KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Sunday, 22 February 2015

SHOLAT AWABIN, UNTUK WANITA KARIER

Putriku, Bripda Amalia Ulfah bersama KH. Sunan Kalijaga,
pada acara Pengajian Rutin Kamis di Masjid Polresta Bekasi.


Shalat awwabin merupakan shalat sunnah yang disyariatkan dalam Islam. Waktu pelaksanaannya yaitu antara setelah shalat Maghrib hingga menjelang isya'. Dinamakan dengan shalat Awwabin karena pada waktu itu seorang hamba kembali kepada Allah, di saat orang lain banyak yang melupakanNya. 

Karena itulah shalat ini disebut pula dengan shalat ghaflah (lupa) karena kebanyakan orang melupakannya karena disibukkan dengan keperluan bisnis /duniawi mereka seperti makan malam, istirahat malam, tidur atau aktivitas duniawi lainnya." (Lihat kitab Mughnil Muhtaj, juz I, halaman 224). 

Waktu antara Maghrib dengan Isya' merupakan diantara waktu yang amat utama dan waktu yang mustajab untuk berdoa di dalamnya. Karena itulah setiap muslim dianjurkan untuk mengisi waktu tersebut dengan berbagai amaliyah yang bermanfaat untuk meningkatkan ketakwaannya kepada Allah Ta'ala, misalnya dengan membaca alQuran, berdzikir maupun dengan melaksanakan shalat awwabin. (Lihatlah kitab I'anatuth Thalibin, Juz I, halaman 258). 

Adapun mengenai jumlah rakaat shalat sunnah awwabin yaitu dengan enam rakaat dengan tiga kali salam, atau dilaksanakan dua rakaat sekali salam sebanyak tiga kali. Walaupun begitu ada pendapat yang mengatakan bahwa jumlah rakaatnya adalah dua puluh rakaat dengan sepuluh kali salam, dan ada pula yang berpendapat empat rakaat bahkan dua rakaat. 
Diantara riwayat yang menjelaskan mengenai keutamaan shalat awwabin ini, terdapat pada hadist berikut ini:

عن ابي هريرة قال قال رسول الله صلي الله عليه وسلم من صلي بعد المغرب ست ركعات لم يتكلم فيما بينهن بسوء عدلن له بعبادة ثنتي عشرة سنة قال ابو عيسي وقد روي عن عائشة عن النبي صلي الله عليه وسلم قال من صلي بعد المغرب عشرين ركعة بني اله بيتا في الجنة (رواه الترمذي).اه '

An abii Hurairata Qaala: Qaala Rasuulullaah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam: Man Shallaa ba'dal maghribi sitta raka'aatin lam yatakallam fiihaa bainahunna bisuuin 'udilna lahuu bi'ibaadati tsintai 'asyrata sanatan. Qaala Abuu 'Iisaa wa qad ruwiya 'an 'Aaisyata 'anin Nabiyyi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam qaala: man shallaa ba'dal maghribi 'isyriina rak'atan banallaahu lahuu baitan fil jannah." (Rawaahut Tirmidzi). "Dari Abu Hurairah Radhiyallaahu 'Anhu, Rasulullah Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam bersabda, "Barangsiapa yang shalat enam rakaat setelah maghrib dan selama itu a tidak berbicara keburukan, maka hal tersebut dapat menyamai ibadah selama dua puluh tahun. 

Abu Isa berkata, "Sungguh telah diriwayatkan dari Aisyah dari nabi Shallallaahu 'Alaihi wa Sallam, beliau bersabda, "Barangsiapa yang shalat dua puluh rakaat setelah maghrib maa Allah Ta'ala akan membangunkan baginya rumah di surga." (Sunan Tirmidzi, Juz II, halaman 298).


Read more: 
http://www.dokumenpemudatqn.com


Sunday, 15 February 2015

ALEX KOMANG SEPERTI IKAN DI LAUT, MENEBAR BUDAYA NU



Jepara, NU Online
Ketua Pengurus Pusat Lesbumi NU Zastrow Al-Ngatawi hadir pada prosesi pemakaman aktor Alex Komang Jalan Sidodadi No.6 desa Pecangaan Kulon RT.2 RW.4 kecamatan Pecangaan kabupaten Jepara, Sabtu (14/2) siang.

Dalam uraiannya mewakili PBNU, Zastrow mengatakan, pemilik nama asli Saifin Nuha itu merupakan sosok yang mempunyai dedikasi penuh dalam hal kebudayaan.

“Dari pesantren ke pesantren Mas Alex menebarkan semangat kebudayaan NU. Semangat berbudaya ini ditularkannya lewat anak-anak muda NU,” serunya kepada pentakziyah yang memadati rumah duka.

Menurut Zastrow, meski almarhum yang juga Wakil Ketua PP Lesbumi itu telah masuk dalam kebudayaan modern, namun dirinya tidak lantas hanyut dalam hiruk-pikuk glamour. Dan seperti ikan di laut, maskipun air laut asin, ikannya tidak ikut asin.

Alek yang putra KH Shohibul Munir alharhum itu tetap menjadi santri yang tawaduk dengan segudang karya-karyanya.

Budayawan asal Pati Jawa Tengah itu menambahkan, meski aktor terbaik FFI 1987 telah tiada, karya-karyanya akan menjadi pengembangan seni budaya NU.

Sebagai pentolan Lesbumi,  lanjut Zastrouw, cita-cita luhurnya harus dilanjutkan. Apalagi ada rencana dari almarhum untuk membikin film semi dokumenter tentang benturan NU – PKI di Indonesia yang rencananya akan digarap Maretdepan.

"Tapi sayangnya Mas Alex Komang sudah lebih dulu berpulang ke Rahmatullah. Nanti kita pikirkan lagi kelanjutan film itu," harapnya.

Ia berharap film yang rencananya bertajuk Bughot dan Rujuk itu kelak terwujud. 
(Syaiful Mustaqim/Abdullah Alawi)

Thursday, 12 February 2015

DOA ORANG TUA, MENEMBUS KE TUJUH LANGIT


Solo, NU Online
Puluhan ribu jamaah dari berbagai daerah berkumpul pada acara puncak peringatan haul ke-103 penulis kitab maulid Simtuddurar Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, di Masjid Riyadh Solo.

Dalam kesempatan tersebut para jemaah mendengarkan manaqib Habib Ali yang dibacakan Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi dalam bahasa Arab. Diterangkan tentang sosok Habib Ali yang berasal dari negara Yaman. Salah satu puteranya yang bernama Habib Alwi, berhijrah ke Indonesia untuk berdakwah dan mendirikan Masjid Riyadh di Solo.

Habib Alwi memaparkan beberapa wasiat yang pernah dikatakan Habib Ali yang terkumpul dalam berbagai kalamnya. “Kalau mau membaca (kalam Habib Ali) insyallah dapat manfaatnya,” terangnya, Selasa (10/2) itu.

Salah satu wasiat Habib Ali agar selalu menjaga pesatuan umat. “Habib Ali menganjurkan pertemuan (haul) semacam ini. Niscaya, dapat menciptakan persatuan umat Islam, menjalin ukhuwah, mudah mengingatkan agar bertaqwa,” tutur Habib Alwi.

Habib Ali juga mendorong untuk senantiasa membantu usaha pendidikan agama, khususnya pendidikan kepada anak.

“Sungguh kita akan dipertanggungjawabkan atas pendidikan kepada anak-anak kita. Yang pertama menuntut adalah istri dan anak, bahkan pembantu, mereka akan mengajukan kepada pengadilan Allah. Ya Allah, suamiku, ayahku, majikanku ini, tidak mau mendatangkan kami guru agama, maka hukumlah ia,”

Wasiat terakhir yakni untuk menjaga silaturahim antar sanak saudara, anak dan ortu. “Bahwa doa kedua orang tua menembus ke tujuh langit. Barang siapa kedua orang tuanya, hendaknya ia menggunakan kesempatan tersebut, tak ada yang dapat menandingi amalan tersebut,” jelas dia.

Rangkaian acara haul Habib Ali, ditutup dengan pembacaan kitab maulid Simtuddurar pada Rabu (11/2) pagi.
 (Ajie Najmuddin/Mahbib)

KUNJUNGAN KERJA KAPOLDA METRO JAYA KE POLRESTA BEKASI




 



Senin tanggal 14 April 2014, Polresta Bekasi Kota dikunjungi oleh Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Drs. Dwi Priyatno dalam rangka kunjungan kerja. Kapolda Metro Jaya didampingi oleh Dir Binmas Polda Metro Jaya, Kabid Humas Polda Metro Jaya. Kapolresta Bekasi Kota menyambut kedatangan pimpinan tertinggi di wilayah hukum Polda Metro Jaya tersebut didampingi oleh para pejabat utama Polresta Bekasi Kota, dan Unsur Muspida Kota Bekasi.




Kapolda Metro Jaya memberikan arahan mengenai situasi kondisi kamtibmas di wilayah Polda Metro Jaya dan menanyakan mengenai kondisi kamtibmas di Kota Bekasi dimana Polresta Bekasi Kota dijadikan Pilot Project oleh Kepolisian Jepang dengan menyertakan tenaga ahlinya dibawah naungan organisasi JICA. 
Adapun program JICA di Polresta Bekasi Kota telah berjalan semenjak tahun 2002 sd sekarang, yang menitikberatkan kepada :
  1. Bidang Identifikasi,
  2. Bidang Communication Command Center, dan
  3. Bidang Manajemen Dasar Perpolisian Masyarakat (POLMAS).
Kapolda Metro Jaya setelah melakukan kunjungan di Mapolresta Bekasi Kota melanjutkan ke Balai Kemitraan Polisi dan Masyarakat (BKPM) Mall dan Polsubsektor Pekayon, dimana di kedua tempat inilah project JICA diterapkan selain di 6 BKPM lainnya yang ada di Kota Bekasi.

INILAH CARA HTI, UNTUK MENJEBAK KAUM IBU MUSLIMAT NU


Subang, NU Online
Para anggota Muslimat NU pada khususnya dan seluruh perempuan pada umumnya diminta berhati-hati ketika diajak mengikuti sebuah pengajian baru, sebab ada beberapa ibu-ibu yang merasa dijebak dengan pengajian baru itu.

Hal ini diungkapkan Siti Bilqis Rochmi, salah seorang Pengurus Anak Cabang (PAC) Muslimat NU Kecamatan Pasar Kemis, Tangerang, Banten, kepada 
NU Onlinemelalui pesan singkat. Senin (9/2)

Bilqis menegaskan, walaupun secara sekilas namanya memiliki kesamaan, namun ternyata ada perbedaan yang mendasar antara "Muslimat" dan "Muslimah".

"Beda ya antara Muslimat dan Muslimah, kalau Muslimat itu ibu-ibu NU, kalau Muslimah milik HTI (Hizbut Tahrir Indonesia)," ujar Mahasiswa Pascasarjana STAINU Jakarta itu.

Untuk merekrut ibu-ibu Muslimat NU, lanjut Bilqis, mereka (Muslimah HTI) ikut mengaji di mushola-mushola dan pengajian ibu-ibu NU, kemudian ketika sudah mulai akrab, jamaah pengajian diundang untuk melakukan kunjungan balasan dengan ikut mengaji ke rumah atau pengajian muslimah HTI.

Menurut Bilqis, masih banyak ibu-ibu NU yang tidak mengetahui tentang Muslimah, sehingga dia menyampaikan kepada pengurus Muslimat untuk tidak mengikuti pengajian muslimah, karena di sana pasti akan diajak untuk masuk HTI.

Seperti diketahui, HTI adalah organisasi transnasional yang ingin mengubah dasar, bentuk dan sistem kenegaran Republik Indonesia dengan mendirikan khilafah islamiyah di Indonesia. 
(Aiz Luthfi/Mahbib)

Monday, 2 February 2015

NU Bekasi M.Supriyanto, NONTON FILM PENJURU 5 SANTRI : PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER




Surabaya – Sutradara film Penjuru 5 Santri, Wimbadi JP mengatakan, pesantren memberikan banyak pelajaran kepada bangsa Indonesia. Di tengah kian tercerabutnya karakter para generasi muda, maka lewat solidaritas lima anak sebagai pemeran utama film ini, maka persoalan bangsa dapat diurai.
Penjelasan ini disampaikan Wimbadi JP saat acara nonton bareng bersama sejumlah insan media, pemeran film ini dan masyarakat umum di Tunjungan Plaza Cinema 21 Surabaya, Ahad, 1 Pebruari 2015.
Bagi di, penjuru adalah petunjuk atau tonggak. Dan lima sekawan yang diperankan Sabar, Wahyu, Slamet, Sugeng dan Rahayu dalam film tersebut sebagai simbol solidaritas, gotong royong, dan terbentuknya karakter.
“Film ini  mengajarkan kepada kita akan pentingnya pendidikan karakter bagi generasi muda,” katanya. “Dan film ini juga dibuat jauh sebelum kampanye revolusi mental yang digagas Jokowi saat akan maju sebagai Presiden RI,” lanjutnya.
Kehadiran film ini juga akan menjadi kontrol. Yakni bahwa pesantren akan bisa menerima siapa saja dengan latarbelakang beragam. “Karena itu orang gila sekalipun diterima di pesantren dan diajari membaca al-fatihah, dibimbing wudlu dan shalat hingga menjadi muslim yang taat,” terangnya.
Di film ini juga diceritakan bahwa pesantren memiliki kecintaan dan kecenderungan kepada kebudayaan. “Hal ini tergambar dengan dimunculkannya kesenian wayang, membatik, mencintai tananman, beternak hingga koperasi,” ungkapnya. Sehingga segala kemajemukan dalam bangsa ini juga ada di pesantren.
Dalam pandangan sutradara sejumlah film ini, akhir-akhir ini sudah mulai muncul kegelisahan orang berbicara agama namun kering dari aspek budaya. “Kita sedih ada berita anak SD kelas IV memukul temannya hanya gara-gara persoalan sepele seperti makanannya tumpah, demikian juga berani menghajar kawannya lantaran cemburu cinta dan sebagainya,” terangnya.
Karena itu Wimbadi JP berharap agar para penentu kebijakan di negeri ini, termasuk Presiden Jokowi bisa menyempatkan untuk menonton film Penjuru 5 Santri. “Karena film ini bukan hanya layak ditonton anak sekolah, juga untuk para pendidik dan pemangku pesantren agar sama-sama berupaya memiliki pendidikan yang berorientasi kebudayaan,” katanya.
Adanya adegan orang gila yang akhirnya ingat akan anak perempuannya juga membawa pesan. “Di tengah wabah bapak yang lupa kepada anaknya, demikian pula sejumlah ibu yang membuang bayi, juga tidak sedikit ibu melahirkan anak tanpa didampingi suami, atau tidak bertanggungjawab, film ini bisa memberikan fungsi kontrol,” ungkapnya.
Film Penjuru 5 Santri diambil di Desa Selopamioro, 42 KM di selatan Yogyakarta. Kelima sekawan yang tinggal dalam kesederhanaan dan keprihatinan tersebut memiliki semangat tinggi untuk menimba ilmu walaupun jalan yang mereka tempuh tidaklah mudah.
Saat pagi, mereka bergegas berangkat sekolah tanpamenggunakan alas kaki, menyebrangi sungai dan berjalan beberapa kilometer, dan ketika senja datang mereka pergi mengaji di pondok pesantren yang dipimpin oleh Kiai Landung yang diperankan KH D Zawawi Imron dan Gus Pras oleh Rendy Bragi. (saif/ahay)