KADAR IMAN SESEORANG TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA NABI SAW. KADAR CINTA PADA BANGSA TERGANTUNG KADAR CINTANYA PADA TANAH AIR

Dikunjungi

Sunday, 14 December 2014

HARI RABU, TURUN 320.000 MUSIBAH


Kudus, NU Online
Tanggal 17 Desember nanti merupakan hari Rabu terakhir bulan Shafar 1436 H atau lazim disebut "Rabu Wekasan”. Pada hari itu, umat Islam perlu melaksanakan amalan-amalan kebaikan seperti berdoa, bersedekah, ataupun shalat sunnah untuk meminta keselamatan kepada Allah SWT.

Demikian yang disampaikan Mustasyar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH.Sya'roni dalam acara pengajian rutin Tafsir Al-Qur'an di Masjid Al Aqsha Menara Kudus, Jumat pagi  (5/12).

Kiai Sya'roni mengutip penjelasan dalam kitab 
al-Jawahir al-Khams bahwa Allah akan menurunkan 320.000 musibah setiap tahun dalam hari Rabu wekasan. Karenanya, para ulama selalu mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah dengan meminta keselamatan kepada-Nya.

"Yang mendatangkan 
balak (musibah) itu yang mendatangkan Allah, maka kita harus mendekat meminta kawelasan (kasih sayang) dari Allah," terangnya.
Jangan Ngawur

Dalam menjalankan amalan Rabu Wekasan, ulama kharismatik asal Kudus ini mengingatkan supaya tidak melenceng jauh dari ajaran agama Islam. Di antara yang lazim dilakukan, kata Kiai Sya'roni, adalah membaca doa Rabu Wekasan, melaksanakan shalat sunnah dan banyak sedekah.

"Jangan sampai amalannya ngawur, harus berdasarkan tuntunan agama. Semua amalan ini bertujuan untuk tolak balak," ujar Kiai Sya'roni.

Pada Rabu Wekasan, umat Islam disunnahkan mandi tolak balak dan shalat empat rakaat dengan dua salam. Dalilnya shalat, terang Kiai Sya'roni, ayat Al-Qur'an yang artinya wahai orang Islam minta pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat.

"Tetapi harus ingat, istilah shalat Rabu Wekasan itu tidak ada. Jadi kita semua bisa shalat sunnah seperti shalat hajat, tahajud, maupun lainnya,"tandas Kiai Sya'roni.

Dalam berdoa, jelas Kiai Sya'roni, terdapat etika atau cara lain yakni menulis kalimat berbahasa Arab yang berisi beberapa ayat al-Qur'an mengandung doa  dengan awalan kata "salamun". Seperti, ayat 
salamun qoulan min rabbir rahim, salamun ala nuuhin fil alamin, salamun ala ibrohim, salaamun ala musa waharuun dan seterusnya.

"Kalimat itu di tulis di atas kertas dengan niat berdoa meminta keselamatan dan kawelasan Allah. Lalu dicampur air dan dibacakan doa Rabu Wekasan sehingga airnya disebut ‘air salamun’. Amalan semacam ini diperbolehkan," imbuh Kiai Sya'roni di hadapan ribuan jamaah yang memenuhi Masjid al-Aqsha Menara Kudus. 
(Qomarul Adib/Mahbib)

DI AS, GUSDUR SETARA DENGAN MARTIN LUTHER KING



Jombang, NU Online
Warga Amerika Serikat menempatkan posisi Gus Dur sekelas dengan pemimpin gerakan perubahan di AS Martin Luther King. Mereka mengapresiasi pemikiran dan gerakan Gus Dur dalam memperjuangkan nasib kelompok minoritas.



Demikian disampaikan Dubes AS untuk Indonesia Robert O Blake dalam lawatan kerjanya di pesantren Tebuireng, Jombang, Kamis (11/12) pagi.

“Di Amerika Serikat, Sosok Gus Dur disamakan dengan Martin Luther King,” kata Blake.

Sementara King sendiri, Blake menyatakan, aktivis HAM dan pemimpin gerakan hak sipil Afrika-Amerika. Sedangkan ajaran dan kepemimpinan Gus Dur memiliki peran penting dalam membentuk demokrasi yang beragam, toleran dan aktif seperti yang terlihat saat ini di Indonesia.

“Saya sangat senang dengan gagasan Gus Dur. Demokrasi, HAM, pluralisme dan anti-kekerasan tetap bertahan dan diaplikasikan oleh generasi muda Indonesia,” Blake menambahkan.


Masyarakat AS sudah semakin memahami Islam sehingga tidak merasa takut berlebih dengan kehadiran Islam di Amerika. “Bahkan agama Islam sekarang di AS berkembang pesat. Di beberapa negara bagian, Islam merupakan agama kedua terbanyak yang dianut masyarakat,” kata Blake dalam bahasa Inggris.

Pengasuh pesantren Tebuireng KH Sholahuddin Wahid menyatakan dirinya akan melakukan pertemuan lanjutan dengan Blake untuk memaparkan pemikirna Gus Dur secara detil. Ia juga sempat menawarkan pendidikan pemikiran Gus Dur bagi siswa dan mahasiswa AS untuk tinggal beberapa bulan di pesantren Tebuireng. (
Abror/Alhafiz K)