KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Wednesday 27 November 2013

NU DAN TAREKAT ( Bag 1 )





Sebenarnya tarekat merupakan jaringan yang sangat kokoh dan luas di dalam lingkup Nahdlatul Ulama, malah boleh dibilang jaringan ini lebih kokoh dan lebih luas dari pesantren, tetapi tarekat lebih merakyat, lebih egaliter, lebih mengakar dan lebih kokoh. Hanya yang kita harapkan ke depan, lebih meningkatkan lagi kepedulian terhadap upaya sosial disamping ngurusi dhikir, wirid dan spiritualitas. Kesejahteraan warga tarekat juga penting. tidak mengesampingkan ketrampilan dan ilmu pengetahuan.

Membaca gerakan tarekat di Indonesia, maka tidak akan terlepas dari sejarah masuknya Islam di Nusantara. Suatu wilayah yang mayoritas penduduknya adalah muslim dan merupakan satu-satunya negara yang penduduknya mayoritas muslim di dunia. Secara historis, Islam masuk ke Nusantara dengan jalan damai dan tidak pernah menempuh jalan kekerasan/peperangan. Islam masuk ke Nusantara dibawa para saudagar muslim dari Asia Barat yang mayoritas mereka adalah penganut sufi dan tariqat. Sehingga tidak heran jika saat ini kita banyak menyaksikan sisa-sisa peningalan penyebar Islam Nusantara yang masih berbau tasawuf dan bahkan sangat kental dengan nuansa sufi. Salah satu contoh konkretnya adalah mayoritas umat Islam Indonesia yang menganut Islam tradisionalis yang ajaran-ajarannya lebih banyak bernuansa tasawuf, seperti di pesantren.

Ajaran tarekat yang masuk ke Nusantara hampir bersamaan dengan penyebaran Islam. Karena tokoh-tokoh sufi yang menyebarkan Islam saat itu juga merupakan penganut amalan tarekat yang memang saat itu menjadi ikon umat Islam di seluruh dunia, terutama setelah runtuhnya kekhalifahan Abbasiyah di Bagdad (Irak) oleh serbuan tetaran Mongol, serta munculnya kekhalifahan Turki Usmani dengan tarekat Bektasi-nya. Dalam perkembangna selanjutnya, ajaran-ajran sufi di Nusantara, umumnya bertahan di pesantren-pesantren yang menjadi pusat pendidikan Islam kultural dan sebagai pusat perkembangan amalan-amalan tarekat.

Sementara, Nahdlatul Ulama (NU) merupakan sebuah wadah aspirasi bagi kelompok Islam tradisionalis atau yang lebih dikenal dengan golongan nahdliyin†(warga NU). Gerakan NU lebih banyak bergerak dalam bidang organisasi ke-Islam-an yang terjun dalam lapangan sosial kemasyarakatan dan juga politik. NU merupakan satu-satunya organisasi yang tetap mempertahankan keberadaan mazhab di samping juga tidak menolak adanya modernisme Islam. Keberadaan NU juga untuk mengimbangi gerakan modernis yang menolak mazhab Islam.

Antara tarekat dan NU memiliki jarak yang cukup panjang dalam sejarahnya. Namun, kebanyakan ulama-ulama NU merupakan orang-orang tarekat dan bahkan berguru pada ulama-ulama tarekat. Bahkan, pendiri NU, KH Hasyim Asyíary, merupakan penganut salah satu tarekat. Sehingga NU dan tarekat bisa dipastikan sebagai sebuah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan, karena hanya NU-lah satu-satunya organisasi yang sampai saat ini setia melindungi keberadaan tarekat dari tuduhan-tuduhan miring kaum modernis.

Salah satu yang menyebabkan berkolaborasinya antara tarekat dan NU adalah adanya persamaan dalam model kepemimpinan mereka yang menggunakan kepemimpinan yang paternalistik dan kharismatik sekaligus. Jika dalam tarekat dikenal sebagai seorang mursyid.


Bukan tak mungkin karena hanya NU-lah satu-satunya organisasi yang dapat melindungi kaum tarekat, maka kemudian kaum tarekat merupakan salah satu pendukung setia NU. Sampai saat ini, hanya NU-lah yang memiliki undang-undang organisasi yang mengakui keberadaan tarekat yang ada di Indonesia sebagai bagian dari NU. Hal itu dimaksudkan untuk menolak tuduhan-tuduhan miring, bahkan sesat, dari golongan modernis.

Setidaknya, dengan masuknya tarekat ke dalam NU, akan dapat mengurangi tuduhan-tuduhan itu dan sepenuhnya akan menjadi tanggung jawab NU sebagai sebuah organisasi untuk mengklarifikasi setiap tuduhan-tuduhan yang dilontarkan kepada tarekat. Namun, yang perlu kita ketahui bahwa antara NU dan tarekat memiliki perbedaan-perbedaan, di antaranya, jika tarekat merupakan bagian dari NU, namun warga NU tidak mesti menjadi kelompok tarekat, karena banyak sekali warga NU yang enggan masuk dalam jamaah tarekat.

Meski demikian, kalangan nahdliyin dalam setiap amalan ibadahnya kebanyakan menyerupai dengan amalan ibadahnya jamaah tarekat. Jelasnya, antara NU dan tarekat merupakan kaum-kaum sufisme yang setia. Konsep ajaran yang ada di tarekat dan NU keduanya tidak jauh berbeda. Ini merupakan salah satu pengaruh yang paling kentara dalam sisa-sisa penyebaran Islam di Nusantara oleh ulama-ulama sufi.

Buku setebal 222 halaman ini mencoba mengklarifikasi hubungan yang harmonis antara NU dengan tarekat. Dengan model persamaan dalam kepemimpinan yang dimiliki keduanya, sehinga dalam politik perekrutan massa pun dikenal dengan politik kultural dan struktural. Politik kultural karena kedua golongan tradisionalis dengan tarekat ini memiliki persamaan di banyak bidang. Sementara, secara struktural, keduanya kemudian meleburkan diri dalam sebuah organisasi yang dinamakan NU. Model politik kultural dan struktural ini yang digunakan NU untuk menarik massa saat memasuki dunia politik yang meleburkan diri dalam Masyumi hingga saat ini.

Tarekat Qadiriyah.
NAMA TAREKAT DAN PENDIRI

1.QadiriyahSyekh Abdul Qadir Jilani (470 H)
2.SyadziliyahAbu Al-Hasan As-syadzili (573 H)
3.NaqsyabandiyahMuhammad bin Muhammad Baha al-Din al-Uwaisi al-Bukhori Naqsyabandi (717 H)
4.KhalwatiyahSyekh Yusuf al-Makasari al-Khalwati (751)
5.SyattariyahSyaikh Abd Allah al-Syathathari (890 H)
6.SammaniyahMuhammad bin Abd al-Karim Al-Madani al-Syafii al-Samman  (1130-1189 H)
7.TijaniyahSyekh Ahmad bin Muhammad al-Tijani (1150-1230 H)
8.Qadariyah wa NaqsabandiyahSyekh Ahmad Khatib Sambas (1802-1872 H)
9.ChisytiyahKhawjah Muin al-Din Chisity (536 H)
10.MawlawiyahMuhammad Jalal al-Din Rumi
11.NiímatullahiSyekh Niímat Allah al-Din bin Abd Allah (730 H)
12.SanusiyahSayyid Muhammad Ali al-Sanusi (1202 H)

Silsilah Tarekat Qadiriyah.
Syeikh Abdul Khodir Al Jailani:
1. ALLAH SWT.
2. MALAIKAT JIBRIL.
3. NABIYIL MUSTOFA RASULULLAH SAW.
4. SAYIDINA ALI BIN ABI THALIB RA.
5. SAYIDINA AL-IMAM ABU ABDULLAH AL-HUSEIN RA.
6. SAYIDINA AL-IMAM ALI ZAINAL ABIDIN RA.
7. SAYIDINA AL-IMAM MUHAMMAD BAQIR RA.
8. SAYIDINA AL-IMAM JAíAFAR AS SHODIQ RA.
9. SYAIKH AL-IMAM MUSA AL-KAZHIM.
10. SYAIKH AL-IMAM ABUL HASAN ALI BIN MUSA AL-RIDO.
11. SYAIKH MAíRUF AL-KARKHI.
12. SYAIKH ABUL HASAN SARRI AS-SAQOTI.
13. SYAIKH AL-IMAM ABUL QOSIM AL-JUNAIDI AL-BAGDADI.
14. SYAIKH ABU BAKAR AS-SYIBLI.
15. SYAIKH ABUL FADLI ABDUL WAHID AT-TAMIMI.
16. SYAIKH ABUL FARAJ AL-TARTUSI.
17. SYAIKH ABUL HASAN ALI AL-HAKKARI.
18. SYAIKH ABU SAíID MUBAROK AL-MAKHZUMI.
19. SYAIKH MUHYIDIN ABU MUHAMMAD ABDUL QODIR AL-JAELANI AL-BAGDADI.
20. SYAIKH ADUL AZIZ SUBHANA GHOUSUS SAQOLAIN.
21. SYAIKH MUHAMMAD AL-HATTAK.
22. SYAIKH SYAMSUDIN.
23. SYAIKH SYAROFUDIN.
24. SYAIKH NURUDIN.
25. SYAIKH WALIYUDIN.
26. SYAIKH HUSAMUDIN.
27. SYAIKH YAHYA.
28. SYAIKH ABU BAKAR.
29. SYAIKH ABDUROHIM.
30. SYAIKH USMAN.
31. SYAIKH ABDUL FATAH.
32. SYAIKH MUHAMMAD MUROD.
33. SYAIKH SYAMSUDIN.
34. SYAIKH AHMAD KHOTIB AS-SYAMBASI.
35. SYAIKH ABDUL KARIM TANARA AL-BANTANI.
36. SYAIKH ABDULLAH MUBAROK CIBUNTU (SYAIKH ABDUL KHOIR).
37. SYAIKH NURUNNAUM SURYADIPRAJA BIN H. AGUS TAJUDIN.
38. SYAIKH WAASIí H. ACHAMAD SYAECHUDIN BIN H. AMINUDIN.
Sementara itu organisasi agama yang tidak bisa dilepaskan dari tarekat Qodiriyah adalah organisasi terbesar Islam Nahdlaltul Ulama (NU) yang berdiri di Surabaya pada tahun 1926.

Untuk mengamalkan tarekat Qadiriyah, harus melalui tahapan-tahan seperti; pertama, adanya pertemuan guru (syaikh) dan murid, murid mengerjakan shalat dua rakaíat (sunnah muthalaq) lebih dahulu, diteruskan dengan membaca surat al-Fatihah yang dihadiahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Kemudian murid duduk bersila di depan guru dan mengucapkan istighfar, lalu guru mengajarkan lafadz Laa ilaha Illa Allah, dan guru mengucapkan ìinfahna binafhihi minkaî dan dilanjutkan dengan ayat mubayaíah (QS. Al-Fath 10).

Kemudian guru mendengarkan kalimat tauhid (Laa Ilaha Illa Allah) sebanyak tiga kali sampai ucapan sang murid tersebut benar dan itu dianggap selesai. Kemudian guru berwasiat, membaiíat sebagai murid, berdoa dan minum.

Kedua, tahap perjalanan. Tahapan kedua ini memerlukan proses panjang dan bertahun-tahun. Karena murid akan menerima hakikat pengajaran, ia harus selalu berbakti, menjunjung segala perintahnya, menjauhi segala larangannya, berjuang keras melawan hawa nafsunya dan melatih dirinya (mujahadah-riyadhah) hingga memperoleh dari Allah seperti yang diberikan pada para nabi dan wali.

Tarekat (thariqah) secara harfiah berarti 'jalan' sama seperti syari'ah, sabil, shirath dan manhaj. Yaitu jalan menuju kepada Allah guna mendapatkan ridho-Nya dengan mentaati ajaran-Nya. Semua perkataan yang berarti jalan itu terdapat dalam Al Qurían, seperti QS. Al-Jin:16, ìKalau saja mereka berjalan dengan teguh di atas thariqah, maka Kami (Allah) pasti akan melimpahkan kepada mereka air (kehidupan sejati) yang melimpah ruah.

Istilah thariqah dalam perbendaharaan kesufian, merupakan hasil makna semantik perkataan itu, semua yang terjadi pada syariíah untuk ilmu hukum Islam. Setiap ajaran esoterik/bathiniah mengandung segi-segi eksklusif. Jadi, tak bisa dibuat untuk orang umum (awam). Segi-segi eksklusif tersebut misalnya menyangkut hal-hal yang bersifat ìrahasiaî yang bobot keruhaniannya berat, sehingga membuatnya sukar dimengerti. Oleh sebab itu mengamalkan tarekat itu harus melalui guru (mursyid) dengan baiíat dan guru yang mengajarkannya harus mendapat ijazah, talqin dan wewenang dari guru tarekat sebelumnya. Seperti terlihat pada silsilah ulama sufi dari Rasulullah Saw., sahabat, ulama sufi di dunia Islam sampai ke ulama sufi di Indonesia.


Resensi Buku: Pertemuan antara Tarekat dan NU, 

Oleh: Muhibin A.M.

Penulis: Drs Jaífar Shodiq, MSi. Penerbit: Pustaka Pelajar


No comments: