dan ormas2 lainnya dan memperdaya ummat Islam di Indonesia khususnya para warga Nahdhiyyin. 

Itulah gaya politik Wahhabi yang murahan dan rendahan (cheap and low political style of Wahhabi) yang selalu ditampilkan dalam da’wahnya. Cirinya: Wahhabi itu sangat licik sekali dan suka memecah belah ummat Islam saja. Cara berpikirnya pun sangat dangkal sekali dan sangat egoistis alias ingin menang sendiri saja serta suka usilan terhadap urusan ibadah orang lain yang tidak sepaham dengannya dengan mengecam sesat, musyrik dan murtad. Dalam hal ini Wahhabi bukannya memajukan ummat Islam di bidang sains & tehnologi, justru sebaliknya hanya membuat ummat Islam semakin terperangkap saja dalam jurang kebodohan, sehingga sikapnya itu bisa menjadikan Indonesia sebagai negara yang tidak bermartabat dan bermoral baik di forum nasional maupun internasional. 

Pengarang buku ini sebenarnya bukan mantan kiai NU, apalagi pernah menjadi anggota atau menjabat di NU. Dia itu orang kampung biasa yang keadaan hidupnya sangat sederhana sekali dan tidak punya power sedikitpun di masyarakatnya. Olehkarena itu, penerbit “Laa Tasyuk” memanfa’atkan dia untuk dijadikan sebagai tumbal politik ekonominya.
Kalau melihat tampang muka dan tata cara shalatnya beserta jama’ahnya, pasti semua orang menilai bahwa aliran yang dianutnya sangat menyesatkan ummat Islam. Coba saja lihat di sini foto-foto profil aslinya beserta jama’ahnya !!. Ini benar-benar merupakan foto-foto asli dan bukan hasil rekayasa:

12924503281874861316

         Khutbah Jum’atan di rumahnya sendiri diikuti sedikit jamaah yang mungkin sama-sama kurang waras.


12924501632002214750

              Sujud di atas tanah dan memakai sandal ketika sholat jum’at bertempat di rumahnya Mahrus Ali. 


1292450266546609825

                                Mahrus Ali bersama komplotannya di kediamannya usai sholat jum’at.


12924506431660175738                             
                           Shalat pake sandal di atas tanah, tidak mau shalat di atas keramik atau ubin. 


12924507571238002233                                                 
                                                  Jama’ahnya apakah masih waras..


1292450827273564323

                  Sujud langsung di atas tanah tanpa alas, lalu kaki masih terbungkus sandal.


12924505941746088884                                      
                                     Shalat pakai sandal jepit di rumahnya Mahrus Ali. 


12924506861119808713

                                     Pengikutnya sok alim pake sorban tapi gak waras 

12924510511126894497

      Kesesatannya sempat terekam oleh stasiun tv swasta nasional sewaktu shalat Id.

1292451127343764683

Shalat Id dengan komplotannya di atas tanah


Tulisan ini semata-mata sebagai nasehat agar tidak mudah menerima (menelan) informasi yang datang kepada kita tanpa mengecek atau meneliti informasi tersebut. Dan Tim Sarkub telah berhasil menginvestigasi langsung H. Mahrus Ali yang meresahkan ummat itu. Maka sangatlah mengherankan dengan sikap sebagian kalangan yang tidak pernah mau mengambil hikmah dan pelajaran dari fenomena kebohongan yang mengatas namakan ulama seperti kasus di atas, yaitu seorang H. Mahrus Ali yang mengaku sebagai mantan Kiayi NU dengan tujuan memojokkan NU.

Al-Qur’an telah mengajarkan kepada kita agar tidak mudah mengambil begitu saja informasi-informasi yang datang kepada kita, semua itu agar kita terhindar dari tindakan yang bisa menyebabkan kerugian terhadap orang lain, baik berupa fitnah atau yang lainnya, sebagaimana tercantum dalam surat Al-Hujarat ayat 6 :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِن جَاءكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَن تُصِيبُوا قَوْماً بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
‘Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu”

Berikut ini salah satu kutipan yang jelas-jelas bohong, yang berasal dari penulis buku “Menggugat Tahlilan” dan mengatas namakan pengarang kitab I’anath Thalibin,
Didalam buku yang berjudul “Membongkar Kesesatan Tahlilan”, hal. 31, disana dituliskan :
“Dan di antara bid’ah munkaroh yang sangat dibenci adalah apa yang dilakukan orang di hari ketujuh dan di hari ke-40-nya. semua itu haram hukumnya” (lihat buku Membongkar Kesesatan Tahlilan, hal. 31).

Penulis buku tersebut mengutip kalimat tersebut dari kitab Ianatuth Thalibin, yang mana kalimatnya telah di gunting/dipotong atau belum tuntas dan ini yang dijadikan rujukan oleh remaja korban internet. Kutipan diatas juga tercantum dalam buku “Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan”, isinya sebagai berikut :
“Di antara bid’ah munkarat yang tidak disukai ialah perkara yang sangat biasa diamalkan oleh individu dalam majelis untuk menyampaikan rasa duka cita (kenduri arwah), berkumpul dan membuat jamuan majelis untuk kematian pada hari keempat puluh, bahkan semua itu adalah haram” (lihat buku Mantan Kiai NU Menggugat Tahlilan, hal. 69).
Perhatikanlah kutipan kalimat diatas, maka silahkan bandingkan dengan teks asli dari kitab I’anah,

وفي حاشية العلامة الجمل على شرح المنهج: ومن البدع المنكرة والمكروه فعلها: ما يفعله الناس من الوحشة والجمع والاربعين، بل كل ذلك حرام إن كان من مال محجور، أو من ميت عليه دين، أو يترتب عليه ضرر، أو نحو ذلك.

“Dan didalam kitab Hasiyatul Jamal ‘alaa Syarh al-Minhaj (karangan Al-‘Allamah asy-Syekh Sulaiman al-Jamal) ; “dan sebagian dari bid’ah Munkarah dan Makruh mengerjakannya yaitu apa yang dilakukan orang daripada berduka cita , berkumpul dan 40 harian, bahkan semua itu haram jika (dibiayai) dari harta yang terlarang, atau dari (harta) mayyit yang memiliki (tanggungan) hutang atau (dari harta) yang bisa menimbulkan bahaya atasnya, atau yang lain sebagainya”

Kalimat yang seharusnya di lanjutkan tapi di potong. Mereka telah menyembunyikan maksud yang sebenarnya dari ungkapan ulama yang berasal dari kitab aslinya. Mereka memenggal kalimat secara “seksama” (penipuan yang direncanakan/kebohongan disengaja, red) demi tercapainya tujuan mereka yaitu melarang bahkan mengharamkan Tahlilan, seolah olah tujuan mereka didukung oleh pendapat Ulama, padahal hanya didukung oleh tipu daya mereka sendiri yang mengatas namakan ulama. Bukankah hal semacam ini juga termasuk telah memfitnah Ulama ?Ucapan mereka yang katanya menghidupkan sunnah sangat bertolak belakang dengan prilaku penipuan dan kebohongan yang mereka lakukan.

I

12924518641730448815

Mengenai Kebohongan H. Mahrus Ali dalam bukunya, bisa anda baca di buku yang telah diterbitkan oleh Tim Bahtsul Masail PC NU Jember, bukunya berjudul : “MEMBONGKAR KEBOHONGAN BUKU MANTAN KIAI NU MENGGUGAT SHOLAWAT & DZIKIR SYIRIK (H.MAHRUS ALI” )

Wssalam