KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Tuesday 9 July 2013

TENTANG AWAL RAMADHAN, NU PALING CANGGIH



Muhammadiyah Terbelenggu Wujudul Hilal : 
Metode Lama yang Mematikan Tajdid Hisab

dakwatuna.com - Perbedaan Idul Fitri dan Idul Adha sering terjadi di Indonesia. Penyebab utama BUKAN perbedaan metode hisab (perhitungan) dan rukyat (pengamatan), tetapi pada perbedaan kriterianya. Kalau mau lebih spesifik merujuk akar masalah, sumber masalah utama adalah Muhammadiyah yang masih kukuh menggunakan hisab wujudul hilal. Bila posisi bulan sudah positif di atas ufuk, tetapi ketinggiannya masih sekitar batas kriteria visibilitas hilal (imkan rukyat, batas kemungkinan untuk diamati) atau lebih rendah lagi, dapat dipastikan terjadi perbedaan. 


Perbedaan terakhir kita alami pada Idul Fitri 1327 H/2006 M dan 1428 H/2007 H serta Idul Adha 1431/2010. Idul Fitri 1432/2011 juga hampir dipastikan terjadi perbedaan. Kalau kriteria Muhammadiyah tidak diubah, dapat dipastikan awal Ramadhan 1433/2012, 1434/2013, dan 1435/2014 juga akan beda. Masyarakat dibuat bingung, tetapi hanya disodori solusi sementara, mari kita saling menghormati. Adakah solusi permanennya? Ada, Muhammadiyah bersama ormas-ormas Islam harus bersepakati untuk mengubah kriterianya.

Mengapa perbedaan itu pasti terjadi ketika bulan pada posisi yang sangat rendah, tetapi sudah positif di atas ufuk? Kita ambil kasus penentuan Idul Fitri 1432/2011. Pada saat Maghrib 29 Ramadhan 1432/29 Agustus 2011 tinggi bulan di seluruh Indonesia hanya sekitar 2 derajat atau kurang, tetapi sudah positif. Perlu diketahui, kemampuan hisab sudah dimiliki semua ormas Islam secara merata, termasuk NU dan Persis, sehingga data hisab seperti itu sudah diketahui umum. Dengan perangkat astronomi yang mudah didapat, siapa pun kini bisa menghisabnya. 

Dengan posisi bulan seperti itu, Muhammadiyah sejak awal sudah mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 30 Agustus 2011 karena bulan (hilal) sudah wujud di atas ufuk saat Maghrib 29 Agustus 2011. Tetapi Ormas lain yang mengamalkan hisab juga, yaitu Persis (Persatuan Islam), mengumumkan Idul Fitri jatuh pada 31 Agustus 2011 karena mendasarkan pada kriteria imkan rukyat (kemungkinan untuk rukyat) yang pada saat Maghrib 29 Agustus 2011 bulan masih terlalu rendah untuk bisa memunculkan hilal yang teramati. NU yang mendasarkan pada rukyat masih menunggu hasil rukyat. Tetapi, dalam beberapa kejadian sebelumnya seperti 1427/2006 dan 1428/2007, laporan kesaksian hilal pada saat bulan sangat rendah sering kali ditolak karena tidak mungkin ada rukyat dan seringkali pengamat ternyata keliru menunjukkan arah hilal.

Jadi, selama Muhammadiyah masih bersikukuh dengan kriteria wujudul hilalnya, kita selalu dihantui adanya perbedaan hari raya dan awal Ramadhan.Seperti apa sesungguhnya hisab wujudul hilal itu? Banyak kalangan di intern Muhammadiyah mengagungkannya, seolah itu sebagai simbol keunggulan hisab mereka yang mereka yakini, terutama ketika dibandingkan dengan metode rukyat. Tentu saja mereka anggota fanatik Muhammadiyah, tetapi sesungguhnya tidak paham ilmu hisab. 

Oktober 2003 saya diundang Muhammadiyah sebagai narasumber pada Munas Tarjih ke-26 di Padang. Saya diminta memaparkan Kritik terhadap Teori Wujudul Hilal dan Mathlaí Wilayatul Hukmi. Saya katakan wujudul hilal hanya ada dalam teori, tidak mungkin bisa teramati. Pada kesempatan lain saya sering mengatakan teori/kriteria wujudul hilal tidak punya landasan kuat dari segi syaríi dan astronomisnya. Dari segi syar’i, tafsir yang merujuk pada QS Yasin 39-40 terkesan dipaksakan. Dari segi astronomi, kriteria wujudul hilal adalah kriteria usang yang sudah lama ditinggalkan di kalangan ahli falak.

Kita ketahui, metode penentuan kalender yang paling kuno adalah hisab urfi (yang kini digunakan oleh beberapa kelompok kecil di Sumatera Barat dan Jawa Timur, yang hasilnya beda dengan metode hisab atau rukyat). Lalu berkembang hisab imkan rukyat, tetapi masih menggunakan hisab taqribi (pendekatan) yang akurasinya masih rendah. Muhammadiyah pun sempat menggunakannya pada awal sejarahnya. Kemudian untuk menghindari kerumitan imkan rukyat, digunakan hisab ijtimak qablal ghurub (konjungsi sebelum matahari terbenam) dan hisab wujudul hilal (hilal wujud di atas ufuk yang ditandai bulan terbenam lebih lambat daripada matahari). 

Kini kriteria wujudul hilal mulai ditinggalkan, kecuali oleh beberapa kelompok atau negara yang masih kekurangan ahli hisabnya, seperti oleh Arab Saudi untuk kalender Ummul Quro-nya. Kini para pembuat kalender cenderung menggunakan kriteria imkan rukyat karena bisa dibandingkan dengan hasil rukyat. Perhitungan imkan rukyat sudah sangat mudah dilakukan, terbantu dengan perkembangan perangkat lunak astronomi. Informasi imkanrur rukyat atau visibilitas hilal juga sangat mudah diakses secara online di internet.

Muhammadiyah yang tampaknya terlalu ketat menjauhi rukyat terjebak pada kejumudan (kebekuan pemikiran) dalam ilmu falak atau astronomi terkait penentuan sistem kalendernya. Mereka cukup puas dengan wujudul hilal, kriteria lama yang secara astronomi dapat dianggap usang. Mereka mematikan tajdid (pembaharuan) yang sebenarnya menjadi nama lembaga think tank mereka, Majelis Tarjih dan Tajdid. Sayang sekali. Sementara ormas Islam lain terus berubah. NU yang pada awalnya cenderung melarang rukyat dengan alat, termasuk kacamata, kini sudah melengkapi diri dengan perangkat lunak astronomi dan teleskop canggih. 

Mungkin jumlah ahli hisab di NU jauh lebih banyak daripada di Muhammadiyah, walau mereka pengamat rukyat. Sementara Persis (Persatuan Islam), ormas kecil yang sangat aktif dengan Dewan Hisab Rukyat-nya berani beberapa kali mengubah kriteria hisabnya. Padahal, Persis kadang mengidentikkan sebagai saudara kembar Muhammadiyah karena memang mengandalkan hisab, tanpa menunggu hasil rukyat. Persis beberapa kali mengubah kriterianya, dari ijtimak qablal ghrub, imkan rukyat 2 derajat, wujudul hilal di seluruh wilayah Indonesia, sampai imkan rukyat astronomis yang diterapkan. Lalu mau ke mana Muhammadiyah? Kita berharap Muhammadiyah, sebagai ormas besar yang modern, mau berubah demi penyatuan Ummat. Semoga!

Sumber : Prof. Dr. Thomas Djamaluddin  

Thursday 4 July 2013

AKAL MASUK QUR'AN, BUKAN QUR'AN YANG DIMASUKKAN AKAL



Karanganyar, NU Online

Siapa bilang Maulid Nabi tidak ada dasarnya? Dalam Al Qur’an terdapat banyak sekali maulid (kisah) para Nabi. Banyak ayat yang menerangkan kisah maulid, diantaranya Nabi Musa, Maulid Nabi Sulaiman, dan Maulid Nabi Zakaria.


“Kalau diteliti pasti ada. Bukan tidak ada, tapi kalau hanya dilihat teksnya saja tidak akan kelihatan,” terang Rais A’am Jam’iyyah Ahlith Thoriqah Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah (JATMAN), Habib Muhammad Luthfi bin Yahya, Selasa (2/5) lalu, di Pesantren Al-Inshof Plesungan Karanganyar.

Keterbatasan akal dalam memahami teks Qur’an, menjadi salah satu penyebab kesalahan dalam menafsirkannya. Dijelaskan oleh Habib Luthfi, Al-Quran dapat diibaratkan sebagai lautan yang luas, sedangkan akal manusia seumpama hanya seujung rambut.

“Jadi akal yang masuk Al-Qur’an, bukan Al-Quran yang dimasukkan ke akal,” tegasnya.

Mursyid Thariqah itu mencontohkan kisah Nabi Sulaiman as dengan Burung Hud-Hud. Burung Hud-Hud mengabarkan bahwa ia baru terbang dari sebuah tempat, yakni Kerajaan Saba’. Kabar dari seekor burung, yang tak berakal, dipercayai oleh Nabi Sulaiman.

Pun ketika Nabi Sulaiman hendak memindahkan singgasana milik Ratu Kerajaan Saba’, Bilqis. Salah seorang dari pasukannya yang juga seorang waliyullah, Ahsif bin Balya, menyanggupi perintah tersebut hanya dalam hitungan kejapan mata. Dua hal tersebut, apabila dicerna hanya dengan akal, tentu tidak dapat dipercaya.

Selain menerangkan tentang Maulid, seperti biasa Habib juga memberikan wejangan untuk selalu menjaga NKRI dan UUD 1945. Hal tersebut selaras dengan tema yang diusung, “Dengan Maulid Nabi saw, Kita Tingkatkan Karakter Bangsa, Demi Persatuan dan Kesatuan NKRI”.

Pada kesempatan itu, Habib Luthfi menandatangani peresmian Gedung Kanzus Sholawat yang didirikan di kompleks Pesantren Al-Inshof, disaksikan Wakil Bupati dan Kapolres Karanganyar, serta ribuan jamaah yang hadir.

Redaktur    : A. Khoirul Anam
Kontributor: Ajie Najmuddin

PESANTREN NU, MODEL PENDIDIKAN PALING CANGGIH



Jakarta, NU Online 
Wakil Menteri Agama RI Prof Dr Nasaruddin Umar, MA mengatakan, dulu, NU selalu dikonotasikan sebagai kaum sarungan di pesantren dengan konotasi yang negatif. Tapi baru-baru ini ada seorang profesor di Inggris yang berpendapat ternyata lembaga pendidikan paling canggih adalah pondok pesantren. 

Salah seorang Mustasyar PBNU ini mengatakan hal itu pada peluncuran Program Pascasarjana Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam Konsentrasi Islam Nusantara Sekolah Tinggi Agama Islam Nahdlatul Ulama (STAINU) Jakarta, di gedung PBNU, Jakarta, Rabu malam (3/7).
Di Inggris sekarang ini, ada yang dinamakan boarding school, mirip dengan pesantren, sistem itu menjadi pendidikan unggulan di Inggris, katanya.
Karena, tambah intelektual asal Sulawesi Selatan ini, menurut penelitian, di era globalisasi sekarang ini tidak ada yang bisa menciptakan kondisi paling baik selain boarding school.

Contohnya begini; di rumah, rokok tidak baik, di sekolah pun tidak baik, tapi antara rumah dan sekolah dimana-mana orang merokok. Jadi ada kepribadian ganda anak. Definisi kebenaran itu apakah di sekolah dan di rumah atau di lingkungan masyarakat? tanyanya.
Di boarding, apa yang diteorikan itu dikondisikan persis seperti di pondok pesantren. Jadi, kita harus berbangga bahwa pondok pesantren itu memang ternyata lembaga yang paling canggih.
Ia juga mengatakan, kita akan membuktikan bahwa Nahdalatul Ulama tidak hanya memiliki pesantren, tapi juga perguruan tinggi dan dunia pendidikan formal. 

Selama ini, kata dia, dunia pesantren trade marknya NU, tapi sekolahan formal itu Muhammadiyah, Nah, sekarang kita akan membuktikan selain berkiprah di dunia pondok pesantren, tapi juga dunia perguruan tinggi, rumah sakit dan sebagainya. Dalam periode kita ini sudah ada tambahan 10 perguruan tinggi NU.
Peluncuran tersebut diisi dengan orasi ilmiah KH Said Aqil Siroj dengan judul, Urgensi Kajian Islam Nusantara. Hadir pada kesempatan itu sejumlah menteri, diantaranya Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) Helmi Faisal Zaini, Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar, Menteri Perumahan Rakyat Djan Farid, Ketua STAINU Jakarta KH Mujib Qulyubi, serta pengurus PBNU, pengurus lembaga, lajnah, dan banom.
Penulis : Abdullah Alawi 

Wednesday 3 July 2013

AWAL RAMADHAN 1434 H. UMAT ISLAM DIHIMBAU IKUT KEPUTUSAN PEMERINTAH




Pekalongan, NU Online

Habib Muhammad Luthfy bin Hasyim bin Ali bin Yahya, ulama asal Pekalongan, mengimbau umat Islam yang akan menjalani ibadah puasa tahun 1434 H untuk menunggu keputusan pemerintah.
Hal ini perlu disampaikan agar ummat tidak bingung mana yang harus diikuti untuk memulai ibadah puasa yang merupakan bagian dari rukun Islam.

Hal tersebut disampaikan Ahmad Tubagus Surur Wakil Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Pekalongan usai menghadap Habib Luthfy Selasa (2/7) di kediamannya Pekalongan.
Dikatakan Habib Luthfy, sebagai ulil amri pemerintah tentu telah melakukan berbagai upaya untuk memberikan pelayanan terbaiknya kepada ummat, termasuk pengaturan tata cara beribadah puasa yang memang ummat memiliki banyak keterbatasan termasuk keterbatasan untuk dapat melihat awal bulan.

PCNU Kota Pekalongan sendiri menurut Surur, juga telah melakukan berbagai persiapan antara lain mengumpulkan ta'mir masjid dan musholla se Kota Pekalongan yang berlangsung di Gedung Sholawat untuk diberi penjelasan seputar awal puasa.
Sedang kegiatan lain terkait dengan awal Romadlon, Lajnah Falakiyah akan membuka posko awal puasa di Gedung Aswaja Jalan Sriwijaya 2 Pekalongan hari Senin besok jam 17.00 - 21.00 untuk mempublikasikan hasil rukyatul hilal baik yang dilakukan oleh PCNU Kota Pekalongan, PWNU Jawa Tengah maupun oleh PBNU melalui website PCNU Kota Pekalongan di www.nubatik.net maupun melalui Radio Aswaja 107.8 FM.

Dalam penjelasan di hadapan pengurus ta'mir masjid dan musholla NU se Kota Pekaloan ngan, Wakil Rais PCNU Kota Pekalongan KH. Abdul Fattah Yasran mengatakan, secara teori posisi bulan tanggal 8 Juli 2013 masih di bawah ufuk dan jika ada beberapa kitab yang menerangkan sudah di atas ufuk namun posisisinya masih di bawah 2 derajat yang secara mata telanjang sulit untuk dapat dilakukan rukyat.

Atas dasar itu, menurut Kiyai Fattah, bulan Sya'ban dimungkinkan istikmal 30 hari dan puasa ramadlan jatuh pada hari Rabu 10 Juli 2013. Meskipun demikian, pihaknya meminta kepada ummat Islam untuk menunggu PBNU dan Pemerintah untuk kepastian awal ramadlan.


Redaktur : Syaifullah Amin
Kontributor : Abdul Muiz

Monday 1 July 2013

KUNCI SUKSES TOKOH NASIONAL ADA DI GUSDUR


Siapa yang tak kenal Mahfud MD, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) yang selama menjabat telah menunjukkan konsistensinya dalam mengawal hukum di Indonesia. Publik juga mengenal KH Said Aqil Siroj, ketua umum PBNU, yang dengan setia mengawal NKRI dan kemajemukan di Indonesia.
Itulah beberapa contoh tokoh nasional yang besar dengan sentuhan tangan Gus Dur. 
Tanpa sentuhan Gus Dur, mereka-mereka itu belum tentu memperoleh pencapaian seperti itu. Bagi Kiai Nuril Arifin, sahabat Gus Dur yang dikenal dengan pasukan berani matinya ini, kemampuan Gus Dur dalam merawat dan mengawal kader-kadernya sehingga menjadi tokoh, baik di nasional maupun daerah merupakan salah satu bukti kewalian.
Seorang wali tidak memikirkan dirinya sendiri, tetapi bagaimana memberdayakan masyarakat, katanya. Tak terhitung para kader Gus Dur yang berkiprah dalam berbagai bidang, dari kiai dan ulama, birokrat, politisi, ilmuwan, aktifis LSM dan lainnya. Tak harus selalu dikenal oleh publik, peran-peran yang mereka jalankan di masyarakat dengan sentuhan kemanusiaan merupakan kelanjutan dari cita-cita Gus Dur yang terus dihidupkan.

Kezuhudan Gus Dur
Soal kezuhudan Gus Dur, Gus Nuril, panggilan akrabnya, mengatakan, jarang ada orang yang bisa seperti mantan ketua umum PBNU ini. Ia menuturkan, suatu ketika, menjelang lebaran kurang dari satu hari, ia disambati Gus Dur karena tidak punya uang, padahal Idul Fitri sudah menjelang. Sampean enak, tiap ceramah pasti dapat sangu. Sekarang ini, saya ngak punya uang sama sekali, kata Gus Dur.

Kebetulan, saat itu, ia sedang memegang uang tiga juta. Dua juta diberikan pada Gus Dur, lalu yang sejuta buat dirinya sendiri. Belum sempat beranjak dari tempat duduknya, tiba-tiba ada tamu yang datang, dan menyampaikan mau membuat tempat wudhu di musholla, tetapi tidak punya uang. Tanpa pikir panjang, Gus Dur memberikan uang 1.5 juta.

Gus Dur juga pejuang kemanusiaan sejati. Ia memberi bantuan kepada siapapun tanpa melihat asal usul, agama atau golongan. Banyak orang ketika memberi bantuan, masih melihat agamanya apa, lalu kemudian masih dilihat golongannya atau partainya apa, Gus Dur menempatkan sisi kemanusiaan diatas segalanya. Sifat-sifat seperti ini merupakan sifat yang dimiliki oleh para wali, yang menempatkan rahmat bagi semua orang diatas kepentingan sempit, tandasnya.
Ia mengaku sudah akrab dengan Gus Dur sejak kecil. Karena keyakinannya akan kewalian Gus Dur inilah yang membuat ia terus mendukung dalam masa-masa krisis kepemimpinan, ketika banyak orang sudah mulai menyingkir dari sekitar untuk menyelamatkan diri masing-masing. Dan apa yang saya lakukan ternyata benar, terbukti setelah Gus Dur meninggal, semua mengakui peran dan jasanya, tandasnya.
Penulis: Mukafi Niam