KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Thursday 27 June 2013

HTI DAGELAN WAYANG

Sebagai orang luar Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) saya kerap mendengar dan membaca mengenai konsep Khilafah yang dibicarakan oleh anggota HTI. Terlepas dari apa agama, kepercayaan, dan aliran saya, secara jujur saya akui perbincangan mengenai Khilafah ini cukup menarik untuk diikuit dan (kini) dikritisi. Namun saya menyadari dengan posisi saya sebagai orang luar dari keluarga dan lingkungan HTI, informasi dan pemahaman komprehensif saya mengenai campaign Khilafah yang dibawakan HTI ini sangatlah terbatas dan selalu ada kemungkinan tidak lengkap. Maka dari itu tulisan ini saya batasi pada sumber-sumber bawah (akar rumput) yang langsung saya terima dalam kehidupan sehari-hari saya

Salah satu substansi yang sering dibicarakan oleh kelompok HTI selain Khilafah adalah anti-demokrasi. Bahkan beberapa ustadz populer juga turut berbicara tentang anti-demokrasi ini (walaupun saya tidak tahu apakah beliau anggota HTI atau bukan) Beberapa bulan lalu, hashtag (istilah dalam dunia twitter) #antidemokrasi bahkan sempat melejit menjadi trending topic Twitter, dan dipopulerkan oleh seorang ustadz mualaf yang tidak perlu saya sebut namanya. Kelompok HTI menganggap bahwa demokrasi adalah suatu dosa: produk gagal dari kebudayaan barat yang liberal dan jauh dari peraturan keislaman. Mereka memberikan contoh kondisi Indonesia sekarang ini sebagai bukti kegagalan demokrasi dalam misi membawa kesejahteraan bagi komunitas muslim. Karena itulah HTI melihat bahwa demokrasi tidak cocok bagi bangsa Indonesia dan mulai mengkampanyekan Khilafah sebagai sistem pemerintahan alternatif bagi Indonesia.

Satu hal yang menjadi pertanyaan besar saya: Demokrasi apakah yang mereka maksud?. Bagi pembaca yang pernah belajar ilmu politik atau pernah kuliah FISIP tentu tahu bahwa makna demokrasi itu sangat luas: mulai dari komunisme hingga republik, dari fasisme hingga monarki semuanya bisa disebut demokrasi. Memang ada semacam stigma dalam masyarakat awam bahwa demokrasi adalah sistem politik ala Amerika Serikat dimana selalu ada Presiden, parlemen, parlemen daerah, pemilu, pembagian kekuasaan dan lain-lain, dan stigma inilah yang menurut asumsi saya, digunakan oleh HTI untuk mengkampanyekan ide anti demokrasi.

Apakah hal itu salah? Bagi saya hal itu adalah kesalahan besar dan fatal. Secara peyoratif bahkan saya bisa katakan hal itu adalah proses pembodohan publik yang dilakukan oleh HTI kepada anggotanya sendiri. Karena dengan mengkampanyekan anti demokrasi tanpa penjelasan lebih lanjut (yang terbukti dari tidak pahamnya para anggota HTI akar rumput tentang substansi demokrasi) maka HTI telah menjebak anggotanya dalam suatu kondisi paradoks: membenci demokrasi tapi menggunakan produk demokrasi.

Sederhananya seperti ini: HTI kemarin (02-06-2013) menggelar muktamar akbar di Senayan dengan topik sama, Khilafah. Dalam muktamar itu tentu saja ada selipan-selipan kalimat yang bernuansa anti demokrasi. Lucu sebenarnya, karena mereka bisa menggelar Muktamar adalah berkat lingkungan demokrasi di Indonesia. Bila kita turunkan level demokrasi itu, katakanlah seperti di Korea Utara, mana mungkin HTI bisa menggelar muktamar? Bicara didepan publik saja bisa ditembak mati apalagi muktamar akbar yang dihadiri ribuan orang? HTI bisa berdemo, bisa berkhotbah, melakukan muktamar, melakukan pertemuan dan bahkan mendirikan organisasi HTI itu sendiri adalah berkat demokrasi Indonesia pasca reformasi 1998. Andaikan kita menganut demokrasi komunisme ala China, belum tentu HTI bisa lahir ke bumi.

HTI juga kembali melakukan blunder besar dengan mengkampanyekan ide anti demokrasi namun mendukung Khilafah. Apakah Khilafah adalah demokrasi? Sebenarnya saya pun kurang mengerti konsep sistem politik Khilafah karena memang sebenarnya (sepengetahuan saya) tidak ada yang namanya sistem politik Islam. Yang ada adalah sistem politik kontemporer dengan landasan hukum Islam. Jikapun HTI ingin menggunakan Khilafah sebagai sistem operasi negara Indonesia, maka sistem politik yang dipakaipun bisa macam-macam mulai demokrasi parlementer, demokrasi presidensial, monarki absolut, monarki konstitusional, komunisme, despotisme (monarki absolut), negara federal dan lain sebagainya.

Argumen jawaban mereka yang menjawab sistem khilafah adalah sistem pemerintahan yang digunakan oleh Baginda Rasullullah ketika memimpin Medinah dan Mekah, maka itu jelas adalah demokrasi. Nabi Muhammad yang dalam pemerintahannya mendengar aspirasi pengikutnya secara langsung dari mulut ke telinga sebenarnya sudah masuk dalam demokrasi, walaupun dalam bentuk primitif (demokrasi langsung). Lantas apakah HTI ingin mempraktekkan demokrasi langsung di Indonesia? Silahkan saja kalau sang pemimpin siap (dan mampu) mendengarkan kritik, masukan, kecaman dari 210 juta rakyat Indonesia secara satu per satu tanpa perwakilan dan tanpa agregasi kepentingan yang mana menurut akal sehat saya sebagai manusia tidak mungkin bisa dilakukan manusia.

Ide HTI tentang anti demokrasi dan khilafah terdengar dangkal dan jujur saja, menjadi bahan olok-olok mahasiswa dan dosen-dosen politik karena konsepnya yang tidak jelas dan kabur seperti yang telah sedikit saya tuliskan diatas. Ada baiknya HTI memperdalam konsepnya mengenai khilafah Indonesia yang disintesiskan dengan demokrasi, karena khilafah itu sendiri adalah demokrasi. Kecuali jika kaum intelek HTI mampu membuat sebuah teori dan ide baru yang diakui oleh komunitas ilmuwan ilmu politik internasional mengenai sebuah sistem politik dan sistem pemerintahan yang terpisah dari demokrasi dan sesuai dengan istilah Khilafah mereka. Atau HTI sederhanakan saja idenya, tidak perlu muluk-muluk kampanye anti demokrasi namun cukup kampanyekan ide mengenai hukum Islam di Indonesia. Tidak lucu bagi organisasi sebesar HTI saat kader-kader dibawahnya berapi-api menyuarakan anti demokrasi tapi ternyata ide khilafah dan perilaku mereka sendiri memanfaatkan lingkungan demokrasi.

Sekian kritik saya mengenai gagasan HTI mengenai Demokrasi dan Khilafah, semoga menjadi masukan berguna untuk gerakan HTI kedepannya bila memang HTI serius ingin merubah sistem pemerintahan dan hukum bangsa ini.

Sumber : www.dagelanwayang.com  

No comments: