KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Sunday, 31 January 2016

WAJAH GARANG NABI SAW, ITU REKAYASA SALAFI WAHABI



Rasulullah bukan sosok pemarah. Banyak yang mencoba mengejek, menyakiti dan melukai, tapi Rasulullah tidak menanggapi dengan api amarah. Rasulullah kadang malah membalas dengan kasih berlebih. Begitu pun ketika si Badui kurang ajar itu mengasarinya. Rasulullah tengah berjalan bersama Anas bin Malik, ketika tiba-tiba Arab Badui itu menarik selendang Najran di kalungan lehernya.
Begitu kerasnya tarikan si Badui, Nabi pun tercekik. Anas, seperti tercatat dalam Shahih al-Bukhari, sempat melihat bekas guratan di leher Nabi.
“Hai Muhammad, beri aku sebagian harta yang kau miliki!” teriak si Badui, masih dengan posisi selendang mencekik Rasul.
Apakah Nabi marah dengan sikap si Badui yang mirip preman Tanah Abang ini: berbuat kasar untuk minta ‘jatah’? Hati Nabi terlalu sejuk untuk sekadar diampiri letikan rasa gusar.
Tidak, Nabi justru tersenyum, dan bilang ke Anas, “Berikanlah sesuatu.”
Itu masih belum seberapa. Nabi bahkan pernah ‘dihadiahi’ kotoran hewan, pada punggung, di saat Nabi sedang sujud dalam shalat. Abdullah bin Mas’ud jadi saksi, yang kemudian direkam pula dalam Shahih al-Bukhari.
Ibnu Mas’ud melihat Nabi tengah bersembahyang di dekat Ka’bah, dan pada saat yang sama Abu Jahl dan gerombolannya duduk-duduk tak jauh dari situ.
“Siapa mau membawa kotoran-kotoran kambing, yang disembelih kemarin, untuk ditaruh di atas punggung Muhammad, begitu dia sujud?”
Abu Jahl berseru pada punakawannya. Satu dari mereka, yang tak lain adalah Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bin Rabi’ah, al-Walid bin Utbah, Umayyah bin Khalaf, serta Uqbah bin Abi Mu’ith, itu bergerak mengambil kotoran. Mereka tunggu hingga Nabi sampai pada sujud.
Dan benar, sampai ketika Nabi sujud, ditaruhlah kotoran itu di antara dua bahu Nabi. Abu Jahl, punggawa Quraisy yang selalu berupaya menghancurkan Nabi itu, dan gerombolannya menyaksikan dengan tawa keras. Nabi tetap dalam sujud hingga Fatimah az-Zahra membersihkan sembari meneteskan air mata. Tapi Nabi bukan sosok pemarah, bukan pendendam.
Nabi tidak memerintahkan Sahabat-Sahabat untuk membalas balik perlakuan Abu Jahl Cs. Beliau hanya berdoa,  “Allahumma alaika bi Quraisy, alaika bi Quraisy, alaika bi Quraisy.” Ya Allah, binasakan mereka, bangsa Quraisy yang pongah itu.
Ya, nabi yang pemarah cuma ada di kepala mereka. Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muthalib yang bermuka sangar hanyalah gambar yang lalu lalang di dalam pikiran mereka sendiri. Tapi, siapa sebenarnya yang berperan membangun gambar itu di otak mereka? Bukankah kita? Kita sendiri, ya, kita. Sadar tak sadar, kita diam-diam telah, sedang, dan masih saja berniat melukis Rasulullah dengan sketsa raut wajah garang.
Kita tahu, dan percaya seutuhnya.
Sumber: Majalah Syir’ah edisi 52, ditulis oleh Mutjaba’ Hamdi

Monday, 18 January 2016

SIARAN PERS PBNU TERKAIT BOM SARINAH



Berikut Siaran Pers PBNU Terkait Bom Sarinah
Jakarta-berita9online : Berkaitan dengan serangan teror di Jakarta hari ini, Kamis 14 Januari 2016, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dalam siaran pers yang dibacakan oleh Ketua Umum, Prof Dr KH Said Aqil Siroj menyerukan kepada segenap elemen bangsa untuk lima hal berikut:
Pertama, Mari kita bersama-sama meningkatkan kewaspadaan di lingkungan masing-masing. Saatnya kita jaga solidaritas. Kita pastikan seluruh elemen negeri ini tetap bersatu dan tidak mudah terpancing dalam tindakan-tindakan yang justru merugikan. Masyarakat harus tetap mawas diri, waspada dan tidak terpengaruh dengan ajakan-ajakan yang mengatasnamakan agama dan jihad, tetapi perilakunya adalah membenarkan ajaran radikalisme dan terorisme.
Kedua, bahwa segala bentuk teror yang hendak mengganggu dan merongrong kedaulatan kita dalam berbangsa dan bernegara harus kita lawan.
Ketiga, PBNU menyeru kepada segenap warga nahdliyin untuk tidak gegabah, tetap sigap dan saling berkoordinasi, membangun sinergi bersama aparat penegak hukum untuk menciptakan suasana kehidupan yang aman, sejuk dan damai. PBNU juga menginstruksikan kepada Barisan Ansor Serbaguna (Banser) untuk ikut membantu aparat keamanan (TNI/POLRI) untuk melakukan langkah-langkah pencegahan dan perlindungan pada warga.
Keempat, Negara tidak boleh kalah oleh aksi teroris. Pembiaran terhadap kelompok-kelompok yang radikal akan menumbuhsuburkan gerakan terorisme dan radikalisme.
Kelima, Presiden harus mengevaluasi total kerja-kerja intelijen kita. Intelijen harus siap dan sigap dalam kerja-kerja menghalau terorisme.
NU siap menjadi garda terdepan dalam melawan segala bentuk gerakan teror dan segala bentuk ancaman lainnya yang berusaha merongrong keutuhan Pancasila dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Jangan takut, jangan panik dengan teror, La takhof wala tahzan innallaha ma’ana. Kita kembalikan semuanya kepada Allah SWT. Allah akan selalu bersama kita. Wa makaru wamakarallah, wallahu khoirul makirin.
[mfa]

Thursday, 14 January 2016

PELAKU BUNUH DIRI, DIBOHONGIN MASUK SURGA


Jakarta - Gubernur DKI Basuki T Purnama atau Ahok meminta agar warga dan mereka yang kerja di Jakarta tak usah takut dengan insiden bom Thamrin. Bila masyarakat takut, tujuan pelaku teror meneror tercapai. Kerja saja seperti biasa, polisi dan TNI sudah siap memberikan perlindungan.

"Nggak ada apa-apa, nggak usah takut," jelas Ahok di balai kota DKI Jakarta, Jumat (15/1/2016).

"Ya nggak usah takut dong! Gue saja kerja seperti biasa" ungkap Ahok lagi.

Ahok juga mengutuk pelaku bom Thamrin. Menurutnya para pelaku bom itu orang-orang tidak berpendidikan yang mau-maunya disuruh melakukan aksi bom bunuh diri.

"Yang berani mati kan yang goblok," imbuh dia.

"Komandannya mana ada mau mati. Yang bego saja yang mau disuruh mati. Dibohongin masuk sorga," tutup dia.
(dra/dra)


Wednesday, 13 January 2016

PBNU : "GAFATAR KELOMPOK EKSKLUSIF YANG BERBAHAYA"


Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) berpendapat bahwa Gerakan Fajar Nusantara atau yang lebih dikenal dengan akronim Gafatar adalah organisasi masyarakat (ormas) yang perlu untuk diwaspadai. Sebab sepak terjangnya yang bersifat eksklusif, tertutup dan cenderung mengisolasi diri.
Setiap ormas atau gerakan yang cenderung eksklusif dan tidak terbuka muaranya pasti bermisi untuk menyebarkan doktrin-doktrin yang menyimpang. Sebab parameter yang sahih untuk digunakan menilai gerakan sebauah ormas adalah keterbukaan dan sikap inklusifnya dalam menjalankan visi dan misi serta agenda organisasi massanya.

Kami menghimbau kepada masyarakat Indonesia untuk selalu waspada terhadap gerakan yang cenderung menutup diri dan diam-diam dalam menyebarkan paham dan ajarannya. Hidup di era sekarang ini kita harus jeli dan teliti untuk mengambil sebuah keputusan, termasuk memutuskan untuk bergabung dengan sebuah ormas.

Di pihak lain, kami mendesak kepada pemerintah untuk segera melakukan investigasi yang valid dan mengabarkan kepada khalayak mengenai jati diri ormas Gafatar. Masyarakat berhak tahu seluk beluk dan sepak terjang ormas Gafatar ini.

Organisasi Gerakan Fajar Nusantara atau yang lebih karib di telinga belakangan dengan akronim Gafatar beberapa hari ini menjadi perbincangan yang instens. Banyak pihak mulai mencari tahu siapa, apa dan bagaimana ajaran, misi sekaligus sepak terjang organisasi massa ini.
Gafatar diakui oleh pihak Kesbangpol Kemendagri telah terdaftar sebagai ormas sejak tahun 2011 silam. Organisasi ini memiliki segala bentuk persyaratan mendidirkan ormas termasuk AD/ART yang disahkan oleh pihak Notaris.

Pada perjalannya Gafatar sebagaimana ormas lain lebih banyak berkonsentrasi pada kegiatan-kegiatan berdimensi sosial. Sejumlah kegiatan semisal baksos, bantuan sekolah, bersih-bersih kawasan, hingga santunan untuk keluarga kurang mampu rutin dilakukannya. Namun, hilangnya sejumlah mahasiswa belakangan yang ditengarai menjadi anggota Gafatar membuat ormas ini menjadi buah bibir perbincangan masyarakat luas.

Jakarta, 13 Januari 2016

Monday, 11 January 2016

DIALOG GUSDUR : MISKIN GARA-GARA NABI ADAM


Santri : "Ini semua gara-gara Nabi Adam, ya Gus!"
Gus Dur : "Loh, kok tiba-tiba menyalahkan Nabi Adam, kenapa Kang."
Santri : "Lah iya, Gus. Gara-gara Nabi Adam dulu makan buah terlarang, kita sekarang merana. Kalau Nabi Adam dulu enggak tergoda Iblis kan kita anak cucunya ini tetap di surga. Enggak kayak sekarang, sudah tinggal di bumi, eh ditakdirkan hidup di Negara terkorup, sudah begitu jadi orang miskin pula. Emang seenak apa sih rasanya buah itu, Gus?"

Gus Dur : "Ya tidak tahulah, saya kan juga belum pernah nyicip. Tapi ini sih bukan soal rasa. Ini soal khasiatnya."
Santri : "Kayak obat kuat aja pake khasiat segala. Emang Iblis bilang khasiatnya apa sih, Gus? Kok Nabi Adam bisa sampai tergoda?"

Gus Dur : "Iblis bilang, kalau makan buah itu katanya bisa menjadikan Nabi Adam abadi."
Santri : "Anti-aging gitu, Gus?"
Gus Dur : "Iya. Pokoknya kekal."
Santri : "Terus Nabi Adam percaya, Gus? Sayang, iblis kok dipercaya."

Gus Dur : "Lho, Iblis itu kan seniornya Nabi Adam."
Santri : "Maksudnya senior apa, Gus?"
Gusdur : "Iblis kan lebih dulu tinggal di surga dari pada Nabi Adam dan Siti Hawa."

Santri : "Iblis tinggal di surga? Masak sih, Gus?"
Gus Dur : "Iblis itu dulunya juga penghuni surga, terus di usir, lantas untuk menggoda Nabi Adam, iblis menyelundup naik ke surga lagi dengan berserupa ular dan mengelabui merak sang burung surga, jadi iblis bisa membisik dan menggoda Nabi Adam."

Santri : "Oh iya, ya. Tapi, walau pun Iblis yang bisikin, tetap saja Nabi Adam yang salah. Gara–garanya, aku jadi miskin kayak gini."
Gus Dur : "Kamu salah lagi, Kang. Manusia itu tidak diciptakan untuk menjadi penduduk surga. Baca surat Al-Baqarah : 30. Sejak awal sebelum Nabi Adam lahir… eh, sebelum Nabi Adam diciptakan, Tuhan sudah berfirman ke para malaikat kalo Dia mau menciptakan manusia yang menjadi khalifah (wakil Tuhan) di bumi."

Santri : "Lah, tapi kan Nabi Adam dan Siti Hawa tinggal di surga?"
Gus Dur : "Iya, sempat, tapi itu cuma transit. Makan buah terlarang atau tidak, cepat atau lambat, Nabi Adam pasti juga akan diturunkan ke bumi untuk menjalankan tugas dari-Nya, yaitu memakmurkan bumi. Di surga itu masa persiapan, penggemblengan. Di sana Tuhan mengajari Nabi Adam bahasa, kasih tahu semua nama benda. (lihat Al- Baqarah : 31).
Santri : "Jadi di surga itu cuma sekolah gitu, Gus?"

Gus Dur : "Kurang lebihnya seperti itu. Waktu di surga, Nabi Adam justru belum jadi khalifah. Jadi khalifah itu baru setelah beliau turun ke bumi."
Santri : "Aneh."
Gus Dur : "Kok aneh? Apanya yang aneh?"
Santri : "Ya aneh, menyandang tugas wakil Tuhan kok setelah Nabi Adam gagal, setelah tidak lulus ujian, termakan godaan Iblis? Pendosa kok jadi wakil Tuhan."

Gus Dur : "Lho, justru itu intinya. Kemuliaan manusia itu tidak diukur dari apakah dia bersih dari kesalahan atau tidak. Yang penting itu bukan melakukan kesalahan atau tidak melakukannya. Tapi bagaimana bereaksi terhadap kesalahan yang kita lakukan. Manusia itu pasti pernah keliru dan salah, Tuhan tahu itu. Tapi meski demikian nyatanya Allah memilih Nabi Adam, bukan malaikat."

Santri : "Jadi, tidak apa-apa kita bikin kesalahan, gitu ya, Gus?"
Gus Dur : "Ya tidak seperti itu juga. Kita tidak bisa minta orang untuk tidak melakukan kesalahan. Kita cuma bisa minta mereka untuk berusaha tidak melakukan kesalahan. Namanya usaha, kadang berhasil, kadang enggak."
Santri : "Lalu Nabi Adam berhasil atau tidak, Gus?"

Gus Dur : "Dua-duanya."
Santri : "Kok dua-duanya?"
Gus Dur : "Nabi Adam dan Siti Hawa melanggar aturan, itu artinya gagal. Tapi mereka berdua kemudian menyesal dan minta ampun. Penyesalan dan mau mengakui kesalahan, serta menerima konsekuensinya (dilempar dari surga), adalah keberhasilan."

Santri : "Ya kalo cuma gitu semua orang bisa. Sesal kemudian tidak berguna, Gus."
Gus Dur : "Siapa bilang? Tentu saja berguna dong. Karena menyesal, Nabi Adam dan Siti Hawa dapat pertobatan dari Tuhan dan dijadikan khalifah (lihat Al-Baqarah: 37). Bandingkan dengan Iblis, meski sama-sama diusir dari surga, tapi karena tidak tobat, dia terkutuk sampe hari kiamat."

Santri : "Ooh…"
Gus Dur : "Jadi intinya begitulah. Melakukan kesalahan itu manusiawi. Yang tidak manusiawi, ya yang iblisi itu kalau sudah salah tapi tidak mau mengakui kesalahannya justru malah merasa bener sendiri, sehingga menjadi sombong."
Santri : "Jadi kesalahan terbesar Iblis itu apa, Gus? Tidak mengakui Tuhan?"

Gus Dur : "Iblis bukan atheis, dia justru monotheis. Percaya Tuhan yang satu."
Santri : "Masa sih, Gus?"
Gus Dur : "Lho, kan dia pernah ketemu Tuhan, pernah dialog segala kok."
Santri : "Terus, kesalahan terbesar dia apa?"
Gus Dur : "Sombong, menyepelekan orang lain dan memonopoli kebenaran."

Santri : "Wah, persis cucunya Nabi Adam juga tuh."
Gus Dur : "Siapa? Ente?"
Santri : "Bukan. Cucu Nabi Adam yang lain, Gus. Mereka mengaku yang paling bener, paling sunnah, paling ahli surga. Kalo ada orang lain berbeda pendapat akan mereka serang. Mereka tuduh kafir, ahli bid'ah, ahli neraka. Orang lain disepelekan. Mereka mau orang lain menghormati mereka, tapi mereka tidak mau menghormati orang lain. Kalau sudah marah nih, Gus. Orang-orang ditonjokin, barang-barang orang lain dirusak, mencuri kitab kitab para ulama. Setelah itu mereka bilang kalau mereka pejuang kebenaran. Bahkan ada yang sampe ngebom segala loh."

Gus Dur : "Wah, persis Iblis tuh."
Santri : "Tapi mereka siap mati, Gus. Karena kalo mereka mati nanti masuk surga katanya."
Gus Dur : "Siap mati, tapi tidak siap hidup."
Santri : "Bedanya apa, Gus?"
Gus Dur : "Orang yang tidak siap hidup itu berarti tidak siap menjalankan agama."
Santri : "Lho, kok begitu?"

Gus Dur : "Nabi Adam dikasih agama oleh Tuhan kan waktu diturunkan ke bumi (lihat Al- Baqarah: 37). Bukan waktu di surga."
Santri : "Jadi, artinya, agama itu untuk bekal hidup, bukan bekal mati?"
Gus Dur : "Pinter kamu, Kang!"
Santri : "Santrinya siapa dulu dong? Gus Dur."


Sumber : https://www.facebook.com/gusdurhumor